"ROSE!"
Nama Rose diserukan berkali-kali beriringan dengan pintu yang diketuk dengan keras. Pria paruh baya yang merupakan ayah Rose itu tampak tidak sabar dan terus mengetuk pintu apartemen anak perempuannya yang tidak juga menunjukkan batang hidungnya. Sementara pengawal pribadinya tampak mengawasi situasi, barangkali ada tetangga apartemen Rose yang keluar karena suara berisik.
"ROSE! KELUAR ATAU AYAH BONGKAR PINTU INI!"
Tak lama setelah ancaman itu, terdengar suara derap langkah Rose yang terburu-buru sebelum akhirnya membuka pintu. "Ayah?"
Begitu Tuan Park melihat wajah anaknya, saat itu juga satu tamparan mendarat di pipi Rose.
"Kau sudah gila, ya? Kau ini direktur perusahaan!"
Rose menghela napas sambil memegangi pipinya yang terasa sakit dan panas. Walau sudah biasa menerima tamparan, tenaga ayahnya itu tetap bukan tandingannya.
"Kemana kau kemarin? Bukankah Ayah sudah bilang kalau kemarin kau harus bertemu dengan perwakilan perusahaan Taesan?"
Perusahaan Taesan adalah perusahaan yang akan membeli resor milik ibu Rose yang berada di Jeju. Ibu Rose memang sudah lama meninggal, dan ayahnya sempat memberi resor sebagai hadiah ulang tahun ibunya saat mereka baru saja menikah. Mereka juga berbulan madu di sana dan Rose sering berlibur di sana sewaktu kecil. Tapi karena sudah lama resor tersebut tidak terkelola dan mulai jarang pengunjung, ayahnya berniat untuk menjualnya saja dan fokus pada perusahaan sParkling yang bergerak di bidang kosmetik dan mulai merintis di bidang fashion. Tentu berkembangnya sParkling tak luput dari keterampilan Rose di bidang make over dan desain selaku direktur utama perusahaan.
Walau begitu, mengetahui resor yang berisi kenangan masa kecilnya itu akan dijual, tentunya Rose tidak bisa tinggal diam dan dengan tegas menolak keinginan ayahnya. Pria itu mungkin sudah melupakan istrinya, tapi Rose sampai kapan pun tidak akan pernah melupakan ibunya dan kenangan bersama ibunya, salah satunya resor itu.
"Bukankah aku juga sudah bilang pada Ayah kalau aku tidak mau menjualnya!"
Tuan Park tersenyum sinis mendengar jawaban itu lalu mengambil langkah lebih dekat pada Rose. "Memangnya kau siapa, huh? Kau tidak bisa seenaknya! Kau harus menuruti perintah Ayah dan bekerja yang benar sebagai direktur!" Ia kini membentak tepat di hadapan wajah Rose. Tapi kemudian Tuan Park menyadari ada bau alkohol yang tercium dari Rose yang memang baru bangun dari mabuk semalam. "Jadi kemarin kau tidak menjalankan tugas dan malah pergi minum? Sudah gila kau!"
Rahang Rose mengeras dan tangannya terkepal. Rose semakin jengkel dengan sikap ayahnya yang selalu kasar dan menilai dirinya dengan seenaknya. Tapi yang terpenting, ia tidak akan pernah menjual resor itu, sekeras apa pun ayahnya memaksa dan membentaknya.
"Ayah mungkin bisa seenaknya menjual resor itu, yang hanya Ayah anggap sebagai aset penghasil uang belaka. Tapi bagiku itu adalah kenangan masa kecil bersama Ibu! Kenangan manis yang sama sekali tidak pernah kumiliki bersama Ayah bahkan yang masih bersamaku hingga detik ini!" Rose meluapkan kekesalannya. Pelupuknya mulai terasa hangat, air matanya pasti bisa jatuh kapan saja, namun Rose sebisa mungkin menahannya. Ia tidak ingin terlihat lemah bagi ayahnya, terutama bila menyangkut ibunya.
"Apa kau bilang? Kenangan? Kenangan manis? Kau tidak perlu kenangan bodoh itu untuk menjadi penerus presdir perusahaan! Semua itu tidak akan berguna!"
"Tentu saja itu semua tidak berguna bagi Ayah, karena Ayah tidak memiliki kenangan indah dengan siapa pun. Orang yang tidak memilikinya tidak akan tahu seberapa pentingnya hal itu!"
Mendengar jawaban Rose, emosi ayahnya kembali tersulut dan tangannya hendak bergerak untuk kembali menampar Rose kalau saja tidak ditahan oleh tangan Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disintegrated
RomanceKehidupan Rose seolah hancur hari itu. Di malam tepat sebelum pernikahannya, kekasihnya meninggalkannya untuk wanita lain. Kehancurannya itu akhirnya membawanya pada suatu kejadian tak terduga, yang justru membuatnya menghancurkan hidup orang lain. ...