"Dokter Jeon!"
Suara seorang wanita paruh baya itu mengalihkan perhatian Wonpil yang sedang duduk di lobi rumah sakit. Pria yang tengah ia tunggu itu tampak menghampiri si wanita yang memanggilnya.
"Dokter? Jungkook seorang dokter?" Wonpil bergumam sambil memperhatikan interaksi Jungkook yang mengenakan jas putih dengan wanita yang tampak berterima kasih sambil berkali-kali membungkuk.
"Dokter Jeon, terima kasih banyak. Berkat anda, anak saya bisa sembuh dari penyakitnya. Terima kasih karena sudah mengoperasi anak saya."
"Sama-sama, Bu. Lagi pula ini sudah menjadi tugas saya. Ditambah lagi, saya hanya menjadi asisten, yang banyak bekerja adalah Profesor Kim. Anda boleh berterima kasih lebih padanya," balas Jungkook.
Setelah selesai mengobrol dengan wanita itu, pandangan Jungkook langsung bertemu dengan Wonpil yang masih memperhatikannya dengan mata yang agak menyipit. Ia kemudian menghampiri Wonpil dan duduk di hadapan pria itu.
"Jadi, apa lagi yang masih kau sembunyikan selain profesi aslimu?" tanya Wonpil, sedikit mengintimidasi.
Jungkook tersenyum tipis. "Kurasa tidak ada, ini rahasiaku yang terakhir."
Tatapan Wonpil masih terlihat curiga. "Bagaimana dengan rumahmu? Apa benar kau sudah tidak punya tempat tinggal?"
"Ah, rumahku. Ya, aku masih memiliki rumah, apartemen tepatnya. Rumah yang disita itu dulunya rumah keluargaku, saat Ayah masih hidup. Semenjak Heejin koma, Ayah yang memang sedang bermasalah dengan pekerjaannya menjadi stres hingga kehilangan pekerjaannya, dan akulah yang menjadi tulang punggung keluarga dan membiayai perawatan Heejin. Tapi aku tidak pernah menyangka kalau Ayah akan meninggalkan kami, mengakhiri hidupnya lebih cepat dengan hutangnya yang ternyata tidak sedikit. Aku sebagai dokter residen belum menghasilkan uang yang cukup untuk membayar hutang itu semua, ditambah lagi aku harus membayar biaya rumah sakit Heejin dan biaya spesialisku. Oleh karena itu rumah kami yang besar akhirnya disita sebagai pembayaran dan aku pindah ke apartemen," Jungkook berhenti sejenak dan matanya tampak berkaca-kaca, "Tapi kemudian Heejin juga meninggalkanku, menyusul Ayah."
"Astaga, aku turut berduka atas apa yang menimpa keluargamu," ujar Wonpil, begitu Jungkook selesai menjelaskan.
Jungkook menghela napas. "Ya, terima kasih."
"Masalah hidupmu banyak sekali, ya."
Mendengar itu Jungkook tersenyum masam namun kemudian berubah menjadi tanpa ekspresi. "Tapi ini semua tidak akan terjadi kalau bukan karena si Presdir tua bangka itu.
Wonpil menghela napasnya. Ia tidak menyangka atasannya yang selama ini tampak normal-normal saja ternyata telah melakukan kejahatan yang sangat tidak bisa dimaafkan, pelecehan dan pembunuhan. Wonpil tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau Rose sampai tahu hal ini.
Tapi yang terpenting bagi Wonpil sekarang adalah, membantu Jungkook untuk membalaskan dendamnya agar semua bisa terselesaikan. Bagaimana pun, Jungkook tidak bisa berlama-lama berakting di hadapan Rose dan harus segera meninggalkan wanita itu.
"Jadi, apa rencanamu hari ini?" tanya Wonpil sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi lobi.
"Mencari bukti."
"Bukti?"
Jungkook mengangguk. "Karena aku kesulitan mengumpulkan bukti-bukti yang sudah pasti dihilangkan oleh Presdir Park, jadi kau harus membantuku mencarinya."
"Ke mana?"
"Kita akan mendatangi tempat-tempat yang sudah pasti, tentunya bar tempat pesta itu berlangsung dan jalan raya tempat Heejin ditabrak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Disintegrated
Любовные романыKehidupan Rose seolah hancur hari itu. Di malam tepat sebelum pernikahannya, kekasihnya meninggalkannya untuk wanita lain. Kehancurannya itu akhirnya membawanya pada suatu kejadian tak terduga, yang justru membuatnya menghancurkan hidup orang lain. ...