Malam itu, Jungkook akhirnya diperbolehkan pulang oleh dokter karena keadaannya yang sudah jauh lebih baik. Rose pun langsung menjemput Jungkook dan mengajaknya menuju gedung apartemennya. Rose dan Jungkook kini berdiri di depan pintu apartemen baru Jungkook yang tepat berada di sebelah apartemen Rose. Jungkook awalnya berpikir apakah Rose sengaja memesan apartemen bersebelahan untuk maksud tertentu, namun Rose langsung menjelaskan bahwa ia tidak ada maksud apapun. Ia sebenarnya hanya ingin bisa mengawasi Jungkook, karena bagaimana pun nasib Jungkook saat ini sebagian besar adalah karena kesalahan Rose.
"Ini kunci apartemenmu," Rose menyerahkan key card apartemen Jungkook.
"Wah, aku masih tidak menyangka kau benar-benar membelikan apartemen untukku. Aku berhutang sangat banyak," ujar Jungkook kemudian menerima key card tersebut.
Rose menggeleng. "Tidak perlu begitu, aku melakukan ini semua benar-benar murni karena ingin menolongmu. Lagi pula aku tahu kondisimu seperti apa, tidak usah memaksakan untuk membalas semua ini."
Tentu saja Rose tidak ingin Jungkook membalas semuanya, karena ini hanyalah bentuk tanggung jawab Rose atas kesalahan yang dilakukannya pada Jungkook.
"Kalau begitu, masuklah duluan."
"Ah, tidak, kau masuk saja. Aku malam ini tidak akan tidur di sini," jawab Rose.
Dahi Jungkook berkerut. "Kenapa?"
"Ada sesuatu yang harus kuurus di kantor."
"Larut malam begini?"
Rose mengangguk. "Aku lebih suka suasana kantor saat malam hari, aku bisa lebih fokus."
"Sendirian?"
Rose kembali mengangguk.
"Bagaimana dengan sekretarismu?"
"Wonpil Oppa? Hari ini dia libur, aku tidak mungkin mengganggunya."
Jungkook terdiam sebentar. Ia menurunkan pandangannya sejenak, tampak memikirkan sesuatu.
"Kalau begitu aku pergi dulu ya, kau masuklah."
Baru beberapa langkah Rose berjalan, Jungkook tiba-tiba maju dan menghalangi langkahnya. "Biar kuantar, lagi pula sekarang sudah larut malam juga. Tidak baik perempuan keluar seorang diri."
Rose tidak langsung menjawab tawaran Jungkook. Ia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam, dan jam ini rasanya belum terlalu larut bagi Rose karena ia sudah biasa kemana-mana sendiri dengan mobilnya bahkan hingga pulang pagi hari. Lagi pula ayahnya tidak pernah protes apa lagi peduli, asalkan yang ia lakukan tidak membuat malu keluarga.
"Tolong izinkan aku mengantarmu."
"Ah, tidak usah repot-repot, aku sudah biasa keluar malam seperti ini, lagi pula aku membawa mobil--"
"Tapi aku tidak boleh menolak pertolonganmu, kenapa justru kau menolak pertolonganku?" Jungkook menyela dengan ekspresi kecewa.
Melihat ekspresi itu, Rose menjadi tidak enak dan akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran Jungkook. "Baiklah."
"Biar aku yang mengemudi, Ibu Direktur yang terhormat tinggal duduk manis dan menikmati perjalanan," ujar Jungkook sambil mengambil kunci mobil yang berada di genggaman Rose.
Ketika tangan Jungkook bersentuhan dengan tangannya, Rose bisa merasakan tempo detak jantungnya yang menjadi lebih cepat. Padahal tangan Jungkook hanya mengambil kunci mobilnya, bukan tangannya.
"Ayo,"
Rose tampaknya tidak mendengar ajakan Jungkook karena dirinya masih mematung di tempatnya. Akhirnya Jungkook melambaikan tangannya di depan wajah Rose hingga wanita itu tersadar. "I-iya? Kenapa?" tanya Rose.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disintegrated
RomanceKehidupan Rose seolah hancur hari itu. Di malam tepat sebelum pernikahannya, kekasihnya meninggalkannya untuk wanita lain. Kehancurannya itu akhirnya membawanya pada suatu kejadian tak terduga, yang justru membuatnya menghancurkan hidup orang lain. ...