Setelah menghabiskan waktu bermenit-menit lamanya untuk berlarian di sepanjang jalan, Soobin akhirnya mulai memelankan langkah dan berhenti untuk menarik napas sebanyak yang ia mampu. Di sebelahnya, Yeonjun sedang membukuk dalam, kedua tangannya bertopang pada lutut, dengan rakus ia mengembat pasokan udara. Mereka bearadu tatap sekilas ketika Yeonjun hendak bergerak menuju celah sekat-sekat bangunan bertingkat yang sempit, lalu duduk dengan payah.
Soobin tertawa pelan disela hembus napasnya yang keras. "Kau oke?"
Yeonjun mengangguk tetapi ada kerutan halus di dahinya yang lembab. "Ya."
Soobin berjongkok, berusaha menyejajarkan tubuhnya dengan Yeonjun walaupun ia tahu bahwa itu adalah usaha yang sia-sia. Napasnya kini sudah mulai pulih, hanya saja detak jantungnya yang memompa darah dengan kuat itu masih tak bisa tenang untuk sementara waktu, tentu ada alasan lain yang membuatnya seperti ini.
Sebelum ia menerima jawaban dari Yeonjun, gemuruh di dadanya tidak akan bisa tenang.
Karena Soobin sibuk menahan guncangan selama ia menunggu Yeonjun menjawab, ia tiba-tiba tidak bisa melihat wajah pahit lawan bicaranya.
Yeonjun sedang menimang dalam hati ketika Soobin menunjukan wajah penuh penantiannya, beberapa bulir keringat masih menempel di dahi putih itu, beberapa mulai mengalir menuju dagu lancipnya sebelum jatuh tanpa suara ke atas tanah. Napas Soobin sudah membaik tetapi pada beberapa tarikan dan hembusnya ada suara halus yang menyertai. Yeonjun tidak tau seberapa panas napas Soobin, tapi tanpa perlu menyentuh langsung kulitnya, wajah Yeonjun sudah merasa terbakar. Yeonjun menelan ludah, mencoba menghusir segala kecintaannya itu. Soobin terlalu bersinar di matanya, Yeonjun ragu, bagaimana nanti jika ia malah merusaknya?
Melihat dari jauh sudah cukup, Yeonjun tidak ingin egois untuk menyimpannya sendiri.
"Soobin kita tidak bisa. Maksudku, kau dan aku... bersahabat saja sudah cukup."
Sepasang alis hitam itu mengerut, ujung-ujungnya seakan hendak menyatu. Akal Soobin mendadak lebur. Senyum kecil yang awalnya masih terpajang pada wajah rupawan itu perlahan berubah menjadi garis horisonal. Dia benar-benar terkejut tapi tidak tau harus berekspresi apa.
"Tapi kenapa?"
Yeonjun langsung menyambar pertanyaan itu. "Aku hanya tidak mau."
Sesaat hening. Bibir Soobin terbuka kecil seolah ingin mengatakan sesuatu tetapi kembali ia rapatkan. Tidak tau harus mengatakan isi kepalanya atau tidak. Soobin pikir jawabannya sudah sangat jelas sebelumnya, tapi hari ini mendadak semuanya keluar jalur dan kehilangan arah. Bagaimana jika selama ini memang dirinya yang salah paham?
"Apa karena kau tidak menyukaiku, Yeonjun?" Walau suaranya sekecil bisikan, dalam ruang gerak yang terbatas ini Yeonjun tetap bisa mendengarnya dengan jelas.
Pertanyaan itu tak segera mendapat jawaban. Yeonjun mengeluh dalam hati kecilnya sambil memperingatkan diri. Segala yang ada pada diri Soobin, bahkan sebelum Yeonjun menyadari siapa Soobin sebenarnya, ketika ia pertama kali melihat lelaki itu duduk sambil memperhatikannya di dalam kelas, walau kesan pertama Yeonjun pada Soobin setelah bertahun-tahun tidak bertemu adalah lelaki tak tahu malu yang aneh, tapi Yeonjun diam-diam juga menyimpan kagum dalam hati yang pada saat itu juga segera ia bantah mentah-mentah. Setelah ia tahu bahwa Soobin adalah teman masa kecilnya, dia lebih berani jujur bahwa memang Soobin sangat bagus, semua hal yang melekat pada dirinya cocok, keren, tampan, luar biasa. Jadi bagaimana bisa Yeonjun tidak menyukainya?
Yeonjun tidak bisa berbohong pada dirinya sendiri dan tetap berkata jujur di depan wajah Soobin. "Tentu saja aku menyukaimu, kau yang paling aku suka, tapi tidak bisakah kita bersahabat saja? Hubungan seperti itu, aku tidak memerlukannya, aku tidak mau kau terikat padaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nap Of A Star
FanfictionYeonjun itu berbeda. Unik dengan caranya sendiri. Indah tetapi tidak disadari. Sayangnya, dia rapuh, rusak, nyaris hancur. Kalau Soobin lengah sedikit saja, Yeonjun mungkin akan tinggal kepingan memori yang menyakitkan. [On Going] Soobjun/Binjun Cho...