Pagi itu tidak ada hal istimewa yang terjadi, tapi entah mengapa senyum di wajah Beomgyu tak pernah luntur barang sedetik. Soobin memperhatikan lewat sudut matanya. Bahkan pemuda berambut karamel itu jauh terlihat lebih ramah pada siapa saja.
"Kau terus-terusan memandangiku seperti itu. Ada apa? Baru tahu kalau aku tampan." Beomgyu tersenyum lebih cerah lagi ketika mengatakannya. Hampir membuat Soobin memicing kesilauan.
"Tidak. Hanya penasaran mengapa pagi ini ada dua matahari?"
Tawa Beomgyu mengudara tanpa bisa dibendung, seisi kelas memperhatikannya dengan raut bingung, ada pula yang terkekeh geli melihat pola tingkahnya yang cukup manis dari biasanya.
Yeonjun menarik kursi yang hendak ia duduki. Melirik sebentar pada sepasang lelaki yang kini jadi pusat perhatian. Sepertinya hari ini mood Beomgyu sedang bagus, dan Soobin juga baik-baik saja.
Apa yang Yeonjun harapkan? Soobin menyambutnya? Mengucapkan salam lalu bertanya apa kabar? Menggelikan, kenapa belakangan dirinya jadi seperti gadis puber begini.
"Yeonjun, kapan kau datang?"
Ia tak lantas menjawab, melirikpun enggan. "Hari yang baik untuk jadi anak yang baik. Maka aku akan tidur dari sekarang." Lalu ia mulai memposisikan diri menuju alam mimpi.
Lagi-lagi anak itu bertingkah aneh, Soobin tak paham situasi apa yang kerap kali ia alami setelah kepindahannya ke sekolah ini. Ada kalanya Soobin mendapati Yeonjun menjadi anak yang baik, sedangkan Beomgyu akan mengerutkan dahi sepanjang hari. Ada pula saatnya ia menemukan Beomgyu layaknya bola energi yang bersinar-sinar penuh semangat, sedangkan Yeonjun seperti tanaman yang nyaris mati.
Terkadang Soobin berpikir mungkin beginilah dulu pertemanan mereka berakhir sebab keduanya tidak punya kecocokan sedikitpun. Mereka seperti dua sisi timbangan yang tidak pernah seimbang.
Jadi apakah Soobin harus berada di tengah keduanya untuk menjaga setiap sisi yang akan jatuh?
Soobin meringis, sudah seperti ini ia bahkan bisa-bisanya berpikir jadi pahlawan.
Meski begitu Soobin tidak bisa selamanya tutup mata dan pura-pura bodoh.
.
.
.
Entah habis tersambar petir di mana sehingga Woojin bisa dengan entengnya melipat kedua sisi lengan kemeja sekolahnya, lalu berlari kecil menghampiri Yeonjun yang sibuk dengan alat pel dan ember di sudut koridor. Biasanya, dia akan sengaja menghentak-hentakan sepatunya yang kotor, sengaja membuat noda dimana-mana lalu dengan tidak berperasaan akan duduk sambil menyalakan sebatang rokok dan mendadak jadi bak seorang komite kedisiplinan.
Kali ini dia bahkan berjinjit ketika melewati bagian yang sudah Yeonjun pel bersih. Mengesankan sekali, padahal Yeonjun sudah siap siaga dengan gagang pelnya jika kaki busuk pemuda itu meninggalkan jejak kebusukannya.
"Sini biar ku bantu."
Yeonjun menganga tak habis pikir ketika Woojin merampas alat pel dari tangannya, ia bahkan hampir lupa menutup mulutnya kembali kalau Woojin tidak memperingati.
"Kali ini apa lagi? Aku curiga setelah ini kau akan menyiram minyak ke lantai lalu memfitnahku."
Gerakan maju mundurnya ketika mengepel berhenti. Woojin pura-pura mengelap keringat padahal ia belum lama memulai kegiatannya.
"Apa kau akan tetap diam di sana dan membiarkanku bekerja sendirian? Aku bisa buat laporan kalau kau mengintimidasiku untuk mengerjakan semua hukumanmu."
Yeonjun tak lagi berkata-kata setelahnya walau ada keinginan untuk adu mulut, tapi ia memilih pergi ke toilet untuk mengambil alat pel lain.
Dari sudut matanya Woojin dapat lihat ketika Yeonjun meraih ember berisi air di dekatnya, lalu berlalu begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nap Of A Star
FanfictionYeonjun itu berbeda. Unik dengan caranya sendiri. Indah tetapi tidak disadari. Sayangnya, dia rapuh, rusak, nyaris hancur. Kalau Soobin lengah sedikit saja, Yeonjun mungkin akan tinggal kepingan memori yang menyakitkan. [On Going] Soobjun/Binjun Cho...