3. Milikku

3.5K 391 113
                                    

Yeonjun menjerit tak tau malu ketika nama Soobin tertera pada layar ponselnya yang berdering. Sekejap sengaja melupakan eksistensi lain di kamarnya yang ia yakini tidak akan terganggu akan suara gaduh yang ia ciptakan. Kerbau yang satu itu (Dia Taehyung, tentu saja) hanya akan membuka mata kalau matahari sudah benar-benar muncul, atau paling untung kalau alaramnya sudah berbunyi sepuluh kali. Jadi, bukan masalah besar untuk Yeonjun. Lagi pula ini kamarnya.

"Soobin! Kenapa baru telepon?" Todong Yeonjun dengan kalimat tanya sarat akan nada protes. Bibirnya mengerucut lucu. Sayang sekali, Soobin tidak dapat melihat itu.

Soobin terkekeh renyah di ujung sambungan, tau pasti bahwa teman semasa kecilnya kini sedang merajuk merajuk, "Maaf hyung, ayahku meminta bantuanku untuk memperbaiki motor kuno kesayangannya dan aku sama sekali tidak bisa menolak. Kau tau, aku terciprat oli dan rasanya malas sekali untuk mandi malam-malam begini." Adu Soobin.

Yeonjun tak dapat menahan tawa. Diam-diam membayangkan wajah Soobin yang penuh oli serta kaosnya yang mendadak bermotif absrud. Mungkin akan seru kalau Yeonjun ada di sana untuk mengolok penampilannya.

"Kau anak yang berbakti atau takut dimarahi?" Yeonjun mengatakannya sembari mematut diri pada cermin. Ia mendapati dirinya sudah seperti orang tidak waras-- Ya, katakanlah demikian karena sejauh yang ia ingat, ia tak pernah sekalipun menunggu telepon dari seseorang dan bereuforia ketika akhirnya ia mendapati ponselnya mendering.

Tunggu. Kemana perginya rencana merajuk yang ia siapkan manakala tak ada tanda-tanda panggilan masuk di menit ke empat puluh lima setelah jarum pendek jam melewati angka delapan?

"Hyung, sedang apa?"

"Aku?" Rambut yang masih setengah basah ia sibak pelan. Baru menyadari bahwa ia bahkan masih berbalut bathrobe, "Baru saja selesai mandi." Jawabnya.

"Jam segini? Kau bisa kena flu." Terdengar suara decakan dari seberang. Biar Yeonjun tebak, sebentar lagi pasti Soobin akan mulai petuah kolotnya.

"Lain kali jangan mandi terlalu malam. Itu tidak baik untuk kesehatanmu. Sekarang memang belum terasa, tapi nanti ketika kau mulai menua, kau akan jadi orang penyakitan."

"Oh, ayolah. Aku bukan anak kecil dan kau bukan orang tuaku, Choi Soobin."

"Choi Yeonjun..." Soobin memanggil namanya seperti seorang ibu yang tengah menegur anaknya. Yeonjun hanya bisa memutar bola matanya mendengar itu. Dulu, Soobin memang sering belagak mendewasainya dan kalau sudah begini, tandanya apa yang Soobin katakan tidak boleh dibantah.

"Baik, baik. Kau memang selalu benar dokter Choi." Yeonjun sekilas ingat, dulu Soobin sering dapat peran sebagai dokter ketika mereka bermain bersama.

Suara tawa renyah Soobin mengalun lembut. Entah sejak kapan menjadi salah satu hal yang Yeonjun favoritkan. Hatinya selalu menghangat ketika suara tawa itu sampai pada indra pendengarannya serta turut mengantarkan perasaan yang membuatnya tak bisa untuk tidak tersenyum juga.

"Aku cukup terkejut karena kau masih mengingat itu, tapi kenapa kau tidak mengenali wajahku, ya?"

"Sudah ku bilang, dulu kau jelek."

"Tapi aku ingat kau pernah bilang aku tampan."

"Omong kosong."

Kemudian tawa Soobin kembali mengudara.

"Soobin, besok kau pindah duduk denganku ya."

Yeonjun menggigit bibir bawahnya was-was. Ia tidak tau kenapa tiba-tiba berkata demikian. Ia tau kalau perkataannya konyol pun kekanakkan tetapi ia tak sedikitpun menyesal karena boleh jadi Soobin tidak akan menolak.

Nap Of A StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang