Koreksi jika ada typo. Selamat membaca..
•••
Rain duduk di sofa dan bersandar di bahu ayahnya. Ia memejamkan mata, menikmati usapan di kepalanya.
Mereka sedang di ruang keluarga dan bersantai, berdua saja tanpa Fani dan Nika. Fani sedang sibuk menidurkan Nika yang rewel karena masih sakit.
"Gimana sekolahnya tadi? Lancar kan? Ngga ada masalah kan?"
Rain masih memejamkan matanya dan hanya bergumam untuk menjawab pertanyaan dari ayahnya. Dia masih menikmati elusan di kepalanya.
"Kamu punya pacar di sekolah?"
Pertanyaan itu berhasil membuat Rain membuka matanya dan duduk tegak. Dia menatap ayahnya sambil mengerutkan dahinya karena bingung ayahnya tiba-tiba bertanya seperti itu.
"Ayah kenapa tiba-tiba nanya gitu ke Ain?"
"Ya remaja seumuran kamu kan biasanya lagi ngerasain cinta monyet. Sekolah sambil sekalian cari pacar, cari pengalaman di dunia percintaan." ayahnya menatap Rain dan tersenyum penuh arti.
"Rain engga tuh, Yah. Rain malah belum mikir buat cari pacar." Rain menyangkal perkataan ayahnya tadi.
Karna memang sejak dia masih mengenakan seragam putih biru, dia tidak pernah memikirkan tentang pacaran. Dia hanya pernah mengagumi salah satu teman seangkatannya, itu pun secara diam-diam.
"Ya iyalah kamu ngga ada pikiran cari pacar. Kamu kan perempuan emang seharusnya bukan nyari tapi dicari, emang seharusnya dikejar bukan mengejar."
"Berarti perempuan cuman diem aja, Yah? Engga berjuang dong? Tapi temen sekolah Ain banyak yang ngejar-ngejar cowok."
Ayahnya menghela napas sebelum menjawab pertanyaan dari anak gadisnya itu.
"Ya bukan berarti perempuan cuman diem aja. Biarin laki-laki berjuang dulu dapetin hati kamu. Ada kalanya juga perempuan berjuang. Perempuan juga berhak untuk menyuarakan isi hatinya asalkan tahu batasan sampai apa dan kapan dia berjuang, selebihnya biarkan para laki-laki yang berjuang."
"Nanti kalo udah berhasil dapetin hati kamu dan kalian pacaran. Sudah saatnya kamu berjuang. Kalian berjuang bersama buat menjaga hubungan itu supaya tetap langgeng--" Pras menjeda kalimatnya dan mencium kening Rain sekilas.
"--Disemua hubungan pasti ada aja masalahnya. Ngga ada hubungan yang berjalan mulus, pasti ada cobaan walaupun sebesar kerikil. Dan sudah kewajiban orang yang menjalin hubungan itu untuk menyelesaikan masalahnya."
"Semua masalah pasti ada jalan keluarnya, tuhan memberi kita masalah untuk menguji kita sudah sekuat apa untuk menghadapi cobaan hidup selanjutnya, tuhan memberi masalah ke kita supaya kita bisa lebih dewasa dan kita bisa metik pelajaran dari masalah itu."
"Intinya, kalau ada masalah dalam sebuah hubungan, selesaikan dan akhiri masalahnya, bukan hubungannya. Kalau lagi ada masalah dan kamu memilih mengakhiri hubungannya, itu artinya kamu ngga bertanggung jawab karena lari dari masalah. Semua kesalahan bisa diberi toleransi kecuali perselingkuhan dan kekerasan. Dan semua orang berhak dapat kesempatan kedua"
"Kalo kamu udah punya pacar, ngga papa, kok. Asalkan engga menganggu aktivitas belajar kamu. Kamu harus tetep fokus belajar dan jangan lupa kenalin ke ayah sama bunda dulu ya. Biar kita tahu dia anak yang baik atau bukan buat anak gadis ayah ini." Pras tersenyum lembut dan mencium kening Rain sekali lagi.
"Ayah, Rain belum kepikiran buat jadi pacar orang. Ayah bilang kaya gitu seakan-akan Rain lagi ada masalah sama pacar aja." Rain berucap dengan sedikit tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain | Slow Update
TienerfictieGimana sih rasanya dapet kasih sayang yang tulus dari kedua orang tua? Dan gimana rasanya kalo jadi korban pilih kasih dari ibunya sendiri? Itu yang lagi gue rasain sekarang. Gue rainastasya Anjani Putri, and this is my story.