Hukuman (2)

94 5 0
                                    

***

Silahkan koreksi jika ada typo:)
HAPPY READING AND ENJOY GUYS!!

***

Keringat mengucur di dahi Pandu dan Rain. Mereka baru saja menyelesaikan salah satu hukuman dari Pak Tyo. Memang tadi Rain digendong oleh Pandu mengelilingi lapangan sebanyak 5 kali. Tapi, cuaca pagi ini sangat panas, cukup membuat Rain ikut-ikutan berkeringat juga, walaupun keringatnya tidak sebanyak keringat Pandu.

Ditambah lagi banyak murid lain yang menyaksikan mereka tengah menjalani hukuman, membuat Pandu harus mempercepat laju larinya agar hukumannya cepat selesai karena tidak mau menanggung malu lebih lama lagi hanya karna hukuman yang menurut mereka konyol.

Kini, mereka berdua sedang beristirahat di bawah dua pohon rindang di sisi lapangan. Mereka duduk menyelonjorkan kaki dengan dua tangan menopang tubuh mereka di belakang.

"Gila aja Pak Tyo. Ngasih hukuman ngga kira-kira." Rain mengibas-ngibaskan tangannya karena gerah.

"Lo enak cuman tinggal anteng aja dipunggung gue. Lah gue harus gendong lo yang beratnya kaya gendong 2 karung beras." Pandu duduk di sebelah kanan Rain sambil mengacak-acak rambutnya yang basah karena keringat.

"Enak aja lo! Dari tadi gue nahan malu ya dilihatin anak-anak lain. Terus maksud lo apaan bilang gendong gue kaya gendong 2 karung beras? Gue ini langsing tahu ngga?" ya, memang Pandu hanya ingin menggoda Rain tadi, karena sebenarnya tubuh Rain tidak terlalu berat. Tapi kan tetap saja harus sambil berlari keliling lapangan.

Pandu bangun dari posisi duduknya. Meninggalkan Rain yang masih mengibas-ngibaskan tangannya dengan napas terengah-engah. Pandu berjalan menuju kantin sekolah.

"Woi! Mau kemana lo? Kita masih harus bersihin gudang sama beresin buku di perpus!" Rain berteriak menatap kepergian Pandu.

"Kantin!" Pandu menjawab singkat dengan sedikit berteriak dan tetap berjalan ke arah kantin.

Rain beranjak mengikuti Pandu. Karena setelah dipikir-pikir dirinya haus dan ingin beristirahat sebentar di kantin.

Tapi, baru tiga langkah dia meninggalkan lapangan. Tiba-tiba dia berhenti dan berpikir.

"Kalo entar ketahuan Pak Tyo bisa bahaya, tapi gue haus. ahh..bingung kan gue. Kantin, engga, kantin, engga, kantin, engga." batin Rain berkata. Kini dia menunduk sambil mengabsen jarinya satu persatu seperti sedang berhitung.

Tiba-tiba hawa dingin menyentuh pipi Rain. Rain mendongak dan terdapat Pandu yang menempelkan botol mineral dingin pada pipi kiri Rain. Alis pandu terangkat satu dengan ekspresi manahan tawa.

"Lo ngapain ngitung-ngitung jari gitu? Jari lo ilang satu?" Rain diam tak menjawab, dia malah fokus memperhatikan wajah Pandu.

Netra hitam pekatnya, hidung mancung, bibir tipisnya, dan jangan lupakan alis tebalnya. Rain jadi berpikir, mengapa kebanyakan pria memiliki alis lebih tebal dari pada perempuan? Jika alis perempuan tebal, pasti tidak usah susah-susah memakai pensil alis saat make up.

"Woii! Ditanyain malah ngalamun liatin gue. Gue tahu gue ganteng, tapi jangan natap-natap gue gitu. Kalo lo jatuh cinta bahaya. Gue kagak mau tanggung jawab." Rain tersentak dan mengerjapkan matanya seolah-olah dia tertarik kembali ke alam sadarnya.

Rain menatap air mineral yang ada di tangan kanan Pandu. Dengan kasar Rain merebut botol mineral yang ada di tangan Pandu. Lalu meneguknya hingga tinggal setengah.

"Buset dah, ngga minum berapa hari, Neng?" Pandu menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Rain.

"Apaan sih lo! Udah ah, ayo buruan ke gudang. Biar cepet selesai hukumannya. Gue ngga mau ya lama-lama berduaan sama lo." Rain melenggang pergi meninggalkan Pandu yang masih diam di tempat.

Rain menoleh ke belakang karena merasa Pandu tidak mengikutinya.

"Ayo buruan! Eh tapi lo mampir ke ruang alat kebersihan dulu ya, ambil alat-alatnya! Gue tunggu di gudang." kini Pandu mendengus karena dengan seenaknya Rain meninggalkan dirinya tanpa mengucapkan terima kasih karena telah membelikannya minuman dan malah menyuruhnya mengambil alat-alat untuk membersihkan gudang.

Tapi tidak lama dia juga beranjak menuju tempat alat kebersihan dan segera menyusul Rain ke gudang.

•••

Sesampainya di gudang mereka langsung membersihkannya. Terkadang mereka terbatuk-batuk karena banyak debu yang beterbangan.

Mereka menyapu, mengepel, dan menata kembali barang-barang yang sekiranya tidak sesuai pada tempatnya.

"Tarik, Sis! Semongko!" ucapan Pandu langsung mengalihkan perhatian Rain  yang sedang menata beberapa barang di pojok ruangan.

Dilihatnya Pandu yang sedang menarik kursi untuk dirapikan, "Tarik, Sis! Semongko!" ujar Pandu lagi saat menarik kursi.

"Diem, deh! Berisik tahu nggak?"

"Biar ngga sepi-sepi amat, lama-lama horor kalo sepi. Masih mending lo dengerin suara gue, dari pada suara ketawa mbak-mbak Kunti, kan serem." Pandu bergidik dengan ucapannya sendiri.

Rain yang mendengar itu pun juga bergidik dan rasanya ingin menghajar Pandu. Apakah Pandu berniat menakut-nakutinya?

Rain meraih kemoceng yang ada didekatnya dan mengarahkannya pada Pandu. Berniat ingin memukulnya. Tapi lagi-lagi ucapan Pandu menghentikan niatnya.

"Ampun Bang Jago." Pandu sedikit merendahkan tubuhnya dan menunduk sambil menyatukan kedua tangan di atas kepalanya.

"Lo ngapain, sih? Perasaan sewot mulu sama gue."

"Yang lo ngeselin sih jadi orang!" Rain menghentakkan kakinya kesal dan kembali menjalankan hukumannya agar segera berpisah dengan orang aneh satu ini.

Pandu pun juga sama, tak banyak bicara lagi. Takut membuat Rain tambah kesal padanya dan mengamuk padanya. Siapa tahu kan Rain kalau marah menjadi seperti macan betina?

Mereka berdua berkacak pinggang di dekat pintu dan menatap hasil pekerjaan mereka.

"Ahh! akhirnya selesai juga. Capek gue." Rain melepas ikatan pada rambutnya yang memang dari hukuman pertama tadi sudah dia ikat.

"Halah! Dasar lemah, baru gini doang aja udah capek! Gue yang udah gendong lo sambil lari, pergi ke kantin beliin lo minum, ke ruang kebersihan ambil alat-alat, plus bersihin gudang, biasa aja, tuh! Biasanya juga jadi babu emak lo kan pasti di rumah?" Pandu mencibir.

"Apaan sih dari tadi ngejek gue mulu. Terserah gue lah mau ngomong apaan, mulut-mulut gue kok lo yang sewot sih." Rain memukul-mukul tangan Pandu menggunakan gagang pel karena kesal.

"eh, iya-iya, ampun Rain! Sakit nih. Udah woi berenti!" Pandu mengangkat tangannya ke samping telinga membentuk simbol peace dan meringis menunjukkan gigi rapinya.

Lucu. Pikir Rain tanpa sadar.

"Lagian lo tuh ya, ngeselin banget tau ngga?" Rain berjalan keluar gudang meninggalkan Pandu yang masih di dalam.

"Ekhem!" baru saja Rain sampai pintu keluar, tiba-tiba terdengar deheman seseorang dari pintu gudang memberhentikan langkahnya.

***
Makasih buat yang udah baca cerita aku.
Vote dan komen kalian sangat berharga buat penulis amatiran kaya aku. Kalo ada kritik dan saran silahkan kirim pesan ya:)

Salam hangat
-Rf

***


Rain | Slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang