Perjanjian

42 1 0
                                    

***
Silahkan koreksi jika ada typo:)
HAPPY READING AND ENJOY GUYS!!

***

Kini keluarga Rain sedang sarapan. Hanya saja pagi ini Nika tidak ikut karena dia demam. Jadi hanya ada Pras, Fani, dan Rain. Mereka makan dalam hening, hanya suara dentingan sendok yang bertemu piring.

"Rain, kamu berangkat sama ayah aja ya. Sekalian," ucap Pras saat Rain baru saja selesai meminum segelas susu.

"Kan kantor ayah beda arah sama sekolahan Rain. Biar Rain berangkat sendiri aja, biasanya juga berangkat sendiri kok." tolak halus Rain, sebenarnya ia ingin berangkat dengan ayahnya. Tapi ia tahu pasti hal itu akan membuat sang mama makin membencinya, pasti mamanya akan mengatakan bahwa dia anak manja yang harus diantar ke sekolah.

"Ngga apa-apa, sekali-sekali, Ra. Ayah udah jarang loh ngantar kamu ke sekolah semenjak kamu SMA." mendengar hal itu, Rain menghela napas panjang. Memikirkan apakah dia akan berangkat bersama atau berangkat sendiri seperti biasa.

"Udah ayo, cuma berangkat sama ayah aja kok pake mikir sih, Nak." Pras bangkit dari duduknya, menghampiri sang istri. Bersalaman dan mencium keningnya.

"Kalo sampe nanti siang Nika masih panas, bawa ke dokter aja ya, Bun. Jangan lupa kasih dia obat." pesan Pras sebelum dia mengambil tas kerjanya di sofa ruang keluarga yang jaraknya sekitar 3 meter dari meja makan.

"Bun, Rain berangkat sekolah dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." seperti biasa, mamanya menjawab singkat dan mengabaikan tangannya yang akan menyalimi sang mama.

Pras yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya.

Kapan kamu mau berubah seperti dulu, Fan? Padahal dulu kamu yang paling mempertahankan keberadaan Rain -batin Pras melihat istrinya semakin hari semakin tak menganggap kehadiran Rain.

Fani menatap kepergian mobil yang membawa Pras dan Rain dari pintu utama. Kemudian menutup pintu saat mobil itu sudah hilang dari jarak pandangnya.

•••

"Bagaimana sekolah kamu, Ra?" tanya Pras memecah keheningan di dalam mobil.

"Lancar kok, Yah," balas Rain sambil memaksakan senyumnya.

Pras yang melihat itu menghela napas, sebelum akhirnya mendekati putrinya dan menarik kepalanya untuk bersandar pada dada bidang Pras. Pras mengusap puncak kepala Rain.

"Kamu yang sabar ya, Ra sama sikap bunda kamu." Pras tersenyum tulus, memberi kekuatan pada putrinya itu.

•••

Dilain tempat, diwaktu yang sama Pandu menunggu seseorang untuk berangkat sekolah bersama. Entah setan apa yang merasukinya hingga dia bangun pagi. Padahal dia sering kali terlambat.

"Sorry, gue lama ya?" seorang gadis terengah-engah karena berlari menghampiri Pandu.  Rambut gadis itu acak-acakan karena tidak dikuncir.

"Engga, baru gue 15 menit jadi patung selamat datang," jawab Pandu sedikit menyindir karena menurutnya 15 menit berdiri di samping motor sport-nya di depan pintu masuk sebuah perumahan sangatlah lama.

"Maaf, tadi gue bangunnya agak telat." Gadis itu mengeluarkan handphone-nya dari kantung seragamnya. Menyodorkan pada Pandu yang langsung diraih oleh Pandu. Tapi gadis itu langsung menarik kembali benda persegi panjang itu.

"Sesuai perjanjian. Oke?" gadis itu menyodorkan tangan kanannya pada Pandu dan langsung dijabat oleh Pandu.

"Oke. Deal!" Pandu menaiki motornya dan menyalakannya.

"Buruan naik, Tas!"

Ya, gadis itu adalah Tasya Pangestika, sahabat Rain. Mereka kemarin sudah chatingan lewat whatsapp  untuk berangkat bersama. Tapi sebenarnya ada perjanjian yang lain dibalik ini semua. Hanya mereka berdualah yang tahu.

"Jangan ngebut-ngebut ya, awas aja kalo lo sampe ngebut!" Tasya memakai helm miliknya yang sudah dibawanya dari rumah.

"Ck! Iya-iya, bawel lo!"  Pandu melajukan motornya meninggalkan debu yang beterbangan karena tiupan angin dari knalpot.

•••

"Hati-hati ya, belajar yang bener anak ayah. Jangan ikut temen yang suka bolos!" Pras memberi pesan pada Rain saat Rain akan turun dari mobil karena sudah sampai di sekolahnya.

"Iya, Yah! Aku sekolah dulu ya, assalamualaikum." Rain menyalimi tangan Pras.

"Waalaikumsalam."

Bersamaan dengan pintu mobil Pras yang tertutup, motor sport milik Pandu tiba dan melewati Rain. Tasya yang melihat itu melambai-lambaikan tangannya dan tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putihnya.

Rain mengerutkan dahinya, berpikir bagaimana mereka berdua bisa berangkat bersama.

Ah,mungkin aja kaya gue kemarin. Ngga sengaja ketemu di jalan.-Putus Rain kemudian melanjutkan jalannya. Tapi,tunggu dulu..

Kenapa juga Rain harus memikirkan bagaimana mereka berangkat bersama, toh tidak ada hubungannya dengan dia. Rain menggelengkan kepalanya memikirkan itu. Tanpa sadar dia sudah sampai di tempat parkir.

"Ra, ayo ke kelas!" seru Tasya yang melihat Rain.

"Kok lo bisa bareng dia?" tanya Rain karena penasaran.

"Ngga sengaja tadi ketemu di jalan. Iyakan, Pan?" Tasya melirik Pandu yang berdiri di sampingnya. Menginjak kaki Pandu untuk memberi kode. Tapi gelagat aneh itu tertangkap oleh mata Rain. Rain mengerutkan dahinya. Ada apa sih?

"Eh iya, Ra. Tadi ngga sengaja pas gue habis isi bensin." Pandu menggaruk tengkuknya.

"Hah? Emang daerah rumah Lo ada tempat isi bensin, Sya? Seinget Gue ngga ada deh." Rain makin dibuat bingung.

"Ini mulut suka kagak bisa diajak kompromi deh, ah!" Pandu berbisik dan menepuk kesal mulutnya.

"Maksud gue tuh pas Gue abis ngisi perut, makan bubur ayam." untung saja Pandu ingat ada penjual bubur ayam di dekat rumah Tasya.

Oh. Rain menganggukkan kepalanya tanda ia paham.

"Ya udah yuk ke kelas!" seru Tasya langsung menarik tangan Rain untuk pergi.

***
Makasih buat yang udah baca cerita aku.
Vote dan komen kalian sangat berharga buat penulis amatiran kaya aku. Kalo ada kritik dan saran silahkan kirim pesan ya:)

Salam hangat
-Rf

***

Rain | Slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang