19 : Decision

246 38 2
                                    


"Mungkin ini tidak bisa banyak membantumu, tapi nenek harap kamu bisa mengambil keputusan lebih bijak dari keputusan yang nenek ambil."

Setelah berbicara seperti itu, nenek Maiko pergi begitu saja, meninggalkan Maiko dengan beribu-ribu pertanyaan dikepalanya.

Maiko sekali lagi menatap buku usang didepannya, kemudian membuka lembaran kedua buku tersebut lalu beberapa saat kemudian diapun tenggelam didalam tulisan tangan milik neneknya, Naomi Kobayashi.

beberapa jam kemudian

"Nenek memilih... untuk kembali? Terlepas dari semua yang nenek alami disini, bukankah harusnya dia lebih bahagia disana?" Gumam Maiko, tak mengerti sama sekali jalan pikir neneknya karena memilih untuk kembali.

Walaupun dijelaskan didalam buku bahwa dia memilih keluarganya, tapi Maiko tak menerima itu. Maupun keluarga tetapi kalau diperlakukan seperti itu siapa yang mau kembali?

Maiko's pov

Aku mengerutkan kening.
Tidak sekalipun nenek menuliskan kata menyesal didalam buku ini. Dia berkata bahwa kalau saja dia tidak kembali dia mungkin tak akan melahirkan ibu, dan paman-pamanku yang merupakan anak-anaknya. Aku tersenyum tipis, walaupun belum mengerti perasaan bersyukur dan menyayangi anak seperti itu, tetapi aku mengerti rasa kasih sayang nenek kepada kami seberapa besar.

Aku kemudian berpikir, apa maksud nenek memberikanku buku ini yang tak pernah ia berikan kepada orang lain.

"Maiko! Cepat masuk! Udah mau malem."
Aku kemudian melihat kearah sumber suara, dan melihat kakak sedang berjalan kearahku.

Aku tersenyum kearahnya, lalu segera berdiri dan berlari kearahnya untuk segera masuk kedalam rumah.

Aku dan kakak pun berjalan bersama.

"Dasar, kamu baca buku? Buku apa tuh?"
Kakak berusaha meraih buku di tanganku, tetapi aku dengan cepat menarik buku itu menjauh dari tangannya lalu menggeleng.

"Nggak, bukan buku apa-apa. Bukunya terlarang kalo dibaca ama kakak, bleh." Ujarku sedikir bercanda sambil mengulurkan lidah kepada kakakku membuatnya mendengus kesal dan kemudian mengacak-acak rambutku.

"Idih, sana masuk. Hanna dari tadi nyariin kamu."
Ucap kakak lalu pergi.

Malamnya, jam 01:23 tengah malam.

Aku tak bisa tidur karena terus memikirkan tentang keputusan apa yang harus kuambil.

Saat ini aku sedang bediri di balkon kamar, mengenakan piama lalu menutupi seluruh tubuhku dengan selimut tebal karena angin malam yang bertiup pelan tetapi dingin. Buku dari nenek yang tak pernah sekalipun ku lepas dari genggaman tanganku, setidaknya sedikit membuatku tenang seperti merasa bahwa nenek akan mendukung keputusanku bagaimanapun juga.

Aku kemudian menatap langit malam yang dipenuhi oleh bintang yang berhamburan, bulan yang berbentuk bulat sempurna dan terang benderang menerangi balkon kamar.

Seketika, langit malam itu membawa memori tentangnya.
Siapa lagi kalau bukan si kapten Levi itu.

Aku sendiri tidak menyangka hal seperti ini menjadi hal yang begitu nyata dan ada. Padahal aku selalu mencintai kapten Levi tetapi tak pernah sekalipun menganggapnya ada dan nyata, karena aku sendiri kadang menganggap hal seperti itu hal yang konyol.

Tapi aku sudah melihatnya tepat didepan mataku.

Aku tersenyum lebar sembari menatap langit, mengingat pelukannya yang begitu kaku namun aku juga masih mengingat adanya kehangatan dari pelukan kaku nya itu.

Another World [LEVI FANFICT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang