TLS 1

1.5K 141 15
                                    

Chaeyoung bangun dengan memegang kepalanya yang terasa sangat berat, dengan terduduk menahan kepalanya dengan salah satu tangannya, Chaeyoung mengedarkan pandangannya disebuah ruangan yang sangat asing untuknya. Chaeyoung menundukkan kepalanya mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya, Chaeyoung menggelengkan kepalanya, sama sekali dia tidak mengingat apapun, tidak ada ingatan yang tersisa dalam kepalanya. Chaeyoung kembali merebahkan tubuhnya merasakan kepalanya yang terasa berat dan sakit, dengan memejamkan matanya Chaeyoung mencoba mengatur nafasnya yang mulai terasa berat merasakan sakit yang menyiksa kepalanya yang akhirnya membuatnya terlelap kembali dalam tidurnya.


Rosé bangun dari tidurnya meraih segelas air putih yang terletak diatas meja di samping ranjangnya, mimpi apa dia semalam kenapa tubuhnya terasa sangat remuk dan keringat yang mengalir di tubuhnya membuatnya semakin bingung, sebenarnya apa yang sudah dia lakukan didalam mimpinya. Rosé yang merasa matahari mulai masuk kedalam kamarnya membuatnya merasa ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang terlewatkan olehnya, Rosé dengan perlahan melirik ke arah jam digitalnya yang dia letakkan diatas ranjang tidurnya.

" Oh, Shitt. "

Umpatnya yang buru-buru bangun menuju kamar mandi, dengan cepat dia membuka pakaian dan membuangnya ke sembarang arah. Tak membutuhkan waktu lama untuknya keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk ditubuhnya dengan air yang masih menetes dari rambut panjangnya. Lagi dengan asal dia meraih pakaian dari lemarinya secepat mungkin sambil melirik lagi ke arah jam yang semakin membuatnya bertambah panik.

"Mampus, telat lagi. Potong gaji lagi!!!"

Rosé meraih tas dan kunci mobilnya secepat kilat tak ingin melewatkan barang sedetikpun dalam hidupnya. Rosé mengeluarkan ponselnya mencoba menghubungi seseorang yang justru tak mengangkat panggilan darinya, merasa kesal Rosé melempar asal ponselnya keatas kursi penumpang. Tangannya memukul setir mobilnya melihat antrian panjang mobil di pagi ini, macet lagi, macet lagi yang harus dia hadapi setiap harinya, apa yang mereka lakukan pagi-pagi dijalanan sebenarnya. Rosé memainkan jarinya diatas kemudinya, kali ini dia benar-benar berharap agar dia tidak dipecat dari pekerjaannya pikirnya.

"Apa yang kamu lakukan, ini lebih dari satu jam kamu terlambat Rosé." Lisa berbisik pada Rosé yang masih berkutat dengan tas, menyalakan PC, dan mengeluarkan beberapa berkas dari laci kerjanya dengan sesekali bertukar pandangan dengan Lisa.

"Jalanan sangat macet Lisa, jangan salahkan aku kalau aku terlambat." Umpat Rose

"Lalu aku harus menyalahkan siapa Rosé? Aspal? beton? Mobil? Motor? Atau si Komo yang lewat?" Lisa memperagakan bagaimana Komo berjalan.

"Benar, salahkan mereka kenapa selalu membuat macet." Bantah Rose kesal.

"Terserah saja, jangan lupa hari ini kita harus meeting di luar dan jangan bilang kalau kamu lupa mengerjakan proposal kerjanya." kali ini Lisa memasang wajah seriusnya karena ini juga menyangkut nasibnya.

"Ya Tuhan, Lisa. Kenapa kamu berisik banget sih. Sudah aku kerjakan hanya saja aku lupa membawanya." Rosé mengatakan dengan lirih pada bagian belakangnya agar Lisa tak mendengarnya.

"Apa kamu bilang?! Kenapa sifatmu ini tidak pernah berubah Rosé?" Lisa memegang kepalanya yang terasa pusing tiba-tiba.

"Kita bisa mengambilnya sebelum kesana, sudah jangan berisik, aku kerjain dulu tumpukan berkas ini sebelum nambah lagi." Tangan Rose menunjuk tumpukan dokumen di atas meja.

Lisa menggelengkan kepalanya merasa takjub, meninggalkan Rosé dan kembali ke meja kerjanya sendiri, temannya ini terlalu santai bahkan amat sangat santai seperti tidak ada beban hidup sama sekali. Di satu sisi itu adalah hal yang baik tapi di satu sisi itu adalah hal yang sangat menyebalkan setidaknya bagi dia. Rosé terus membuka setiap dokumen di atas mejanya satu persatu, pekerjaannya ini sangat membosankan tapi dia tidak ada pilihan lain selain terus berangkat bekerja karena hidupnya membutuhkan biaya, begitu juga orang tuanya yang selalu menunggu uang pemberian darinya setiap bulannya, inilah beratnya menjadi anak tunggal.

The Lost SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang