perfect crime (1)

197 27 1
                                    

bagaimana jika kamu menyukai seorang pembunuh yang membunuh keluargamu sendiri?

"Aku sangat mencintainya. Walaupun aku tahu dia melakukan itu semua." - Seulgi

"Aku ingin mencintainya. Namun, aku tidak ditakdirkan untuk mencintai semua hal, termasuk dia." - Jimin


⚠️Cerita ini hanya fiktif belaka ⚠️

----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


02:13, 9 Februari 2019

Pria itu menatap dua orang paruh baya, suami istri yang sedang tertidur pulas. Dengan lampu kamar yang temaram, hampir gelap, ia menodongkan pistolnya tepat pada arah jantung suami. Dua menit berlalu, namun ia tak kunjung menembak.

Sebelah tangannya menatap kertas kecil yang ditulisi "Kill" , tulisan yang ia tulis sebelum ke sini. Dia masih memikirkan pembicaraannya dengan kliennya dua hari yang lalu.

Urusan apa lagi?

Urusan bisnis. Dan ya, mereka memiliki anak gadis, dia mahasiswi kedokteran.

Kau berani bayar berapa?

Berapapun yang keluar dari mulutmu.

Beri aku waktu dua hari, besoknya kau akan mendengar berita.

DOR! DOR!

Berhenti sejenak, kemudian kembali menarik pelatuk.

DOR! DOR!

Darah memuncrat ke wajah pria itu. Tepat masing-masing dua kali tembakan di jantung dan kepala kedua suami istri itu, kini mereka berdua tewas tak berdaya di tangan seseorang yang tak di kenal.

Tiba-tiba, pintu berdecit membesar.

"Kenapa.....?" Ucap gadis itu lemah, melihat darah bercucuran di kasur orang tuanya, sekaligus melihat pria itu.

"Kenapa kau membunuh mereka?" Tanyanya lagi.

Pria itu menodongkan pistolnya ke arah gadis itu, tak kunjung menembaknya. Ada sekelebat perasaan yang ia tidak mengerti saat melihat gadis itu. Pria itu memperbaiki masker hitamnya ke atas.

"Apa salah mereka kepadamu?" Suaranya bergetar.

"Berhenti." Ucap pria itu berat, sangat dalam. Gadis itu berhenti setelah mendengarnya. Air matanya turun, tangannya gemetar hebat.

"Aku tidak akan mengatakan apa-apa pada polisi. Tapi, jawab aku. Mengapa kau membunuh mereka?" Tanya gadis itu dengan suara gemetar.

Pria itu tidak menarik pelatuk pistolnya. 

Tembak dia, sialan!

"Hanya itu yang ingin aku tahu." Suara gadis itu bergetar hebat.

Tak menunggu lama, melewati jendela ia kabur tak terdeteksi. Lima menit kemudian, mobil polisi dan ambulans segera datang, merengsek masuk ke dalam rumah setelah di telepon warga yang mendengar suara tembakan. Warga pun kini ikut penasaran dengan apa yang terjadi, sekilas setelah mengetahui itu, ada yang merasa takut dan menangis.

"Beri jalan!" Teriak polisi yang membawa anak gadis dari suami istri yang dibunuh, melapisinya dengan selimut. Wajahnya pucat, setelah melihat orang tuanya bercucuran darah, hingga nyaris kepalanya hancur.

"Kau akan baik-baik saja." Ucap polisi itu. "Apa yang kau lihat di dalam sana?" Tanya polisi itu dengan halus.

Gadis itu menggeleng. Ia akan mencari tahu sendiri siapa yang membunuh orang tuanya. Ia membenci orang itu, namun perasaannya mengatakan tak begitu membenci.

Satu suara yang ia dengar itu, akan ia ingat.

"Tenangkan dirimu. Besok ceritakanlah semua yang sudah kau lihat kepada kami, Kang Seulgi."

Tak ada yang tahu, Seulgi menggenggam kertas kecil dengan tulisan Kill.


2021

"Bisa kau bantu carikan aku rumah di foto ini sekarang? " Masih dengan seragam dokternya, ia meminta tolong kepada teman baiknya yang seorang hacker di balkon rumah sakit.

"Kau menyuruhku ke sini hanya karena ini, Kang Seulgi?" Taeyong memutar bola matanya.

"Bantu aku." Seulgi memohon.

"Hhhh... Baiklah. Sebentar."

Selang berapa menit, Taeyong menghentikan kerja tangannya di laptopnya. Menatap heran kepada Seulgi.

"Kau punya urusan apa ke alamat ini?"

"Kau sudah menemukannya? Lihat!" Ucap Seulgi, meraih laptop Taeyong.

"Kau benar-benar akan ke sini? Lihat! Di sini sangat kotor! Banyak hantunya! Apa yang kau cari?!" Kesal Taeyong.

"Pa-pasienku yang sekarat ingin bertemu kakaknya! Ka-kakaknya berada di situ!" Ucap Seulgi, mengharapkan Taeyong percaya.

"Baiklah... Jika itu urusan pasienmu." Ucap Taeyong lalu menutup laptopnya. "Aku pergi dulu. Aku sudah tidak punya urusan denganmu." Ucap Taeyong lagi dan pergi.

"Ayah, ibu, aku menemukannya." Ucap Seulgi.

***

Setelah memarkirkan mobilnya di jalan besar, ia turun dan melangkah melewati jalan-jalan kecil. Mobilnya tentu tak bisa masuk. Tangannya gemetar membawa tas kecil yang selalu ia bawa. Jalanan ini di malam hari sangatlah gelap, lampu yang temaram atau bahkan mati dan nyala lagi.

Ia bergegas ke sini setelah berganti staff dengan rekannya. Mencari alamat yang Taeyong temukan siang tadi.

Mencari sesuatu yang selama dua tahun ini ia cari. Bukan balas dendam, melainkan ingin tahu mengapa orang itu membunuh orang tuanya. Di mulai dari kertas yang bertuliskan kill itu, mengidentifikasi sidik jarinya pada polisi (rekannya), beralasankan ia hanya ingin tahu bagaimana sistem kerja sidik jari, lalu tidak ada siapapun yang teridentifikasi dari kertas itu.

Pembunuh itu benar-benar merahasiakan identitasnya. Taeyong selama dua tahun ini membantunya, menemukan nama orang yang memiliki sidik jari itu, namun wajahnya enggan ditemukan. 

Hingga ia menemukan foto rumah itu lagi dengan bantuan Taeyong. dan sekarang, alamatnya.

Seulgi berdiri tepat di depan pintu rumah yang ia yakini merupakan rumah si pembunuh itu. Mengetuknya tiga kali, lalu memasukkan tangannya ke dalam tasnya segera mengeluarkannya.

Tepat orang itu membuka pintu, Seulgi mengeluarkan pistol, menodongkannya tepat pada arah kepala pemuda itu.

"Aku menemukanmu. Park Jimin."


- To be continued -

*lanjut besok ges~

OUR PROMISE, pjm x ksg #SEULMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang