Song 05: Lullaby 📼

367 42 20
                                    

Rules:
Kalian sebebasnya boleh membayangkan siapa aku dan siapa kamu disini. Bisa dirimu dengan orang yang sedang di dalam pikiran, tapi secara default, "aku" sebagai Seulgi dan "kamu" sebagai Irene atau sebaliknya. Tergantung bagaimana kalian memvisualikannya
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Selamat membaca :]



Aku sekarang sedang berada di studio rekamanku di Korea, mengerjakan proyek baru untuk lagu baruku. Aku mengalami sakit kepala beberapa hari ini. Aku sudah berada di Korea hampir entah berapa seminggu. Namun entah mengapa otakku tidak mau menyelesaikan lagu yang sedang ku buat ini.

Jam menunjukkan angka hampir tengah malam, dan aku masih berkutat dengan komputerku, sampai bunyi dering handphone membuyarkan fokusku.

Ternyata sebuah video call yang masuk. Aku mengangkatnya dan gambar yang muncul di layar handphone-ku mampu membuatku untuk tersenyum lebar dan membuat mataku juga ikut tersenyum.

“Papa!!”, ucap gadis kecil yang muncul dalam layar teleponku.

“Hei~ anak papa~ dedek Yerim baru bangun tidur ya?”, tanyaku pada Yerim, anakku yang baru saja berusia 5 tahun. Dia sangat terlihat mirip istriku dibandingkan aku. Tapi tak apa, aku tidak keberatan, toh istriku begitu cantiknya jika kalian tau.

“Noooo sleeep~”, rengek Yerim sambil tersenyum ke arahku.

“Eh.. kenapa kok adek nggak tidur?”, aku tersenyum, namun dadaku terasa seperti sedikit tersayat. Sepertinya aku merindukan keluarga kecilku. Seminggu jauh dari mereka cukup menyiksaku. Tiba-tiba sesosok wanita yang lebih tua masuk ke dalam frame kamera.

“Anak kamu itu kangen kamu, sayang.. Eh kamu dimana sekarang?”, seseorang bertanya posisiku, yang tidak lain dan tidak bukan itu adalah dirimu. Istirku.

“Waaa papa kangen kamu dek, kangen banget~ dan hai istri~ aku masih di studio ni.. Istri aku kangen nggak sama suaminya?”, tanyaku sambil menggodamu yang kini sudah mengambil alih telepon. Aku pun berpindah duduk dari yang awalnya berada di depan laptop menuju sofa yang berada di belakang. Aku pun menyamankan diriku pada sofa dan berbaring terlentang di atasnya. Dari layar, aku dapat melihat kamu dan Yerim sedang berada di dapur di rumah kita yang berada di Swiss. Yerim ternyata sedang sibuk mengunyah croffle dengan es krim vanilla dan tidak peduli dengan pembicaraanku denganmu sekarang.

“Heh? Kamu berapa lama di studio?”, tanyamu sambil menunjukkan raut wajah khawatirmu secara bersamaan.

“Hampir seminggu sayang.. Eh itu bikin croffle ya?”, tanya ku yang mencoba untuk mengalihkan pembicaraan agar kamu tidak mengomel padaku karena menghabiskan waktu terlalu banyak di studio kali ini.

“Kang Seulgi….”, kau menyebut namaku seraya menyatakan agar tidak mengalihkan pembicaraan perihal kebiasaan gila kerjaku ini.

“Iya sayang.. Maaf ya.. Aku coba buat segera selesaiin ini semua itu biar bisa cepet pulang loh..”, ucapku mencoba untuk menjelaskan kepadamu.

“Iyaa tau.. Tapi kalo kamu kecapean gimana? Kalo mimisan lagi gimana? Aku sama kamu lagi jauh loh Gi.. Jaga kesehatan..”, omelmu dengan nada yang halus, bukannya mendengarkannya yang ada aku hanya tersenyum hangat dan membalikkan tubuhku kesamping sehingga aku bisa lebih nyaman menatap wajah khawatirmu yang cantik itu dari layar kameraku.

“Yang.. kamu dengerin aku nggak sih?”, tanyamu lagi yang kini menunjukkan wajah kesal.

“Denger kok, Yang.. Eh tadi pertanyaan ku belum di jawab loh…”, jawabku dengan nada yang menggoda.

“Pertanyaan yang mana?”, tentu jawabanku makin membuatmu sebal dan menjawabku dengan sedikit ketus. Astaga, manis sekali istriku.

“Apakah mbak istri merindukanku? Jujur lah sayang”, tanyaku kembali kali ini tidak menggodanya, namun lebih ke arah khawatir karena walau dari layar handphone aku dapat melihat jelas kamu terlihat sedikit lelah dan pucat.

Story of Playlist: One-shot CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang