Song 13: Aphrodite 📼

281 40 14
                                    

Rules:
Kalian sebebasnya boleh membayangkan siapa aku dan siapa kamu disini. Bisa dirimu dengan orang yang sedang di dalam pikiran, tapi secara default, "aku" sebagai Seulgi dan "kamu" sebagai Irene atau sebaliknya. Tergantung bagaimana kalian memvisualikannya

P.s. I found this song is so alluring.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Selamat membaca :]

Apa yang kalian bayangkan ketika mendengar nama yang tak asing itu. Ketika kalian mendengar 'Aphrodite'. Kalian pasti berpikir sang dewi cinta dan kecantikannya. Ku tak pernah terlalu percaya dengan 'bualan' para pendongeng tentang dewi dan dewa yunani itu. Semua hal itu hanyalah khayalan semata. Sampai di suatu ketika sebuah mata nan indah milikmu itu memandang sama dalamnya dengan diriku sekarang.

Beberapa hari sebelum hari ini.

"Dude?! Are you wake now?", tanya seseorang dari ujung saluran handphone ku.

Fucking, Jesus Christ. Siapapun itu mengganggu tidur nyenyak ku diakhir pekan kali ini.

"For loving God! Bisakah kau tidak berteriak? Kau membuat kepalaku pusing", ucapku yang sedikit memberikan pijatan pada pelipis ku yang mendadak berkedut. Apa ini sebenarnya efek alkohol semalam? Entahlah. Aku terlalu banyak minum sepertinya.

"Apa maumu?!", tanyaku lagi dengan suara serak ku kini terdengar yang lebih kasar.

"Chilax, dude.. Ada apa denganmu?, Seperti seseorang yang belum meniduri siapapun dalam kurung waktu yang lama" ucap orang itu dengan nada mengejek.

"Jika kau lupa, Wendy. Itu bukan urusanmu", ucapku dingin kepada seseorang yang bernama wendy. Ya seseorang yang bisa ku bilang sebagai sahabat karibku itu.

"Bagaimana Austria? Menyenangkan? Kau benar-benar akan menetap disana?", tanyanya.

"Wendy.. Sungguh. Masih pagi disini dan kau sudah mencercaku dengan pertanyaan yang terlalu banyak. Dan itu menyebalkan."

"Kau.. benar-benar butuh meniduri seseorang sepertinya, Seulgi" godanya lagi.

"Ku matikan telepon ini dan akan ku blok nomermu. Enyahlah"

"Hey! Hey! Seulgi! Maafkan aku! Aku bercanda. Baiklah, aku akan menghentikan ejekan ku padamu."

"Beritahu apa yang membuatmu menelponku, wen?" tanyaku yang kini membangunkan diriku dari ranjang dan duduk di pinggirnya. Membuat kaki-kakiku menyapa ubin yang dingin. Sepertinya semalam aku tidak menyalakan pemanas. Untung saja, kini musim sedang berganti menuju musim panas. Jika ini musim gugur, aku sudah mati konyol karena kedinginan.

"Aku ingin kau untuk mereview sebuah acara seni tahunan di kota tempatmu berada."

"Di Austria?"

"Ya. Acara seni yang bertajuk 'Enlightenment' yang akan diadakan di Galerie Kandlhofer. Aku ingin kau mengambil beberapa gambar dengan kamera analog kesayanganmu itu dan tulislah sebuah artikel tentang seni-seni disana. Deadline 2 minggu lagi. Ku tunggu segera, okay? Kalo begitu aku tutup. Aku harus melakukan sesuatu. Bye, Kang"

Dan dengan itu wendy menututup teleponnya.

"Hey! Yah! Wendy! Eissh! Sialan!", ucapku mengutuk wendy yang memutuskan pembicaraanku dengannya.

Aku pun menatap terik mentari yang masuk dari cela-cela gorden sebuah apartemen yang ku sewa untuk 3 bulan kedepan di kota yang terletak di timur eropa itu. Sayup juga ku dengar suara bising kendaraan yang sudah mulai meramaikan pagi yang baru saja ku mulai.

Story of Playlist: One-shot CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang