Rules:
Kalian sebebasnya boleh membayangkan siapa aku dan siapa kamu disini. Bisa dirimu dengan orang yang sedang di dalam pikiran, tapi secara default, "aku" sebagai Seulgi dan "kamu" sebagai Irene atau sebaliknya. Tergantung bagaimana kalian memvisualikannyaP.s. cerita ini bagian dari special request dari saachan020493, hope you like it.
P.s.s tulisan italic merupakan pembicaraan di masa lalu dan lirik.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Selamat membaca :]Aku terlalu lelah, namun mataku tidak mau terpejam sedetik pun. Sudah kucoba berkali-kali yang muncul di benakku hanyalah wajahmu yang menatapku jijik. Aku pun mengusap wajahku dengan kasar, mencoba menghilangkan bayangan yang baru saja muncul entah berapa kali.
"Kau menjijikkan", ucapmu kala itu seakan kembali bergema di dalam otak dan telingaku.
"Cukup...", lirihku sambil mencoba menutup telingaku. Namun suaramu terus saja menggema dan semakin lama semakin kencang.
Teringat kembali saat telapak tangan kecilmu itu menamparku dengan mudahnya di hari yang sama saat kau bilang kau jijik padaku. Seakan tak ada lagi hangat yang biasanya tanganmu itu salurkan saat dulu ditautkannya dengan milikku. Aku mengusap pipiku yang entah mengapa menghangat ketika tertampar olehmu. Bahkan tubuhku mengingat sakitnya. Tapi demi apapun tidak ada yang sesakit hatiku saat itu.
"Kamu tau nggak, Seul? Kalo kamu cowok, demi apapun aku mau loh pacaran sama kamu. Kamu tuh kemana-mana lebih baik dari cowok-cowok brengsek itu", ucapmu lagi dari potongan ingatanku. Aku pun tersenyum sinis mengingat reka adegan itu. Masih jelas di ingatan kau tersenyum manis sambil berkata hal itu. Dan bodohnya aku, untuk mengartikan sinyal yang salah dari perkataanmu.
And you were strong and I was not
My illusion, my mistake
I was careless, I forgot, I did
"Mengapa aku bodoh sekali...", lirihku. Aku menoleh ke arah jam dinding yang berada di sudut ruangan. Waktu menunjukan pukul 2 dini hari. Aku pun menghela napas untuk kesekian kalinya. Dan pikiranku kembali kepada ingatanku tentangmu.
"Kayaknya cohabiting seru ya, Seul?"
"Kamu nggak mau terikat?"
"Kita nggak bisa terikat, kan?"
"Rene..."
"Kamu nggak mau gitu tinggal bareng sama aku?"
"Itu namanya roommate, Irene.. Bukan cohabiting.."
Dan masih jelas di ingatan ketika aku mengucapkan itu kau pun tertawa dan tersenyum manis. Bahkan tangan kecilmu itu berani mencubit dan mengelus pipiku yang sedang sibuk menyetir.
"Kalo cohabiting-nya sama kamu, aku mau tahu, Seul."
Demi Tuhan.. Ketika mendengar kata itu, jantungku berdetak dengan kencang. Dan kamu yang masih memberikan senyuman manis di dalam ingatan seakan sekali lagi memberikan harapan yang disalah artikan untukku.
Mengingatmu malam ini benar benar menyiksa batinku. Bahkan dadaku terasa sangat sesak. Ku pegang dada kiriku dengan kuat.
"Berhentilah... kumohon.. Berhentilah merasakan sakit... arrgh..", ucapku sekali lagi. Sakitnya benar-benar tidak main-main. Padahal hal yang kuingat itu seharusnya menjadi kenangan indah untukku. Mengapa sesakit ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Playlist: One-shot Collection
Short StoryBerisikan cerita yang terbuat dari sebuah lagu. Dituliskan dalam sudut pandang orang pertama, aku dan kamu. Kalian sebebasnya boleh membayangkan siapa aku dan siapa kamu disini. Tapi secara default, aku sebagai Seulgi dan kamu sebagai Irene atau seb...