Rules:
Kalian sebebasnya boleh membayangkan siapa aku dan siapa kamu disini. Bisa dirimu dengan orang yang sedang di dalam pikiran, tapi secara default, "aku" sebagai Seulgi dan "kamu" sebagai Irene atau sebaliknya. Tergantung bagaimana kalian memvisualikannyaP.s. cerita ini bagian dari special request dari seulnrene , hope you like it.
P.s.s maaf sebelumnya, jika ternyata aku menulis request tidak sesuai dengan urutan yang ku janjikan kemarin. Hanya saja ide langsung muncul pada lagu ini. Jadi untuk urutan Request akan shuffle ya, ku harap kalian tidak keberatan. Aku mencoba untuk menulis di waktu weekend ku dan saat kerjaanku tidak terlalu banyak. Mohon maaf dan harap maklum.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Selamat membaca :]Pening di kepalaku mendadak menyapa, mataku yang sedari tadi tertutup kini ku tutup lebih kencang untuk menghilangkan dengung di dalam kepalaku. Aku merasakan punggungku menyender ke suatu yang dingin dan sepertinya aku pingsan dalam posisi duduk.
"Argh...", erangku pelan sebelum perlahan membuka mataku.
Saat cahaya perlahan masuk ke dalam iris ku, mataku mulai memperhatikan sekitar. Hanya ada cahaya remang dari setiap sudut-sudut ruangan. Ruangan yang berbentuk persegi panjang dengan dinding polos.
"besi?", gumamku yang menyadari keanehan pada bahan dinding yang mengitariku.
Aku membawa tangan kananku untuk memegang kepala ku yang sakit terasa nyeri, namun alangkah kagetnya ketika ku mengangkat tanganku dan menemukan sebuah tangan yang lebih kecil terborgol dengan pergelangan tanganku.
Ya. kau membacanya dengan baik. Terborgol.
Aku pun menoleh ke arah pemilik tangan yang 'terikat' dengan tanganku dan sebuah erangan masuk ke dalam telingaku. Sepertinya pergerakanku membangunkanmu.
"Eung...", erangmu yang kini mulai tersadar.
"Detektif Bae, kau mendengarku?", tanyaku padamu.
"Berhentilah berbicara, Kang. Kau membuatku pusing...."
Ucapanmu tentu membuatku terdiam namun tersenyum jail. Ah sepertinya kau masih terganggu dengan keberadaanku. Saat penglihatanmu mulai membaik, mata cantik itu pun mulai mengobservasi lingkungan sekitar.
"Dimana kita?", tanyamu yang belum sadar bahwa kita tertaut dikarenakan borgol di pergelangan tangan kita.
"Ku kurang tau, Bae. sepertinya kita..", ucapanku terpotong ketika melihatmu mendesah sakit sambil memegang pinggulmu dengan tangan kita yang terborgol.
"Eh, apa ini?" tanyamu yang baru saja menyadari borgol di pergelangan kita.
"Ya menurutmu?"
"Jangan membuatku kesal, Kang.", tegurmu dari pertanyaan retoris yang ku lontarkan. Membuat kita saling berpandang sengit.
"Bukankah ini borgolmu?", tanyaku memutuskan pandangan diantara kita.
"Aku tau. Tapi bisakah kau mengangkat bajuku terlebih dahulu? Pinggangku nyeri sekali", ucapmu yang kini duduk memunggungiku.
Aku pun terdiam. Bukannya apa. Kamu, Detektif yang berada di depanku sekarang itu memiliki
rasio pinggang yang bagus.
"Yah! Kang Seulgi. Jangan berpikir macam-macam. Kita sama sama perempuan. Cepatlah", teriakmu dengan nada yang tidak sabar. Aku pun segera mengangkat baju mu sedikit dan menemukan kulit putih mulusmu. Namun alisku tertekuk ketika menemukan sebuah bekas yang membiru. Bekas yang aku tau persih apa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Playlist: One-shot Collection
Short StoryBerisikan cerita yang terbuat dari sebuah lagu. Dituliskan dalam sudut pandang orang pertama, aku dan kamu. Kalian sebebasnya boleh membayangkan siapa aku dan siapa kamu disini. Tapi secara default, aku sebagai Seulgi dan kamu sebagai Irene atau seb...