Bad Day

616 75 0
                                    

Menerima tawaran P'Deer untuk bergabung sebagai pembina SOTUS membawa tantangan tersendiri untuk Kongpob. Ia tidak serta merta langsung menjabat sebagai tim inti dan bebas berteriak agar para junior mau menurut padanya. Masih banyak proses yang harus ia jalani. 

Di tahun keduanya menjadi mahasiswa teknik, rasanya semua keringat sudah diperas dari tubuhnya. Ia menjadi tim bantu-bantu untuk tim Ospek yang bertugas, tim Cheers untuk menyemangati junior yang terkejut dengan sistem bar-bar mereka, hingga tim tumbal untuk memberi contoh hukuman atau sekedar menyanyikan yel-yel fakultas secara lantang. 

Mungkin baginya, gelar Bulan kampus sedikit bisa meringankan bebannya sebagai mahasiwa tahun kedua, dia mendapat kompensasi sana-sini untuk absen demi mengurus pelantikan bulan bintang yang baru, namun nyatanya, menjadi pembina tidak semudah kelihatannya. mengumpulkan kandidat dari fakultas lain, menyesuaikan jadwal mereka, hingga merayu profesor untuk menyetujui lokasi pemotretan yang bagus demi image kampus nantinya.

Ugh… Rasanya Kongpob ingin menjadi mahasiswa biasa saja.

Ding Dong Ding Dong…

Kongpob berjengit kaget saat baru memasuki lobi asramanya dan langsung disambut suara mengagetkan dari sudut ruangan. Jam dinding yang selalu berbunyi tepat pada tengah malam sukses membuatnya ngeri untuk sesaat. 

Laki-laki itu menghela nafas, lagi-lagi pulang tengah malam. Dia mengira sore ini jadwalnya bisa berubah normal setelah para kandidat bulan bintang kampus berhasil latihan tepat waktu. Namun nyatanya, saat hendak menaiki sepeda motornya untuk pulang ke asrama, tim Ospek menghubunginya untuk  mengajak rapat anggota. Em sempat menatapnya penuh rasa kasihan, karena disaat semua anggota datang dengan baju santai dan celana pendek, Kongpob masih bertahan dengan kemeja dan celana formalnya. 

Mendesah lelah, ia akhirnya berhasil sampai ke depan kamarnya tanpa gangguan lain. Mengira kalau harinya akan berakhir saat itu, Kongpob lagi-lagi dibuat jantungan saat kunci kamarnya tak bisa diputar, betapapun kuatnya ia mencoba, benda mungil itu tetap tak bisa digerakkan seolah ada sesuatu yang mengganjal di dalamnya. Dengan panik ia memutar kuncinya dengan paksa, bahkan menggedor daun pintu dengan kasar lalu tanpa sadar memutar kenop pintu dan…

terbuka.

"Ada apa denganmu? Kenapa pulang-pulang kayak kesetanan begitu?"

"P'Arthit?"

Arthit sudah ada di balik pintu, tangannya tadinya melayang seakan hendak meraih handel pintu namun keduluan olehnya. Sekarang laki-laki itu meletakkan sebelah tangannya di pinggang sembari memberi tatapan menegur.

"Ya, ini aku"

"Bukankah kau sedang magang di Ampawa?"

Arthit mengedikkan dagu, mengiyakan, "Besok weekend. Jadi aku pulang. Maaf aku masuk begitu saja, kau tidak mengangkat telponku" 

Kongpob tertawa bodoh, dia memang sengaja mengabaikan ponselnya karena takut akan ada panggilan mendadak lagi, "Aku yang salah. Maafkan aku. Aku mengabaikan ponselku" 

Kongpob yang begitu merasa lega karena kehadiran kekasihnya, langsung meraih bahu Arthit dan memeluknya dalam-dalam, tak peduli meskipun sang senior berusaha melepaskan diri. Di hari yang berantakan ini, Arthit datang untuk memperbaiki akhirnya, rasanya seperti oase di padang pasir.

"Aku merindukanmu, phi" bisiknya penuh kesungguhan. Arthit akhirnya menyerah, mendengar suara lelah Kongpob membuatnya luluh dan membalas pelukannya.

"Apa hari ini begitu berat?"

"Sangat. Aku sudah yakin akan pingsan kalau saja kau tidak  menyambutku tadi"

"Jangan bicara sembarangan. Kau hanya butuh tidur dan memulihkan energimu lagi. Apa kau sudah makan?"

Kongpob mengangguk, "Aturan penting darimu. Jangan telat makan apapun yang terjadi"

Arthit tersenyum puas, "Bagus. Sekarang mandi. Aku membawa souvenir untukmu"

Kongpob mengernyitkan kening, namun Arthit tidak mengatakan apa-apa selain mendorongnya masuk ke kamar mandi. 

Stres yang menggantung di kepalanya berkurang setelah mandi air hangat yang menyegarkan. Kongpob keluar dan mendapati Arthit sudah menyiapkan secangkir coklat panas untuknya. 

"Souvenir dari Ampawa. Seniorku memberiku ini, katanya sangat cocok diminum saat kau sedang stres seperti sekarang. cobalah" Ujar Arthit dengan semangat. Kongpob yakin dirinya tidak terlalu menyukai makanan atau minuman manis sebelumnya, namun malam itu, dia merasa coklat itu berhasil menghangatkan hati dan meredakan pusing kepala yang tadinya menggerogoti tubuhnya. Mungkin memang sebegitu manjurnya, atau mungkin karena kehadiran orang di hadapannya.

*End

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 19, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Opposite AttractWhere stories live. Discover now