Kitten

2.3K 242 14
                                    

Semua yang ada pada diri Kongpob mau tidak mau membuat Arthit semakin tidak menyukainya. Dia terlalu tampan hingga banyak senior perempuan dengan senang hati mendatanginya untuk memberi tanda tangan, Kongpob terlalu sopan sehingga dirinya tidak bisa mencari celah untuk memberi hukuman. Oh, tentu saja Arthit bisa memberi hukuman atas segala sikap heroiknya dalam melindungi teman-temannya yang mengikuti Ospek, namun lama kelamaan semua itu tidak lagi menyenangkan, karena seberapapun kerasnya sang senior berusaha menyadarkannya akan sikapnya itu justru akan membuat teman-temannya semakin bergantung, nyatanya Kongpob selalu mengulanginya tanpa sengaja, memasang badan meskipun pada akhirnya dirinya sendiri yang kena sial.

Siang ini hujan deras, Arthit mengumpat dalam diam karena mengabaikan ramalan cuaca tadi pagi yang menyarankan penduduk untuk membawa payung untuk persiapan. Salahkan kebiasaannya yang selalu terlambat bangun hingga satu-satunya hal yang dia ingat adalah untuk tidak terlambat di kelas pertama dan tidak meneinggalkan tugas yang semalaman sudah dikerjakannya hingga larut. Kini yang bisa dia lakukan hanya menunggu di depan cafetaria hingga hujan reda.

Laki-laki berseragam maroon itu menyamankan diri di salah satu bangku kecil yang tak terkena tetesan hujan. Kalau dipikir-pikir, tidak buruk juga terjebak disini, rasanya sudah lama sekali mahasiswa tingkat 3 itu tidak bersantai tanpa memikirkan apapun. Jadwal kuliah yang semakin padat, tugas yang tak berhenti menyita waktu istirahat ditambah kegiatan OSPEK yang menguras emosi dan pikiran, membuatnya lupa kalau tubuhnya butuh me time ringan seperti saat ini.

Arthit jadi berpikir bagaimana jika dirinya menginjak tingkat akhir nanti, atau bagaimana jika dirinya lulus dan sampai ke dunia kerja. Mungkin hal-hal seperti ini tidak akan pernah dia rasakan lagi. Dia dan teman-temannya tentunya akan berpisah, tidak ada lagi kamar asrama yang menyambutnya sepulang melakukan aktifitas, tidak ada tugas kuliah, juga tidak ada junior yang lalu lalang untuk meramaiakan kesehariannya.

Ngomong-ngomong soal junior,

Punggung Arthit menegak saat dirasa ada seseorang yang melewatinya tanpa memberi salam. Sebelum pemuda itu sempat membuka mulut untuk mengomel, sosok yang sangat dikenalnya itu justru sudah melesat cepat menembus hujan dan membuat alisnya mengkerut.

Buru-buru sekali,

Arthit tersenyum miring karena merasa mendapatkan satu kesalahan yang bisa dia pakai sebagai alasan hukuman. Sambil mengamati gerak-gerik sang maba di tengah hujan, Arthit mengingat-ingat jadwal pertemuan OSPEK selanjutnya.

Kongpob yang sebelumnya berjalan cepat akhirnya menghentikan langkah. sang junior kini sedang berjongkok di tengah jalan, payung bening yang dipakainya miring ke depan sehingga tak bisa menutupi seluruh bagian tubuhnya dari hujan. Arthit berdiri penasaran, terlebih karena Kongpob tak terlihat terganggu saat tetesan air membuat punggungnya basah.

Apa yang sedang dia lakukan,

Barulah saat Kongpob berdiri, Arthit berdecak.

Bertindak heroik lagi rupanya

Kongpob sedang menggendong seekor anak kucing yang sudah kuyup di dadanya, terlihat sedih namun buru-buru menyingkir dari jalan. Arthit mengetukkan sepatunya beberapa kali ke lantai sebelum kemudian memutuskan untuk meninggalkan tempatnya berteduh untuk kembali ke asrama.

Hanya air hujan tidak akan membuatnya sakit.

***

"Kode 0062, berdiri"

Arthit merasa tenggorokannya gatal saat panggilannya tak kunjung mendapat respon, dari sudut matanya dia bisa melihat junior yang dia maksud sedang menunduk tidak mendengarkan.

"KODE 0062, KONGPOB, BERDIRI"

Kongpob barau mendongak saat teman di belakangnya mencoleknya dan mengingatkan bahwa ada iblis sedang menatapnya dengan garang. Pemuda itu buru-buru berdiri dan mendapati dunianya berputar seketika.

Opposite AttractWhere stories live. Discover now