»K-17«

53 16 0
                                    

Mohon vote bintang dan komentnya, yaaa ....
Makasiiih
😘😘😘

* * *

"Juragan Beryl!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Juragan Beryl!"

Gue ikut menoleh ke sumber suara. Seketika tubuh gue membeku saat melihat gadis yang memanggil Mas Beryl.

"Pelangi!" Raut semringah tampak jelas di wajah Mas Beryl saat menghampiri gadis itu.

"Wah, Pelangi ketemu Juragan Beryl. Seneng banget ketoke, Ngi," goda seorang lelaki berkulit hitam yang baru menata papan bambu di pelataran.

"Seneng no, Pakde, soale mengko mesti disangoni," tambah seorang perempuan bercaping. (Senang dong, Pakde, karena nanti pasti diberi sangu)

"Mboten nggih, Bude, Pelangi mau bilang matur nuwun sudah dibelikan buku banyak sekali sama Juragan Beryl." Gadis cilik bernama Pelangi itu memajukan bibirnya saat membalas olokan orang-orang dewasa. (Bukan begitu, Bude)

Gue masih terpaku saat gadis cilik bernama Pelangi-gue nggak bisa nebak umurnya berapa-menggeret tubuhnya lebih dekat ke Mas Beryl. Ya. Menggeret atau menyeret atau mengesot, apa pun itu namanya yang jelas dia nggak jalan.

Karena dia sama seperti gue. Nggak punya kaki. Bahkan keduanya. Gue tebak kedua kakinya hanya ada sebatas paha.

"Bukunya sudah dibaca, Ngi?" tanya Mas Beryl yang kini berjongkok tepat di depan Pelangi.

Gue menikmati interaksi kedua orang di depan gue. Tanpa canggung, Pelangi menyapa dan menyalami Mas Beryl. Pun sebaliknya, Mas Beryl kelihatan nggak risih atau terganggu dengan kehadiran gadis cilik itu.

Gadis bersurai sebahu dengan kulit cokelat karena terbakar matahari itu mengangguk cepat dengan bersemangat. Dia memilin ujung kaos-mungkin dulu warnanya putih-sambil tersipu malu.

Gue mengulum senyum. Kelihatan banget kalau Pelangi terpesona alias naksir sama cowok yang lebih pantas jadi bapaknya itu.

"Setiap malam selalu dikeloni, Juragan. Katanya takut digondol tikus," timbrung seorang wanita berperawakan kecil yang sedang meratakan irisan daun di papan.

"Dibaca tidak, Ngi?"

"Nggih dibaca tho. Biar Pelangi pinter kayak Juragan. Biar kalau sudah besar, Pelangi bisa kerja di kantor. Biar Simbok nggak usah kerja lagi, Juragan." (Nggih = Ya, Simbok = Ibu)

Gue menelan ludah dengan susah payah, rasanya seperti disindir sama gadis cilik ini. Jelas-jelas fisiknya nggak sempurna, tapi mimpinya begitu besar. Dan dia nggak malu untuk mengatakan dengan lantang keinginannya. Dia nggak takut dibilang 'nggak tahu diri' atau ungkapan yang merendahkan lainnya. Sedangkan gue ....

Pelangi mengalihkan tatapannya ke gue, lalu ke Mas Beryl dengan senyum lebar.

"Pacare Juragan Beryl cantik," ucapnya nyaring.

KATASTROFE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang