Anyeong ....
Maaf baru sempat Up lagiii ....
Bodi bener-bener kurang gula garam .... Nggak enak, Brooo ....
😅😅😅Btw, ini 1 bab menuju ending lhoooo .... Nggak mau ninggalin komen kah?
Buat yang udah baca dan vote Katastrofe, makasih banyaaak ....
Love you all
💜💜💜* * *

"Terus lo jawab gimana?"
Bella yang semula duduk di meja makan Mbak Keke, memindahkan kertas dan barang-barangnya ke meja depan TV. Mengikuti gue yang sedang merancang desain untuk gedung yayasan.
Sebenarnya minta tolong Bella untuk menghitung rincian biaya yang perlu gue keluarkan, bukan solusi tepat. Sedari tadi dia cuma merecoki gue. Sekarang malah kerjaannya ditinggal begitu saja. Fokusnya teralihkan sama cerita gue tentang permintaan Papi kemarin.
"Berapa total biaya yang gue butuhkan, Bel?" Gue berusaha mengembalikan Bella ke jalur yang benar.
"Ratusan juta," jawab Bella singkat. "Om Indra nyuruh lo nikah sama Mas Beryl 'kan?"
"Mana rinciannya, Bel?"
"Elah, ini anak ngeles mulu," gerutu Bella sambil meletakkan kertas berisi angka-angka yang seketika membuat kepala gue pening.
"Ini apaan, Bel?" Gue mengibarkan secarik kertas yang lebih mirip coretan anak SD ketimbang rincian biaya.
"Katanya lo minta dibikinin rancangan biaya." Bella mencomot pisang goreng buatan Mbak Keke
"Tapi nggak gini juga, Bel. Mana keterangannya? Kalau cuma angka, dari mana gue tahu ini untuk apa," protes gue.
Bella menyelonjorkan kaki. "Harusnya tadi lo minta tolong Belva, Cris. Gue mana paham begituan."
"Belva baru sibuk, Bel, mana tega gue gangguin dia. Lagian tuh anak akhir-akhir ini baru mood swing banget. Gue pikir lo bisa, secara waktu kuliah lo 'kan pernah jadi asisten dosen, Bel."
"Putus lagi, ya, sama ceweknya? Siapa suruh jadi cewek kok posesif banget. Kapan hari itu gue telepon Belva, dia yang jawab 'kan tapi juteknya minta ampun. Ya kali, Belva tahan sama orang model begitu. Lagian nih, ya, walau gue LDR, tapi cinta gue cuma untuk Gio. Nggak bakal gue naksir sama Belva. Lo inget nggak waktu Belva bantuin lo ngurusi Felicia? Idih, gayanya sok jadi Nyonya Belva aja. Syukurlah kalau mereka putus," cerocos Bella.
Gue meletakkan pensil. "Mungkin kita yang harus mulai menjauh, Bel. Udah berapa kali Belva putus gara-gara kita."
"Kalau menurut gue, mereka yang kebangetan. Jelas-jelas gue nggak bakal ngerebut Belva. Makanya, lo cepet pacaran sama Mas Beryl. Jadi nggak ada yang ngira kalau lo ada hubungan sama Belva."
Gue merotasi bola mata lalu kembali menekuri gambar rancangan gedung. Untuk biaya bisa gue kerjakan nanti di rumah. Sekalian gue bikin proposal penggalangan dana.
Atas ijin Papi, gue menghibahkan tanah warisan Opa yang ada di daerah Tanjung Priok. Walau masih berupa kebun kosong, gue yakin dalam waktu dua bulan, gedung yang gue impikan bisa berdiri. Papi juga punya kenalan kontraktor yang bisa kasih harga miring. Kalau menurut perkiraan gue, dari sisa tabungan dan bantuan donatur yayasan gue siap beroperasi lima atau enam bulan ke depan.
Program kerja sudah kami—gue, Mbak Keke, dan Juwita—bahas minggu lalu. Untuk masalah jenis kegiatan dan apa yang akan dilakukan dalam yayasan, gue serahkan ke Mbak Keke dan Juwita. Untuk sementara gue lebih konsen ke dana saja. Sembari pelan-pelan mencari orang yang bisa gue serahi tanggung jawab sebagai bendahara.
KAMU SEDANG MEMBACA
KATASTROFE (TAMAT)
General FictionBagaimana jika Queen of Socialita, mendadak hancur? Segala yang ia punya; kepercayaan diri, keceriaan, dan kemandirian serta limpahan cinta yang menjadikan dirinya nyaris berada di titik sempurna, harus lenyap karena satu bencana. Bisakah Cristal ba...