»K-4«

112 21 10
                                    

Jarum penunjuk waktu di atas televisi berada di angka sebelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jarum penunjuk waktu di atas televisi berada di angka sebelas. Sudah dari jam delapan gue merias diri. Sengaja gue pulaskan eye shadow, blush on, dan lipstik tipis-tipis. Kalau biasanya baju rumah sakit yang selalu gue pakai, pagi ini daster bermotif polkadot menjadi pilihan terbaik.

Bukan tanpa alasan gue ingin terlihat lebih rapi. Bahkan gue sampai meminta Mami untuk pulang cepat. Semua karena isi pesan dari Gyan. Berdasar janji yang ia tulis, seharusnya satu jam lalu Gyan sudah tiba di sini. Namun, hingga detik ini belum tampak seujung rambutnya.

Ya. Setelah perjuangan Bella yang meneror Gyan dengan puluhan telepon dan pesan singkat, akhirnya cowok itu pun mengirim balasan. Kalau ingat kata-katanya yang bikin Bella dan Belva menghujat bahkan menghadiahi rentetan umpatan, gue pun merasa jengkel.

Bagaimana bisa Gyan bilang kalau baru main game dengan Soni---adiknya---jadi nggak bisa mengangkat telepon. Bella yakin kalau Gyan bohong, kecuali kalau lelaki itu sengaja mematikan suara ponselnya. Beda lagi dengan Belva. Sahabat gue satu itu langsung menghadiahi Gyan dengan rentetan umpatan.

Terlebih setelah satu pesan singkat---yang benar-benar singkat---dari Gyan kembali masuk. Mulut kedua sahabat gue nggak ada bedanya sama kebun binatang. Segala macam hewan mereka ucapkan.

Hanya satu kalimat pendek: Besok jam 10 gue ke sana.

"Astaga! Apa sekarang biaya ngirim chat dihitung per kata?" protes Bella kemarin sambil melempar ponsel gue ke meja.

"Dasar nggak niat! Nggak ada kata maaf sebiji pun!" tambah Belva kesal.

Namun, yang membuat gue mengernyit adalah Gyan menyebut dirinya 'gue'. Padahal sejak jadian, kami berkomitmen mengganti panggilan menjadi 'aku-kamu'. Tiba-tiba dia menggantinya begitu saja.

Gue menimbang-nimbang, perlu menghubungi Gyan atau nggak. Karena sudah sejam lebih dari waktu yang dia janjikan, gue khawatir ada sesuatu yang kurang baik. Tepat saat gue akan menghubungi Gyan, seseorang mengetuk pintu kamar.

Jujur, gue rada grogi ketemu Gyan. Biar bagaimana pun ada suatu hal yang perlu diselesaikan di antara kami. Terlebih setelah tiga minggu lebih nggak berjumpa, gue sudah berubah penampilan. Gue bukan lagi Cristal yang dulu.

Embusan napas panjang gue loloskan demi menenangkan diri, sebelum mempersilakan siapa pun di luar untuk masuk. Tepat seperti dugaan gue. Gyan membuka pintu sambil mengucap salam.

Penampilan Gyan masih tetap rapi seperti biasa. Celana panjang jin biru langit dengan kaus berkerah sudah menjadi ciri khasnya. Gue pernah memprotes, seperti nggak ada model lain saja. Kadang bosan melihatnya begitu-begitu saja. Namun, hari ini begitu berbeda. Entah karena kaus yang dia pakai baru karena gue belum pernah lihat dia pakai yang ini atau karena gue sudah terlalu lama nggak ketemu sama Gyan, jadi seolah dia tampak lebih tampan.

Gue berdeham demi melonggarkan tenggorokan. "Hai."

Gyan tersenyum kaku sambil meletakkan sebuah parsel buah ke nakas di samping brankar. Jujur, gue sedikit kecewa. Kenapa cuma buah? Kenapa bukan bunga atau balon atau apa pun yang lain dari orang pada umumnya. Secara Gyan 'kan pacar gue. Namun, gue tetap mengucapkan terima kasih.

KATASTROFE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang