»K-26«

46 14 0
                                    

Mak, gimana bab kemarin?
Bumi gonjang-ganjing, langit kalap-kelop nggak?
Jangan lupa tap ❤
😘😘😘

* * *

Gue menemani Mami ke pertemuan ibu-ibu sosialita di ballroom HI

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue menemani Mami ke pertemuan ibu-ibu sosialita di ballroom HI. Bukan cuma klub emerald, tapi gabung dengan kelompok lain. Mereka merancang malam amal untuk menggalang dana bagi para penyintas kanker. Rencananya, dana yang terkumpul akan dipakai untuk mendirikan rumah singgah.

Duduk di sebuah meja bersama tante-tante berpenampilan remaja, gue mengamati ekspresi mereka masing-masing. Ada yang begitu ceria dengan wajah segar tanpa topeng, ada yang beraut masam, ada yang terus mengoceh tanpa titik koma, ada yang pula yang berwajah judes. Mengamati para peserta amal yang terdiri dari istri pejabat, istri pengusaha, artis maupun wanita karir, gue bisa mengambil kesimpulan, nggak semua berpikiran memberi donasi adalah sebuah kegiatan sosial yang memerlukan ketulusan tanpa embel-embel pamer. Ternyata ada pula yang memandang kegiatan seperti ini sebagai ajang mencari relasi atau menaikkan popularitas mereka.

Biasanya gue nggak merasa berat untuk mengikuti kegiatan seperti ini. Menjadi panitia pun gue lakukan. Namun, kali sangat berbeda. Berkali-kali Mami membujuk gue untuk menemaninya. Berbagai bujuk rayu dan iming-iming yang Mami beri nggak membuat gue berkeinginan untuk datang.

Bukan tanpa alasan gue merasa berat hati. Efek dari tercebur ke kolam dua minggu lalu meninggalkan trauma buat gue. Bermacam pikiran negatif ke orang lain terus-menerus menggerogoti otak gue.

Psikoterapi yang sudah berjalan selama ini seperti nggak ada gunanya. Gue harus memulai dari awal lagi. Emosi gue kembali carut-marut nggak karuan. Padahal untuk memilah, mengatur, dan mengendalikannya butuh waktu yang nggak sebentar.

Keluarga, sahabat, dan orang-orang terdekat gue nggak pernah berhenti memberi semangat. Segala cara mereka lakukan. Bella yang pindah ke rumah gue-dia merasa sangat bersalah karena sudah meninggalkan gue sendirian malam itu. Belva yang wira-wiri sehari tiga kali-sudah seperti jadwal gue minum obat. Papi Mami juga selalu ada buat gue.

Melihat perjuangan mereka menyembuhkan trauma dan menjaga gue, sedikit banyak membuat hati gue tergerak. Saran serta masukan dari Mbak Asoka pun berusaha gue lakukan. Memang, kejadian kali ini nggak melukai fisik gue. Dalam tiga hari gue sudah pulih. Namun, nggak berlaku bagi psikis gue. Marah, sedih, dan kecewa sudah kehilangan kaki kiri membuat gue kembali menyalahkan diri sendiri dan orang lain. Berbagai kata 'seandainya' nggak berhenti berputar di kepala. Namun, gue juga nggak mau balik seperti enam bulan lalu yang cuma meratapi nasib tanpa usaha sama sekali. Hingga akhirnya gue putuskan untuk melangkah.

Gue dan Mami duduk bersama anggota emerald lainnya. Kami menunggu acara yang seharusnya dimulai setengah jam lalu. Bella ijin nggak bisa ikut karena ada acara di keluarga Gio. Dia memang baru gencar mendekatkan diri ke calon mertua.

"Panitianya mana ini? Sudah lewat setengah jam belum dimulai." Tante Dinar-maminya Bella-sedari tadi bolak-balik melihat jam.

"Ada sedikit masalah, Jeng. Tadi saya dikasih bocoran sama keponakan saya yang jadi EO, kalau bintang tamu mendadak sakit. Ini baru pada bingung cari gantinya." Tante Ketty, si Tukang Gosip, berbisik sambil majukan tubuh.

KATASTROFE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang