Jangan lupa koment, dan vote di tiap bab, yaaa ....
😘😘😘* * *
"Bu Cristal, rombongan dari Jaya Company baru saja datang," lapor Mbak Mega—sekretaris Papi yang hari ini merangkap asisten gue.
Bibir gue terkatup menahan gugup. Ujung jemari pun sudah sedingin es. Gue meremas kertas berisi catatan penting yang akan gue sampaikan kepada calon kolega kami. Baru sekali ini gue berurusan langsung dengan pabrik. Walau kemarin gue berkali-kali sudah konsultasi dengan Pak Burhan dan Bu Sita mengenai poin-poin dalam surat perjanjian kerja sama, tapi kecemasan gue belum juga berkurang.
"Tolong mereka diantar ke ruang rapat, ya, Mbak," ujar gue setelah berdehem.
Mbak Mega keluar ruangan gue sambil membawa berkas yang sudah gue siapkan. Gue menarik napas dalam-dalam saat Mbak Mega menutup pintu dari luar. Padahal nanti ada Pak Burhan, Bu Sita, dan Om Samosir yang menemani gue. Sedangkan Papi mengurusi perjanjian di Deli.
Pihak Jaya Company pun cuma ada Mas Beryl dan satu orang karyawannya. Seharusnya nggak ada alasan buat gue merasa takut. Sampai-sampai semalam gue nggak bisa tidur.
Kata Mbak Asoka tadi pagi, wajar kalau gue merasa cemas. Karena ini memang langkah pertama gue. Sama seperti bayi yang baru belajar jalan, awalnya mereka pasti ragu untuk melangkah. Bahkan terkadang harus jatuh dulu baru bisa jalan. Tambah Mbak Asoka tadi.
Sekali lagi gue ambil napas dalam, sebelum meraih kruk. Gue merapikan rok lipit cokelat tua semata kaki yang dipadankan dengan kemeja bermotif bunga kecil dengan warna senada. Gue sengaja memilih rok panjang supaya bisa menutupi kekurangan gue.
Dari balik dinding kaca, gue bisa melihat aktivitas para karyawan di luar. Baru kali ini gue bisa mengamati secara langsung kegiatan di kantor Papi. Biasanya gue cuma mampir dan melihat sekilas.
Setelah mengamati selama setengah hari, gue bisa simpulkan bahwa mereka kerja nggak cuma main-main. Wajar kalau ada candaan di sela pekerjaan, tapi nggak ada yang makan gaji buta. Mungkin karena selama ini Papi bersikap tegas dan disiplin, jadi mereka nggak ada yang berani seenaknya sendiri.
Antara berkah dan ujian kalau seperti ini. Gue bersyukur karena kalau memang gue yang akan memimpin perusahaan, karyawan-karyawan sudah terdidik dengan benar. Namun, di sisi lain gue jangan sampai kalah sama Papi. Kalau gue lengah sedikit saja, bisa mereka jadikan peluang untuk membangkang.
Gue berusaha abai pada lirikan serta tatapan para karyawan saat gue berjalan tertatih ke ruang rapat. Kabar tentang musibah yang menimpa gue pasti sudah mereka dengar jauh-jauh hari. Namun, baru kali ini mereka melihat langsung kondisi dari putri bosnya.
"Cristal!"
Gue menghentikan langkah demi mencari sumber suara.
"Eh, Om Sam. Apa kabar, Om?" Gue menyalami teman sekaligus pengacara kepercayaan Papi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KATASTROFE (TAMAT)
General FictionBagaimana jika Queen of Socialita, mendadak hancur? Segala yang ia punya; kepercayaan diri, keceriaan, dan kemandirian serta limpahan cinta yang menjadikan dirinya nyaris berada di titik sempurna, harus lenyap karena satu bencana. Bisakah Cristal ba...