Bagian 12: Menujumu

60 8 3
                                    

(Author)

Kita tidak pernah tahu, apa yang terjadi kemudian. Yang kita bisa hanya berdoa dan berusaha, agar semua baik-baik saja. Atau paling tidak, jika harus tidak baik-baik saja, kita mampu melewati apapun yang terjadi.

Setelah kejadian hampir saja kepergok basah di rumah Aliya waktu itu, Afnan beberapa hari ini mogok menghubungi Hasna dan memperlihatkan batang hidungnya di sekitar gadis itu.

Afnan menghindari berkumpul di sekitar kampus Hasna, menghindari berkunjung ke rumah Aliya, menghindari apapun yang dapat mempertemukan laki-laki itu dengan Hasna. Namun, usahanya untuk tidak muncul di sekitar rumah Hasna dan Aliya tentu saja gagal jika petuah datang langsung dari Ibunya. Seribu Alasan sudah ia cari, namun Ibu Afnan punya seribu satu cara untuk menyeret kaki putranya ke rumah yang paling Afnan hindari.

"Bu Linda bilang hari ini mulai mengajar?"

Bu Nanik mengeluarkan beberapa stok sayuran untuk makan malam. Afnan melirik sebentar, ia sudah menahan napas sejak tadi.

Afnan mengangguk sambil bergumam mengiakan. Ibu tersenyum menggoda, ia pikir putranya itu terlalu pemalu sehingga setiap kali membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan Aliya, Afnan memilih irit bicara.

"Sudah siap?"

"InsyaAllah,"

Bu Nanik terkekeh, "Jangan grogi, kan yang jadi murid Syakir, bukan kakaknya."

Afnan mengerutkan kening, masih tidak paham maksud Ibunya. Sebelum akhirnya, laki-laki itu mencerna dalam-dalam, dan...

"Hah, biasa aja kok."

"Hahaha, sebenernya, kamu suka nggak sih sama Aliya?"

Afnan menahan napas sebentar, lalu mengembuskannya lelah.

"Bu, Afnan boleh minta sesuatu nggak?"

Bu Nanik menyerngitkan alisnya, hingga kedua alis yang tak begitu tebal itu hampir menyatu.

"Apa itu?" tanya paruh baya itu sambil memotong sayuran yang sedari tadi dicuci bersih.

"Aku udah menuruti hampir semua permintaan Ibu. Ibu minta aku ngajar Syakir, aku iya. Ibu minta aku melihat Aliya, aku iya. Ibu minta aku menikahi gadis itu, aku setuju."

Afnan menelan ludah, "Sekali aja, Bu..."

"Jangan paksa aku mencintainya. Aku nggak bisa."

Ibu menoleh, menunggu kelanjutan kalimat Afnan yang terhenti.

"Tolong, jangan membicarakan Aliya terlalu sering."

"Aku nggak bisa Bu," dalam hatinya meronta, menatap Ibunya dengan memohon. Semoga, suatu saat Ibu memahami, bahwa tidak ada cinta di dalam tatapan dan hati anaknya untuk gadis pilihan Ibunya.

Bu Nanik tersenyum menenangkan,

"Karena kamu malu?" suara penuh ketenangan dan kelembutan itu menggugurkan hampir setiap hari niat Afnan untuk jujur. Hampir setiap hari ia mengurungkan niatnya, hampir setiap hari juga perasaan untuk perempuan lain semakin tumbuh.

Afnan membenarkan posisi duduknya, membuang napas kentara.

Ia menggeleng.

"Karena kamu nggak sabar untuk...."

"Bukan." cegah Afnan, sebelum dugaan-dugaan itu terus keluar dari benak Ibunya.

"Karena aku belum yakin."

Deg

Bu Nanik memberhentikan seluruh kegiatannya, menoleh Afnan dengan tatapan penuh pertanyaan dan raut terkejut.

Luka Di Balik Mata JelagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang