Rintik gerimis mengundang
kekasih di malam ini
Kita menari
dalam rindu yang indah 🎶***
Persiapan yang dimatangkan dalam hening malam di kepala Afnan mungkin hanya menjadi kemungkinan-kemungkinan yang selalu ia hindari untuk menjadi kenyataan. Namun, sekuat apapun hati itu menolak, nyatanya, keputusan sudah matang. Afnan yang berusaha mengatakan bahwa ia tidak suka, namun ia dipaksa menelan bulat-bulat tanpa diberikan waktu mengungkapkan penjelasan.
Terkadang ia merasa lemah menjadi laki-laki yang takut mengambil keputusan. Namun ia juga menyangkal ketidakmampuannya dengan alibi demi Sang Bunda. Segalanya semu, Afnan benar-benar bingung, benarkah demi Ibu atau ia yang tak ada nyali memperjuangkan kekasih hati?
Sementara dalam redup lampu kamar yang sedari pukul tujuh sudah menyala, Hasna meringkuk dalam selimut motif strawberry kesayangannya. Menenggelamkan wajahnya, mencoba terpejam sebentar saja namun tetap tak bisa. Pasalnya, beberapa hari ini ia kepikiran Afnan yang mendadak hilang kabar lagi setelah empat hari yang lalu menemuinya secara misterius di depan rumah.
Kolom chat yang tidak kunjung mendapat balasan, nada sambung yang tidak pernah terhubung, juga tidak ada sama sekali notifikasi dari akun sosial media laki-laki itu. Afnan mendadak hilang kabar. Ini bukan untuk pertama kali, tapi bagi Hasna ini lebih berat di banding kemarin-kemarin.
"Kenapa hilang?"
Hasna bergumam berkali-kali, entah pada siapa pertanyaan itu diterbangkan.
"Lagi ngapain sih?"
"Ke mana sih!" teriaknya tiba-tiba, mendadak melempar selimutnya, bangkit dari posisi rebah dan mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Afnan!" pekiknya tertahan, takut suaranya sampai keluar kamar.
Benar saja, setelahnya pintu kamar itu diketuk dua kali. Suara kakak perempuannya terdengar memanggil Hasna dari luar.
"Ya?"
"Ada yang nyari."
"Siapa? Bilang aja gue udah tidur."
"Yakin? Nggak mau diliat dulu?"
Hasna mendengus kesal, "Enggak!"
"Namanya Afnan, apa Hanan, apa siapa sih. Beneran nih, gue suruh pulang ya?"
Matanya membelalak, ia bangkit dengan kilat. Merapikan rambutnya, diikat ekor kuda dengan anak-anak rambut yang dibiarkan begitu saja menjutai di pelipisnya. Baru ingin melangkah keluar, Hasna menyambar lip balm yang mencuri perhatian. Mengoleskan sedikit ke bibirnya dan tancap gas keluar kamar.
Hasna mengejar kakaknya sebelum Ibu anak satu itu sempat memberi tahu Afnan. Ia menunggu-nunggu, dan Afnan sekarang datang ke rumahnya. Jangan sampai Hasna justru mengusir laki-laki itu dan kembali kehilangan jejak begitu saja.
"Kak Dev, Kak! Biar gue aja!" panggilnya setengah teriak, diikuti senyum malu-malu setelah Kak Devi menggodanya.
Begitu Hasna keluar, jantung Afnan tentu saja kembali tidak biasa. Degup itu menderu, seiring langkah kaki Hasna yang kian mendekat. Gadis itu hanya mengenakan piyama panjang, rambutnya diikat asal dan tanpa polesan make up. Tapi tak sedikitpun memudarkan kecantikan Hasna dalam pandangannya. Semakin ditatap, semakin memikat. Semakin dijauhi, semakin tak bisa pergi.
"Ada apa?" Hasna hanya tidak habis pikir mengapa laki-laki di hadapannya ini sering sekali datang dan pergi.
Afnan menggeleng.
"Nggak tau mau apa?" gadis itu bisa menebak.
Afnan diam saja, tidak tahu harus menjawab apa. Sebab kedatangannya yang tiba-tiba itu juga membuat dirinya sendiri bingung. Dia juga tidak tahu mengapa selalu bermuara kemari langkah kakinya itu, apakah Hasna memang akan selalu menjadi satu-satunya tujuan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Di Balik Mata Jelaga
SpiritualAfnan lahir dari keluarga yang sarat akan nilai agama, Ibunya tiba-tiba mencarikan pendamping hidup tanpa sepengatahuan Afnan. Demi janjinya pada diri sendiri untuk membahagiakan Ibunya, Afnan bersedia meski dengan berat hati menemui perempuan yang...