Salah Mengeja Rasa

1.8K 97 2
                                    



Prolog


Ada yang terasa aneh ketika aku baru saja turun dari mobil, hunian yang berdiri megah di samping rumah orang tuaku tampak sunyi sepi, padahal menurut perkiraanku, harusnya sudah banyak orang yang berada di sana untuk mengurusi acara penting yang akan diadakan malam nanti. Tak mau ambil pusing, aku melangkah masuk ke rumah, meninggalkan mobilku yang terparkir cantik di garasi.

Tidak jauh berbeda dengan rumah tetanggaku, di tempatku juga ternyata tak ada aktifitas yang berarti. Ruang tamu terlihat lengang tak berpenghuni, masuk lebih ke dalam, kulihat Mama yang sedang berbincang dengan seorang perempuan yang entah siapa. Mereka berdua duduk di sofa yang berada di depan televisi.

Menyadari kedatanganku, Mama menoleh. "Udah pulang, Bang?"

Aku semakin mendekat, lalu mencium punggung tangan perempuan yang telah melahirkanku ke dunia, dua puluh enam tahun yang lalu. "Iya, Ma," jawabku singkat, kuletakkan tas ransel di lantai begitu saja, kemudian menghempaskan tubuh lelah ini di sofa.

Melihat aku yang sepertinya kelelahan, Mama memanggil salah satu asisten rumah tangga kami untuk mengambilkan segelas air dingin. Mama lalu duduk di sebelahku. "Capek banget, ya? Sana istirahat di kamar, biar nanti malem nggak kucel begitu mukanya."

"Iya, Ma, tolong suruh Bi Atun anterin minumnya ke kamar, sama koper-koperku di bagasi mobil minta tolong biar diambil," kataku sambil berdiri, tapi aku urung melangkah saat tak sengaja melihat undangan yang tergeletak di atas meja. Mataku menyipit agar bisa membaca nama yang tertera di sana. Bukan, bukan nama penerimanya, tapi nama pasangan yang akan menjadi raja dan ratu di pesta itu.

Yakin sepertinya mataku bermasalah, kuambil undangan berwarna merah itu, lalu menelitinya dengan seksama. Kenapa nama perempuan yang tertulis di situ bukanlah nama calon tunanganku? "Ma ..." Aku melirik Mama yang ternyata sedang menatapku juga.

"Kenapa?"

Mengulurkan tangan kanan, kuperlihatkan bagian depan undangan yang jelas tertulis disitu,

Engagement

Please join us to celebrate

Mandala

&

Rayana

Kulihat Mama justru kebingungan, dan itu malah membuatku semakin tidak mengerti. Nama calon tunanganku adalah Rahne, kami semua biasa memanggilnya Anne. Tapi kenapa di undangan ini justru tertulis Rayana? Tidak mungkin kalau salah ketik, kan? Kalaupun salah, bukankah seharusnya diperbaiki?

"Ma?" Untuk kedua kalinya aku mencoba meminta penjelasan. Tapi Ibu kandungku itu malah makin berkerut dahi.

Mungkin karena merasa ada hal serius yang akan tuan rumah bicarakan, tamu Mama yang tak kukenal undur diri. Meninggalkan aku dan Mama yang sama-sama dilanda kebingungan.

"Kamu kenapa, sih?" Mama angkat bicara, lalu memintaku kembali duduk di sampingnya.

Kutunjuk tulisan Rayana di undangan, sontak membuat Mama langsung memekik, "astaga, Bang, jangan bilang kalo Anne belum ngomong apa-apa sama kamu."

"Ngomong apa, Ma? Apa, sih, maksudnya semua ini?"

Mama mengambil undangan dari tanganku, lanjut meletakkannya di meja. Beliau lalu mengusap punggung tanganku dengan pelan. "Anne membatalkan rencana pertunangan kalian."

Katalog Prolog Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang