Prolog
"Jangan begini, Sea ... aku mohon ... kembali ke tempatmu ...."
Ponsel yang menempel di telinga kanan, Samudera pindah ke kiri sembari menarik napas panjang. Pria yang posisinya duduk di sebuah sofa tunggal itu kemudian menunduk, menatap kosong pada lantai keramik berwarna putih.
"Nggak ... aku akan tetap di sini sampai kamu datang ...."
Suara lirih bercampur tangis yang masuk ke gendang telinga kirinya, membuat cairan bening yang sedari tadi berkumpul di pelupuk mata, meleleh bergantian. Dadanya sesak saat lagi-lagi sebuah kebohongan terpaksa harus Samudera sampaikan.
"Tapi aku belum bisa datang. Aku masih di luar negeri."
Samudera perlahan mendongak. Kedua netranya secara tak langsung tertuju pada figura besar yang menempel kuat di dinding. Foto sepasang pengantin beserta kedua orang tuanya ada dalam bingkai emas tersebut. Si pengantin laki-laki adalah dirinya sendiri sedangkan pasangannya merupakan seorang perempuan berdarah campuran Indonesia dan Inggris bernama Roseanna.
Isakan yang cukup kencang kemudian Samudera tangkap, disusul dengan kalimat yang sanggup mengiris hatinya.
"Kamu udah janji, akan pulang di hari ulang tahunku. Tinggal beberapa jam lagi, hari ini terlewati."
Mulut Samudera tak lagi sanggup mengucapkan sepatah pun kata. Cuma air yang terus mengalir dari matanya yang menjadi saksi betapa ia lebih buruk dari semua pecundang di dunia ini. Dirinya hanyalah laki-laki yang tidak mampu melakukan apa-apa, termasuk menepati janjinya sendiri.
Samudera masih sibuk dengan rasa sakitnya sekaligus mendengar tangisan Sea, sampai-sampai ia tak menyadari jika dari awal dirinya mengangkat panggilan telepon dari gadis itu, ada seseorang yang memperhatikannya dalam diam. Samudera pun tak pernah tahu tentang luka yang diderita perempuan yang bersembunyi di balik dinding itu.
Perempuan yang telah Samudera nikahi. Perempuan yang dipanggilnya Rose ....
*****
Rose memasuki kamarnya dengan membawa nampan. Ia yang sudah menunggu terlalu lama di meja makan, akhirnya memutuskan untuk mengantarkan makan malam sang suami.
"Makanlah ...." Nampan, Rose letakkan di atas sofa, persis di samping Samudera yang tengah duduk sambil menunduk. "Jangan biasakan melewatkan makan malam."
Rose setia berdiri, menunggu Samudera bereaksi. Namun hingga beberapa menit berlalu, pria bermata sipit itu tetap setia dalam keterdiamannya.
Merasa tak diacuhkan, Rose mengayun langkahnya menjauh. Perempuan itu telah menyentuh handle pintu, ketika panggilan dari bibir Samudera menghentikan uliran tangannya.
"Rose ...."
Kepala, Rose putar cepat untuk menghadap suaminya dan langsung dapat ia saksikan kedua bola mata Samudera yang kemerahan. Ia lalu berjalan mendekat dengan sebuah senyuman tipis di sudut-sudut bibir. "Ya? Apa ada yang kau butuhkan?"
Samudera menatap lekat-lekat Rose yang menjulang tepat di depan sofa. Dengan berat hati, sebuah tanya, ditancapkannya tepat di jantung sang istri. "Apa tak bisa ... jika kau melepaskanku?"
Sejenak Rose mematung, napasnya tercuri sehingga ia merasa tak dapat mencerna pertanyaan itu dengan baik.
Melepaskan? Apa maksudnya?
"Tak bisakah?" Samudera lagi-lagi menunduk. Handphone dalam tangannya, ia remas kuat. Ini jelas pilihan yang sangat sulit. Tapi dirinya tak bisa serakah dengan memiliki dua wanita. Salah satu dari mereka, terpaksa harus ia relakan.
"Kau ingin ... kita berpisah?" Rose menerbangkan bisikan berupa tanya yang masih dapat Samudera dengar walau samar.
Laki-laki itu lantas mengangkat wajahnya. Ia pun sama melirihnya seperti sang istri. "Maaf ... tapi sepertinya aku memang harus pergi ...."
Tanpa harus dijelaskan, Rose tahu ke mana suaminya akan pergi, siapa yang akan pria itu temui, juga alasan kenapa Samudera lebih memilih perempuan itu.
Gadis beruntung yang dapat memiliki hati Samudera adalah Akhlasea Andini. Menurut penuturan pria itu sendiri, Sea merupakan teman seperjuangan Samudera sewaktu mengejar gelar sarjana di sebuah universitas swasta di kota Gudeg. Keduanya belum terlalu lama menjalin asmara ketika Samudera dipertemukan dengan Rose oleh orang tuanya.
Entah ada pertimbangan apa di balik keputusan Samudera untuk menikahinya dan meninggalkan Sea, Rose sampai detik ini tidak mengerti. Satu yang ia yakini, pria berwajah oriental itu pernah berjanji tidak akan menemui Sea lagi setelah mereka mengikat janji suci.
"Apa kalau aku tidak mau ... kau akan tetap pergi?"
Tangan Rose sudah bergetar, tapi perempuan itu masih bisa menahan agar suaranya tak mengalami hal serupa. Ia berusaha menghadapi serangan rasa sakit dari suaminya sebaik mungkin.
Sorot mata Samudera kian meredup, seakan semua harapan telah sirna tak bersisa. Pria itu kemudian menggeleng lemah. "Kau tau, aku takkan bisa ke mana-mana."
Rose paham, Samudera selama ini berusaha keras supaya tidak berselingkuh di belakangnya. Dan untuk menghindari hal itu, sang suami kini lebih memilih memutuskan ikatan suci mereka.
"Baik ... pergilah ... biarkan aku yang menyelesaikan semuanya."
Mendengar keputusan sang istri, Samudera lekas berdiri. Ia dekap tubuh ramping Rose teramat erat. "Terima kasih, Rose ... aku tidak akan pernah melupakan kebaikanmu hari ini."
Kali ini Rose membisu, bibirnya ia katupkan rapat-rapat sebab ia sedang mati-matian menghalau air mata yang berontak meminta dibebaskan. Tapi sekuat apa pun Rose mencoba, akhirnya ia kalah juga ketika telapak tangan Samudera memberikan sentuhan lembut di rambutnya. Tangisan itu lalu tercipta tanpa suara.
Samudera belum ingin melepaskan pelukannya. Ia mau merasakan detak jantung Rose lebih lama, karena mungkin ini untuk yang terakhir kalinya.
............
Part masih lengkap di wattpad. Untuk ekstra part bisa kalian baca di Karyakarsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katalog Prolog
ЧиклитKumpulan semua prolog dari cerita yang sudah selesai saya tulis atau yang akan saya rangkai. Selamat memilih. Ada juga cerpen yang bisa menemani kalian menghabiskan waktu senggang.