I Just Need You| Part 30- The True

204 25 4
                                    

PLEASE VOTE FOR IT!!

Lyon-France| 08:12 PM

Terkejut? Jangan bertanya!

Pernyataan Marc bagaikan suara gemuruh di telinga tiga orang yang berdiri mematung di ruang tamu apartemen Alona. Lucia Rivera entah sejak kapan perempuan itu ada di sana. Menyaksikan tiap hal yang terjadi di ruangan itu. Ketakutannya menjadi nyata.

Pada akhirnya semua akan kembali sama. Ia yang akan kehilangan lagi. Ya tentu saja Lucia akan kalah jika ia tak berjuang sekali lagi. Sekali lagi ia akan mencoba. Apa pun yang membuat Marc kembali padanya.

Ia telah melangkah sangat jauh untuk sampai di titik ini. Memainkan peran yang tak seorang pun sadari. Bersama Fabio Quartararo, menyusun segala hal yang bisa membuat mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Dimulai dari menghilang. Hadir kembali. Menggunakan seseorang. Terjebak, kemudian mengaku, selanjutnya ia dapatkan. Sebenarnya itu begitu mudah. Jalannya sangat indah. Butuh waktu untuk bisa mendapatkan Marc kembali. Namun sekali lagi ia gagal. Perasaan Marc tak lagi sama. Telah terbagi menjadi dua. Dengan laki-laki itu yang telah menyadarinya.

Lucia tak akan lupa setiap kata yang terucap dari bibir yang pernah menciumnya. Untuk seorang gadis yang tidak ia inginkan keberadaannya. Jikalau mendapatkan Marc akan sesulit ini, maka Lucia akan mempertaruhkan segalanya untuk membuat Marc menjadi miliknya kembali. Cukup orang tuanya yang berpisah karena wanita lain, dirinya tidak.

"Maafkan aku. Mungkin ini terlambat, tapi aku tidak bisa menyangkalnya lagi." Ucapan Marc saat mereka keluar dari tempat Alona masih terngiang dengan jelas. Membuat telinganya seakan berdenging. Lucia benci itu. Laki-laki itu seakan tak merasa bersalah sama sekali telah mempermainkan perasannya.

"Setelah semua yang kita lalui?" tanya Lucia tanpa menghentikan langkahnya. Ia bahkan tak menatap Marc yang berjalan di sampingnya. Ketika Marc berhenti dan menarik lengannya, Lucia baru menoleh dan berdecih sinis. "Kau tak pantas, Marc. Kau begitu jahat. Padaku, pada Alona. Tapi tak apa, aku tetap mencintaimu sekalipun kau telah menghancurkanku. Sekali lagi. Aku akan memaksa untuk tetap baik-baik saja. Aku akan berjuang sekali lagi. Apa pun akan aku hadapi untuk mendapatkanmu lagi." Lucia menatap mata itu dalam. Mata yang selalu membuatnya tenggelam. Kini sudah bukan miliknya lagi.

"Jangan mencoba baik-baik saja. Aku tahu, aku memang sejahat ini. Mempermainkan perasaan kalian berdua. Pada saat itu aku tidak menyadarinya sehingga memintamu untuk berada di sisiku."

"Sekarang kau menginginkan aku pergi?"

"Semua harus berjalan seperti seharusnya," ucap Marc. Bohong jika Marc tidak merasa bersalah dalam hal ini. Ia sangat salah. Dua hati telah ia sakiti. Ia hancurkan.

Lagi, Lucia berdecih. "Berengsek!" Kemudian perempuan itu berlalu meninggalkan Marc, menghilang bersama lift yang berjalan turun.

Marc mendesah lelah. Bagaimana mungkin perasaannya seperti ini. Ia lebih dari seorang bajingan. Ketika Alona tidak ada ia meminta Lucia untuk menetap.

Salahkan dirinya yang tidak mencoba untuk melupakan. Salahkan dirinya yang tetap menetap ketika Lucia memilih menyerah. Harusnya Marc rela akan kepergian Lucia. Itu pilihannya. Dengan tidak tahu diri laki-laki itu memohon agar mereka kembali bersama. "Aku janji, setelah ini kita akan baik-baik saja. Aku hanya membutuhkanmu."

Bahkan pada malam itu---malam ketika dirinya melakukan hal yang sangat romantis, Marc juga berjanji akan selalu berada di sisi Lucia. Namun sekarang apa? Ia bahkan membiarkan Lucia pergi tanpa mengejarnya.

Sakit. Sangat sakit. Dadanya seakan terhimpit ribuan batu. Menyesakkan. Lucia tidak akan pernah lupa pengkhianatan ini. Alona. Dia adalah pemicu masalahnya dengan Marc. Walau harus menyingkirkan satu nyawa, Lucia akan melakukannya. Apa pun. Demi Marc Márquez bisa berada di sisinya lagi. Agar laki-laki itu tak berbohong lagi.

Ini adalah air mata yang terakhir kalinya jatuh. Karana seorang laki-laki. Lucia tidak akan membiarkan seseorang merenggut kebahagiannya lagi.

Sekalipun Fabio sudah melarangnya untuk menyentuh Alona, Lucia akan melakukan itu untuk menyingkirkan Alona. Ia tidak akan peduli dengan Fabio. Laki-laki itu juga telah diuntungkan dengan kerja sama mereka. Sekarang Lucia hanya perlu memikirkan dirinya.

Dengan tudung di kepalanya, Lucia berjalan mengikuti kemana orang itu akan pergi. Alona berjalan seorang diri di tengah gelapnya malam. Badai salju sebentar lagi akan turun. Entah kemana tujuan gadis bodoh itu.

Dengan jarak sepuluh meter dari tempat Alona berpijak, senyum sinis itu terukir. Lucia mempercepat langkahnya ketika sebuah mobil baru saja melintas. Ia harus menjalankan rencananya sekarang. Menghabisi Alona. Jika hanya itu satu-satunya jalan maka akan Lucia lakukan.

Dua langkah lagi, sampai. Lucia menarik bahu Alona membuat gadis itu tersentak. Kemudian berbalik secara langsung.

"Lucia.... "

Senyum sinis Lucia masih terpantri di wajah. "Kau senang sekarang? Sekali lagi kau menghacurkanku. Harusnya kau tidak pernah kembali. Seharusnya juga aku mencegah Marc untuk kemari. Itu kesalahanku memang. Tapi kemunculanmu adalah masalah terbesar!"

"Apa yang kau katakan? Aku sama sekali tidak bermaksud." Alona berkilah sekaligus bingung.

"Aku memberimu kesempatan untuk bahagia bersama orang lain. Kau tahu apa saja yang sudah aku lewati selama ini?" Gelengan lemah Alona membuat Lucia melanjutkan katanya. "Aku bekerjasama dengan Fabio untuk membuat kalian berpisah. Dengan memanfaatkan Alex meski gagal, itu adalah bagian dari rencanaku. Aku terdesak dan mengatakan yang sejujurnya bahwa aku telah berbohong. Kedatanganku kembali hanya untuk membuatmu pergi. Fabio mengikutimu. Dia berada di sampingmu untuk mendekatimu."

Alona kehilangan kata-kata. Rencana? Gadis itu kebingungan bukan main. Lucia dan Fabio?

"Rencana kami tidak bermaksud untuk melukai pihak manapun. Aku bersama Marc dan kau bersama Fabio. Cerita ini akan indah bila kau menerima Fabio sejak dulu. Namun dengan bodohnya kau tetap mengharapkan balasan perasaan dari Marc bahkan ketika kau tahu kami kembali bersama."

"Sekarang Marc telah menyadari perasannya. Itu membuatmu senang, 'kan?"

Alona merasakan aura berbeda dari perempuan di depannya. Takut. Alona sangat takut dengan aura itu. Lucia seperti akan melakukan hal yang buruk untuk dirinya.

"Aku tidak peduli apa yang akan terjadi setelah ini. Karena aku hanya akan memikirkan kebahagiaanku. Marc akan menjadi milikku lagi setelah aku membereskanmu." Setelah kata-kata itu terucap, sebuah mobil hendak melintas. Tangan Lucia mendorong Alona menuju jalan yang akan dilalui mobil tersebut. Secara langsung Alona tersungkur di tengah jalan. Tanpa perasaan dan senyum bengis di wajahnya.

Sangat kontras dengan perasaan Lucia saat ini. Alona menyadari mobil yang melaju kencang itu semakin dekat. Lampu itu menyorot mengenai matanya. Menyilaukan sehingga Alona tak bisa berbuat banyak. Ia memejamkan mata. Bangkit pun rasanya tak bisa ketika rasanya nyawa sudah ada di ujung kepala. Habis. Dirinya akan tamat hari ini. Mobil itu semakin dekat. Alona hanya merasakan kegelapan.

ⓂⓂ⑨③

To Be Continued

Mau update lagi nanti malam?
Dua part lagi selesai kok😁.

Zesi Walikhsani

I Just NEED You | MM93 Fanfiction ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang