PLEASE VOTE FOR IT! 😃
***
USP Institute Universitari Dexeus, Barcelona-Spain| 07.45 AM
Sejak terjaga dari tidurnya Marc tak henti-hentinya melamun. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini. Hal itu mendorong Alex untuk sedikit menganggu kakaknya. Lelaki itu tidak peduli jika sekarang Marc tidak ingin diganggu. Bahkan itu harus. Namun, bukan Alex namanya kalau harus menuruti perintah Marc yang tidak terlalu berguna. Ia hanya ingin Marc tidak melamun lagi.
"Marc, Lucia datang," ucap Alex. Nada suaranya ditinggikan dengan samaran antusias.
Mendengar nama mantan kekasihnya disebut, secepatnya Marc menoleh ke arah pintu. Tidak ada. Tidak seorang pun masuk ke kamar rawatnya. Sialan! Alex mengerjainya.
Marc memicing kala menatap Alex. Dengusan sebal keluar dari hidungnya. "Berhenti mengangguku!"
Bukannya takut atau apa, Alex terkekeh geli. Sangat kontras dengan raut wajah Marc saat ini.
Berani-beraninya Alex menggunakan nama Lucia sebagai bahan candaan. Marc tidak terima itu. Lucia adalah cintanya. Miliknya---meski gadis itu memilih pergi. Sampai saat ini Marc masih mengakui kepemilikan terhadap Lucia. Miliknya yang paling berharga. Dunianya. Lucia pusat dunianya.
Berhenti terkekeh, Alex berdehem pelan. "Marc, kau yakin untuk operasi nanti siang?" tanya Alex dengan salah satu alis dinaikkan.
Marc mengerutkan kening. "What do you mean I'm not sure? Kau ingin tanganku patah?" Tidak ada angin tidak ada hujan, bahkan bumi juga masih berputar pada porosnya, mendadak Marc jadi sangat sensitif pada Alex. Lelaki itu bertanya-tanya dalam hati, apa karena Alex menyinggung soal Lucia? Hanya namanya dan lelaki ini kesal?! Really? Bukankah Marc sangat ingin kembali bersama Rivera sialan itu?! Apa yang sebenarnya terjadi?
"Biar aku jelaskan, Alex. Aku tidak suka jika kau membawa nama Lucia untuk bahan candaanmu. Aku tidak rela kau menyakitinya tanpa dia sadar," ucap Marc seakan tahu apa yang berseliweran di kepala Alex.
Hanya menyebut namanya dianggap sebagai bahan candaan? Yang benar saja! Alex bahkan tidak berniat.
Menggeleng pelan, lalu berdecih. Alex tidak habis pikir dengan kakaknya ini. Bagaimana bisa Marc begitu melindungi mantan kekasihnya yang pasti juga sudah tidak mengingatnya lagi. "Aku heran, kenapa kau bisa sangat mencintainya di saat dia saja tidak menyukai hobi sekaligus kariermu itu," ucap Alex penuh dengan cibiran.
Marc kembali memicing kala menatap Alex membuat lelaki itu bergidik ngeri. Astaga! Apa yang salah dengan kakaknya itu?! "Oke, fine! Lupakan saja!" Alex tidak ingin mengambil resiko apa pun.
Marc mendesah panjang, lalu ingat dengan pertanyaan Alex tentang operasi yang akan ia jalani siang nanti. "Aku yakin untuk melakukan operasi itu siang ini. Lebih cepat lebih baik, bukan?" Menatap Alex sebentar lalu melanjutkan, "Aku yakin setelah ini Emilio akan datang dan membawa kabar buruk untukku." Dari nada suaranya saja Alex tahu kalau Marc sudah mengetahui dengan jelas kabar apa yang akan ia dapat dari Emilio meski pria itu belum datang kemari dan membawa kabar yang dimaksud Marc.
Karena suasana mendadak canggung, Alex berusaha mengembalikan suasana seperti semula. "Ah! Kurasa kau harus menghilangkan kebiasaan berpikir burukmu itu, Marc. Belum tentu Emilio dan tim akan memutuskan itu. Ini kan baru awal. Aku yakin kau tidak akan lama ada di sini."
"Kalaupun iya aku akan menentang Emilio."
Ucapan dengan raut serius itu sontak membuat Alex terkejut. "Apa?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Just NEED You | MM93 Fanfiction ✔
FanfictionFOLLOW DULU SEBELUM BACA!! JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!! DILARANG PLAGIAT!! Orang bilang, cinta pertama itu sulit dilupakan. Memang benar, Marc Márquez Alentà tidak bisa menampiknya. Ketika Lucia Rivera memilih pergi, Marc masi...