PLEASE VOTE FOR IT!!😃
***
USP Institute Universitari Dexeus, Barcelona-Spain| 08:45 PM
Marc menatap nyalang pemandangan luar Barcelona yang tampak indah oleh gemerlap lampu-lampu dari gedung pencakar langit di sekitar rumah sakit yang ia tempati.
Tak satupun orang menemaninya di sini. Itu permintaan, sekaligus perintah. Pikirannya penuh. Memikirkan nasib, karier, dan cintanya.
Setelah Emilio pergi dari ruangannya, hanya Alex yang yang ia izinkan masuk kemari. Lelaki itu akan pergi ke sirkuit yang sama dengan tempat diadakannya balapan minggu lalu. Marc memberikan nasehat pada Alex juga semangat bagi adiknya itu untuk bangkit lebih hebat dari tahun lalu. Intinya, bisa menggantikan posisi Marc selama dirinya tidak ada.
Marc sedih. Hancur. Tentu saja. Tahun lalu ia bersinar. Terang. Bahkan sangat terang. Nyaris setiap masalah yang telah lalu tidak bisa meredupkan sinar kebahagiaan yang Marc dapat saat kemenangannya tahun 2019. Ia sangat bahagia saat itu. Delapan kali mendapatkan gelar juara dunia. Itu hebat. Menakjubkan.
Marc juga tidak menyangka. Tahun 2019 akan menjadi tahunnya bersama adiknya. Alex Márquez menjadi juara dunia Moto2. Ajang balap motor di bawah MotoGP. Sementara seorang Marc Márquez menjadi juara dunia MotoGP. Saat itu, Alex membuktikan bahwa dia bisa berdiri dengan sayapnya sendiri. Lepas dari bayangan seorang Marc Márquez. Dia bukan hanya adiknya Marc Márquez, tapi dia Alex Márquez sang juara.
Marc sangat bangga pada Alex. Lelaki itu bisa membuktikan diri bahwa dia bisa. Terlepas dari bayangannya dan cibiran publik yang menyatakan dia tidak bisa apa-apa tanpa Marc. Semua itu bohong. Alex menampik semua tuduhan itu dengan prestasinya. Karena itu, sebelum Alex turun ke lintasan, Marc tidak pernah lupa untuk memberikan dukungan penuh pada Alex. Agar adiknya berhasil. Bisa seperti dirinya.
Tentang nasibnya, ia sangat kesal. Keputusan Emilio dan tim memang sepenuhnya benar. Itu untuk kebaikannya. Marc tahu. Sangat tahu. Tapi, itu menghancurkannya. Ia tidak bisa kembali ke lintasan bahkan disaat awal. Balapan baru dimulai. Dia yang sudah memiliki semangat membara dalam dirinya harus menelan pil pahit bahwa kemungkinan besar dia juga tidak akan turun ke lintasan selama tiga bulan. Marc benar-benar harus fokus untuk pemulihan cederanya yang cukup parah. Sialan! Tidak bisakah semuanya lebih buruk dari ini?!
Kabar bahwa Marc tidak akan melanjutkan balapan hingga November mendatang, tim sudah mengumumkan pada publik. Sementara itu, sebagai gantinya, Stefan Bradl juga sudah ada di paddock bersama tim untuk menggantikan dirinya sementara waktu.
Disaat-saat seperti ini, perhatian orang yang paling ia cintai lah yang paling ia butuhkan. Tapi, dia tidak datang. Lagi-lagi ia tidak datang. Menyedihkan.
Marc membutuhkan Lucia. Sangat. Tidak peduli jika mereka sudah berakhir. Lucia ada segalanya. Semangatnya. Cintanya. Pusat dunianya. Tanpa Lucia, Marc seperti mati. Tidak ada semangat yang membara tentang cinta. Hampa. Hatinya kosong.
Kenapa kecelakaan ini harus terjadi saat Lucia sudah pergi?!
Harusnya saat gadis itu masih ada di sisinya. Merawatnya.
Namun, lebih baik hal buruk itu tidak terjadi. Harusnya jangan. Namun, sekali lagi takdir berkata lain. Memperburuk keadaan.
Tangan Marc bergerak mengambil benda pipih yang terletak di atas nakas. Ponselnya sudah berbunyi sejak tadi. Marc yakin itu adalah suara notifikasi dari para penggemarnya yang mengucapkan 'semoga cepat sembuh' dan ungkapan semangat yang lain. Ia sangat senang, meski dirinya tak ada di lintasan, semua orang tetap mencintainya. Dengan tulus, tanpa syarat.
Saat Marc membuka aplikasi Instagram di ponselnya, paling atas, ada postingan Lucia yang baru beberapa menit yang lalu. Cepat, Marc menekan tombol love di bagian kiri bawah foto itu. Lucia tampak cantik dengan balutan dress berwarna putih, juga senyum lebar yang menghiasi wajahnya. Cantik sama seperti saat pertama kali mereka bertemu.
Jika kalian berpikir Marc akan melakukan kegiatan seperti yang dilakukan orang-orang pada umumnya ketika berakhir dengan pasangannya yaitu unfollow akun instagram atau yang lainnya, Marc tidak begitu. Apa salahnya tetap menjalin hubungan meski rasanya beda?
Namun lebih dari itu, Marc masih mengharapkan Lucia. Tidak peduli apa pun yang akan dikatakan dunia. Ini hidupnya bukan mereka.
Saat Marc akan mengetik komentar pada kolom yang tersedia, pintu terbuka. Mengurungkan niat, Marc menoleh ke arah pintu, ia tercekat. Seseorang berdiri di sana. Wajahnya tertutupi oleh buket bunga mawar merah muda yang besar. Nyaris menutupi seluruh tubuh bagian atas orang itu.
Dia masih berdiri di sana, tepat di ambang pintu. Tangan kecilnya yang lembut menggeser sedikit bunga mawar yang dibawanya. Menampakkan gadis berwajah cantik juga senyum lebar yang menghiasi wajahnya.
"Surprise!" soraknya dengan gembira.
"Chérie...,"
Ketika sorakan bahagianya berhenti, gadis itu lari dan secepat kilat menabrak tubuh Marc yang tengah duduk bersandar di kepala ranjang. Gadis itu menenggelamkan wajahnya di dada Marc. Menghirup aroma tubuh khas Marc Márquez Alentà yang sangat ia rindukan. Tangan kiri Marc setia mengelus rambut coklat sebahu milik gadis itu.
"I miss you so much, Marc," bisiknya dalam pelukan.
"Me, too," balas Marc dengan suara seraknya.
Menarik diri, gadis itu lantas menatap tangan Marc yang berbalut gips. Matanya berkaca-kaca. Bahkan nyaris menangis. "Apa sakit sekali?" tanyanya dengan sendu.
"Iya, kemarin sakit. Sekarang tidak lagi. Karena kau sudah ada di sini, Chérie." ucap Marc disertai senyum hangat yang menghiasi wajah tampannya.
Ketika mata gadis itu berkedip, air matanya jatuh. Menggigit bibir dalam, sebisa mungkin dia tidak ingin terisak dan membuat Marc panik. Tangannya mengenggam erat buket bunga mawar merah muda yang masih ada di tangannya. Wajah gembiranya hilang seketika.
"Hei-hei, kenapa kau menangis, Chérie? Bukankah sudah kukatakan, aku baik-baik saja sekarang." Benar. Marc mulai panik ketika melihatnya menangis. Tangannya yang bebas langsung mengusap air mata gadis itu.
"Sudah, jangan menangis lagi." Marc tersenyum hangat, menenangkan. "Eh, lihat. Kau membawa bunga untukku?"
Gadis bermata rusa itu mengangguk. Namun bibirnya masih mencebik. Sangat lucu di mata Marc. "This is for you."
"Baiklah. Taruh saja di sana!" Marc menunjuk satu-satunya meja di ruangannya.
Segera, gadis itu melakukan perintah Marc. Selesai, dia kembali ke samping Marc dengan air mata yang masih menetes.
Marc menghela napas. Rasa bersalah muncul dalam benaknya. Kemudian, Marc menepuk sisi ranjangnya yang kosong untuk meminta gadis itu duduk. "Omong-omong, bagaimana bisa kau datang ke sini? Bukankah Madrid masih lockdown?"
"Ah, itu! Aku memaksa Uncle Emilio untuk ikut kemari bersama timnya," ucapnya.
"Benarkah? Kau memaksanya dan dia setuju?"
Gadis itu mengangguk. "Saat aku dengar kau kecelakaan dan Uncle berniat kemari sebelum menyusul Alex aku memohon padanya. Aku juga sudah membawa banyak pakaian. Nanti saat kau keluar dari sini aku bisa ikut denganmu ke Cervera," jelasnya. Kali ini seulas senyum mulai menghiasi wajahnya lagi.
"Wah! Kau mau tinggal denganku, begitu?"
Lagi, gadis itu mengangguk antusias.
"Dasar anak manja!" Marc lantas mengacak rambut gadis itu dan terkekeh geli.
ⓂⓂ⑨③
To Be Continued
SPAM NEXT DI SINI!!
Zesi Walikhsani
KAMU SEDANG MEMBACA
I Just NEED You | MM93 Fanfiction ✔
FanfictionFOLLOW DULU SEBELUM BACA!! JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!! DILARANG PLAGIAT!! Orang bilang, cinta pertama itu sulit dilupakan. Memang benar, Marc Márquez Alentà tidak bisa menampiknya. Ketika Lucia Rivera memilih pergi, Marc masi...