Banyak yang percaya bahwa Veestel, adalah anak perempuan matre alay, yang suka cari perhatian dan nyaman jadi topik utama buah bibir. Beberapa bilang, wajahnya ditanam benang. Ada yang percaya alisnya disulam dan bibirnya sudah dioprasi.
Veestel bahkan tidak punya tulang pipi, kata orang, itu hasil dokter luar negri. Sean, adalah konglomerat kaya yang punya rumah sakit besar di Jakarta, dan Veestel adalah simpanannya. Ia bisa masuk ke kriminologi dengan sedikit sogokan dan nilai yang sudah digelapkan.
Veestel sudah pernah dengar gossip – gossip itu dimana – mana, terutama versi yang menggunakan embel – embel "sok cantik dan centil". Tapi toh, memang, sekali dua kali ngobrol dengan pemuda manapun, mereka jadi nyaman dengan Veestel, dan itu sama sekali bukan salah Veestel.
Keakraban laki – laki dengan karakternya yang nyentrik sudah sangat pasti jadi patokan awal anak – anak tukang gossip menyebar berita – berita tidak masuk akal untuk menjatuhkan Veestel, dan setiap kali Veestel mau berkomentar, Rae selalu menegurnya,
"udah, sampah gak usah diurusin kalau kamu bukan tukang sampah."
Rae selalu masuk akal. Dan ekstream. Satu – satunya yang bisa mengerti Veestel dengan baik dan benar, tanpa terlalu ikut campur, tanpa menawarkan bantuan – bantuan yang menambah emosi.
Rae selalu memulai segala macam hal dengan menyimak, dengan mendengarkan dalam tenang dan kepala dingin, sebelum berkomentar blak – blakan, tapi solutif.
Rae, bagi Veestel, adalah sahabat yang tidak akan pernah punya pembanding. Veestel mau mengorbankan banyak hal untuk Rae, sebagaimana dia yakin Rae pasti akan mengorbankan banyak hal untuknya.
Persahabatan itu memang sudah terjalin sekitar satu dekade, dan pertemanan yang selama itu sembari betumbuh Bersama, secara alami tidak akan mudah hancur.
"jadi, semacam married gitu?" Romeo geli, memancing Veestel untuk memutar bola matanya,
"you sure you're 24?"
"in the law of nature, V, there's nothing so sure in this world."
Kantin hari itu lenggang, pukul empat sore terlihat begitu keemasan. Sean mengaku harus bertemu dengan professornya, namun tetap memaksa Veestel dan Romeo bertemu seperti biasa.
Veestel bukan berarti selalu lenggang, bebas tugas, dan sudah menyeselaikan tugas makalah sinting yang ditugaskan hari ini dan harus selesai lusa, tapi bujukan Romeo yang entah mengapa selalu mengesalkan namun masuk akal berhasil menahan gadis itu di kantin, untuk berbincang barang sejenak.
Embel – embelnya mudah saja; Romeo ingin bertemu Rae, agar ia bisa "membaca situasi". Veestel, payahnya, tidak punya alasan yang cukup kuat untuk menolak mempertemukan mereka berdua, apalagi setelah Romeo sukarela menawarkan bantuan dalam mengetik makalah super boring itu.
"even better," kata Romeo Ketika sedang membujuk Veestel, "Sean pasti ikut bantu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Dearest Pink
RomanceVeestel bahkan tidak bisa mengingat masa - masa di hidupnya yang tenang dan berjalan seperti anak - anak normal lainnya. Secepat ia sadar bahwa ia adalah manusia yang berfikir dan berdaulat atas dirinya sendiri, secepat itulah masalah - masalah gak...