11

9 0 0
                                    


"Rae, my dear, you pierce your tongue?"


Masih di ruang tamu Veestel, seorang grunge girl penuh aksesoris rantai perak duduk bersama prince charming in suit dan Lolita cilik. Tiga tokoh nyentrik itu sama – sama mengobrol random di atas Victorian sofa set biru bermotif mawar pink, lengkap dengan dua toples biskuit yang salah satunya sudah kosong.


  Unik.


Kalau direka – reka, ketiga manusia ini seperti sedang piknik di wonderland dengan kepribadian aneh masing – masing, ignorance ekstream masing – masing, dan tentu saja, rahasia masing – masing.

"mau liat?"


Sean berbinar seketika, mencondongkan badan pada Rae semangat, "lemme see, lemme see!"


Setelah memutar mata, Rae menjulurkan sedikit lidahnya yang sudah dimodifikasi dengan anting kecil di tengahnya.

"it's not that painful, but bleeds a lot,"

"kak Rae hebaaat! Kak Rae berani!" Ara tertawa geli sembari bertepuk tangan, matanya yang sudah tidak ber soft lens semenjak Seth pulang ditutupnya erat – erat, seiring dengan otot pipinya yang tertarik.


"Rae darling, it's so cute," Sean tersenyum sungguh – sungguh, hingga matanya ikut setengah tertutup.



Manis. Baru pertama kali Rae suka disenyumi laki – laki. Atau baru pertama kali Rae merasa laki – laki tulus tersenyum padanya?

"I like you, Rae Bae,"

"Sean, gak ada garansi aku bener – bener bakal suka sama kamu, kamu masih orang asing."



Rae selalu tahu tentang mulutnya yang tidak bisa diam Ketika menurut dadanya hal yang ia tahu harus dimuntahkan. Rae juga tahu, betapa lidahnya tidak bisa memuji dengan baik, atau sekedar menyederhanakan kata – kata agar terdengar lebih halus.



Rae bahkan sangat tahu, kalau omongannya sangat bisa membuat laki – laki dengan senyum manis itu menyingkir dari hidupnya. Bukan berarti Rae rela.

"sometimes, princess, we're not looking for love, but the other half," Sean membenarkan posisi duduknya, lalu menyisip teh dengan mata terpejam. Ara Kembali berbinar, lalu melonjak semangat, "oh, you mean like prince and princess right kak Sean? So Sweeeeet!"



Sean tersenyum manis sok polos sok charming, "seratus buat Ara! Prince of Lie and Princess of secrets!" Ara semakin bertepuk tangan heboh,

"cocooook!"



Ugh. Rae bahkan tidak punya setengah kesabaran Veestel.

"jujur aja, yang punya rahasia itu kalian. I don't do secret, at all. So shut up and just eat the cookies."



Ara dengan baik hatinya menyodorkan toples biskuit dengan kedua tangannya, tersenyum lebar seperti boneka. Sean, dengan wajah sok gantengnya ikut tersenyum dan memulia tata krama minum teh wonderland lagi.



Teh, biskuit, obrolan tidak waras, repeat.



Langkah pertama dan kedua selesai, waktunya seseorang berbicara. Tapi entah mengapa, semua diam. Ara, duduk dengan wajah penuh semangat, penuh keceriaan, menggoyang – goyang kan kakinya kedepan – kebelakang. Sean, duduk sembari menyisip teh, seakan – akan dia adalah pangeran Inggris. Kakinya rapat, tangan kirinya menggenggam piring kecil, sedang di tangan kanannya terus memegangi cangkir yang menempel pada bibirnya. Berdetik – detik.



Rae, duduk di sebelah Sean, berhadapan dengan Ara. Kaki kanan di atas kaki kiri, menyandar pada sofa, kedua tangan dilipat di belakang kepala. Berfikir. Berfikir. Berfikir dan berfikir, hingga berfikir membuatnya muak dan semakin heran.

"kalian ini, munafik loh."



Sean membuka matanya, Ara mengerjab. Semua orang di wonderland selalu punya topeng, selalu tahu bagaimana tidak terkejut salah dikagetkan, atau pura – pura kaget saat tidak terkejut,

"seakan – akan gak peduli, padahal kalian tau banget kan, Romeo sangat capeable buat ngebongkar semua yang kalian sembunyiin?"



Hening. Rae mendesah, membaca gelagat kedua manusia itu dengan jengah. Semua orang di wonderland memang pandai berlaga, tapi sesama penghuni wonderland tidak bisa menipu. Itu adalah aturan nomer satu.

"Veestel is so important for all of us, gamble nya besar banget buat nyerahin dia ke Romeo."

"Romeo is not a stranger, Rae," Sean berdeham, tidak berani menatap Rae, tapi terus meluruskan tatapnya pada lantai, "he's my equal,"

"he sets fire to your wine, accept it."



Sean tersedak tehnya sendiri.



Rae bahkan belum sempat mengekspresikan betapa jengahnya ia dengan kecerobohan Sean Ketika ia melihat Ara masih seperti boneka, dan semakin kesal,

"and you, Ara, you are the scariest thing alive."



Ara mengangkat kedua alisnya, lalu Kembali tersenyum, seperti boneka. Tak tercela.

"kak Veestel juga punya hak buat Bahagia, kak,"

"ini cara kamu bikin kakakmu Bahagia?" Rae bingung antara ingin meludah atau tertawa,

"Ara's deal is set two years ago, kak Rae. Jangan marah – marah dulu, nanti cepet tua! Hehehe. Ara won't make my favorite person in this world in misery, and Ara always know what she's doing~"



"Right," Sean berdeham sekali lagi, lalu Kembali pada topeng pangeran tak bercelanya, "it's all planed by you and Romeo two years ago!"

"what's exactly happened two years ago?!"



Ara Kembali tersenyum, Kembali membuat wajah boneka, tak tercela. Di ambilnya teko besar keramik, kemudian ia berdiri,

"sini, kakak kakak, Ara certain tentang dua tahun lalu. Tapi, tambah lagi dulu ya, tehnya?"

---

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our Dearest PinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang