Veestel hanya ingin mengamuk, semengamuk – mengamuknya, melempar teh botol beling di meja ke lantai, dan memaki – maki atas fakta bahwa dia dibiarkan berperan menjadi orang paling bodoh di antara kelompok sosialnya.
Rae tahu Veestel ingin mengamuk -sangat tahu. Tapi Veestel, memang selalu punya alasan untuk mengamuk sekaligus alasan untuk mehan diri, dan berakhir hanya membeturkan kepala ke meja.
Rae selalu mengerti kenapa Sean suka bersahabat dengan Veestel. Pasalnya, Veestel memang yang paling dewasa diantara mereka semua. Semacam netralisir yang dengan baik hatinya pasang badan di depan jika terjadi hal – hal tidak masuk akal nan gila, lalu mengacuhkan perasaannya sendiri yang sudah kerap kali di ambang batas, dan Kembali biasa saja.
Bahkan Veestel mau direpoti seperti babu oleh Sean, dibawa kemana – mana seperti asisten pribadi dan dapat fitnah – fitnah sinting. It's just her. Pun sampai sekarang, Veestel tidak terlihat keberatan.
Maka hari ini, Veestel juga akan mengacuhkan perasaannya untuk kesal, ingin mengamuk dan merasa dipermainkan, lalu fokus pada masalah. Rae tahu itu, tapi bukan berarti Rae tega.
Sudah lama Rae benci dengan sifat Veestel yang satu itu, namun sepertinya Veestel memang bisa menangani apa saja, ikut campur siapa saja, dan mendadak terseret masalah apapun dengan kepala dingin kecuali yang bersangkutan dengan Ara.
"Kita to the point," Veestel memasang wajah serius, matanya nyalang, namun lonjakan emosi yang masih gemuruh dalam dirinya dibiarkan terperangkap dalam bola matanya yang se warna coklat dengan 50% susu.
Romeo adalah pemuda dengan kecerdasan menyaingin Sean, sangat – sangat mudah baginya mengetahui bahwa Veestel berhasil membaca keadaan, dan ini sedikit banyak menyalahi rencananya, "you have a crush on me all along, Romeo. This whole nonsense is your plan."
Rae terperanjat, sama sekali tidak terbesit kesimpulan baru tersebut. Namun Romeo, di tempatnya, hanya mengulas senyum dengan wajah yang tak terbaca. "Sean clearly told you, I am his equal, and we're both straight," gigi Romeo diadu, bergemeltuk hingga telinga Rae, " I need him to act annoying, so you won't fall for him."
"how did you find me?"
Seringai. Seringai yang paling Veestel benci. "home party, rumah Sean. Kamu sendiri yang bilang kita pernah ketemu disana,"
"dan kamu tau hari ini semuanya bakal kebongkar?" Suara Veestel sedikit meninggi, namun postur dan wajahnya tetap, ekspresinya tak berubah. Veestel sangat terusik, dan Rae pun tidak tahu harus menenangkan Veestel atau ikut menghujar Romeo,
"we're gathering the odds, Vega, it's the right time for us to take this seriously."
Romeo mencondongkan badan pada Veestel, menatapnya lurus – lurus. Kini, ia juga tak kalah serius. Logika sederhana; mereka semua genius, dan mereka semua kelainan. Satu – satunya manusia yang cukup cerdas untuk mengerti mereka, dan juga satu – satunya yang cukup normal untuk menetralisir, memang hanya Veestel.
Sean, Romeo, Seth, Ara, bahkan Rae, mereka semua butuh Veestel. Singkatnya, Veestel adalah baut utama semua bekerja sesuai tatanannya, dan kerusakan pada Veestel akan memicu ledakan supernova dari lima orang genius sekaligus.
Veestel pun tak bisa menyangkal bahwa Romeo adalah yang paling dewasa dari mereka semua. Yang paling bisa Veestel percaya, dan paling bisa Veestel andalkan. Meluruskan pandangnya saat ini tak mengubah apapun yang ada dalam pikiran Veestel untuk Romeo; matanya itu, yang dibalut eye lens hitam, benar – benar dalam.
Seperti menyedot Veestel.
Seperti sengaja mengeluarkan aura black hole yang entah bagaimana membisikan Veestel bahwa ia bisa duduk tenang, bahwa semua dalam kendali, dan dia bisa beristirahat sejenak dalam lubang hitam tersebut.
Seram. Seram, tapi menantang. Veestel tahu ia benci senyum sok santai Romeo, atau cara bicaranya yang diputar – putar, atau tawanya yang ringan, atau juga tatap jenakanya di setiap waktu. Tapi entah bagaimanapun, Veestel tahu ia tidak benar – benar ingin mendorong Romeo dari kehidupannya.
Ini aneh, tapi mungkin, Veestel tidak benar – benar membenci Romeo. Atau sebenarnya Veestel sedang membenci dirinya sendiri, dan dirinya yang masih berusaha jujur itu sangat suka pada Romeo?
Tidak ada yang pasti di dunia ini, dan Veestel terpaksa setuju.
"V, I need you, won't you at least try?"
Tidak ada yang pasti di dunia ini, dan Veestel benar – benar terpaksa setuju.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Dearest Pink
RomanceVeestel bahkan tidak bisa mengingat masa - masa di hidupnya yang tenang dan berjalan seperti anak - anak normal lainnya. Secepat ia sadar bahwa ia adalah manusia yang berfikir dan berdaulat atas dirinya sendiri, secepat itulah masalah - masalah gak...