6

9 0 0
                                    


Dua Semester Lalu, Parkiran Fakultas Psikologi.


Karena sahabatnya telah disabotase dengan tidak bermoral oleh seorang laki – laki aneh selama dua semester belakangan, Rae yang lama – lama muak memutuskan untuk melabrak. Kabarnya memang, laki – laki itu anak beasiswa S2, kaya raya, dan baik. Tapi sebaik apapun dia, Rae tetap marah sahabatnya dimonopoli dengan kejam, dan kemarahannya tidak bisa diredakan dengan uang.


Maka, dengan latar belakang demikian, Rae mendatangi mobil seharga dp rumah milik tersangka, dan menunggu. Beberapa anak psikologi memergokinya dan tentu saja menatapnya dengan tatapan jijik dan tidak percaya, tapi Rae terlalu emosi untuk peduli pikiran orang lain. Yang ia tahu, kemarin Veestel yang tepat janji membatalkan kunjungannya ke rumah akibat laki – laki ini, dan dia ingin balas dendam.


Setelah sekian lama menunggu, cowok sok charming dengan rambut klimis disisir rapi belah pinggir, ber turtleneck putih dan celana putih gading datang menenteng tas putih segi Panjang. Wajahnya terkejut, dan Rae tahu itu kejut yang tidak dibuat – buat. Cowok itu bahkan sempat terdiam sejenak sebelum Kembali berjalan mendekat dengan senyum aneh.


Rae bukan hanya bersahabat dengan Veestel lebih dari satu dekade, tapi juga biasa datang ke rumahnya dan berbincang dengan Seth juga Ara. Membaca ekspresi Sean, bagaimanapun, jauh lebih mudah daripada membaca ekspresi Seth. Dengan sedikit polesan materi kuliah, Rae sudah bisa menyimpulkan apa yang ada dalam kepala Sean.


"sore, 'kak Sean', boleh ngobrol sedikit? Mau pake topeng sok keren ataupun melambai yang biasa aku gak keberatan."


Sean, masih dalam perjalanan mendekati mobilnya, membelalakan mata, berhenti sebentar. Dalam ketukan ketiga, wajahnya menyinggung seringai besar, dan berseri – seri dengan kilat aneh di tatapnya. Sean melangkah cepat pada Rae, dan mendekatkan bibirnya pada telinga Rae -badannya merunduk,

"interesting, a fine girl got me."

"My bestie's blinded. Seth is a psychopath, what makes you any different?"

"am I a psychopath?" Sean pura – pura terkejut.


Gadis metal itu mendengus, tangannya otomatis bersedekap erat,

"manipulative, classic. Veestel pasti percaya kalau yang kamu yang di liat itu kamu yang asli, but that's what you want her to think. Aku gak tau apa yang kamu mau dari Veestel, but I hate you. Dan, no, kamu bukan psikopat, Sean, kamu sosiopat."

"damn," cowok rapi itu memindai Rae dari atas kebawah, wajahnya seperti seorang koki yang mencicip makanan paling enak di hidupnya, "you hook me."


Rae menyeringai balik, nyaris tergelak merendahkan, "oh, jadi kamu gak gay sama si cowok blesteran?"

"kamu tau tentang Rommie?" Sean mundur, mengangkat alis dengan senyum lebar,

"Obviously, seems like he's your only equal. Veestel sahabatku, and Imma went crazy for her. Stalk sedikit gak seburuk itu, tapi ngeliat satu – satunya temenmu, Sean, jujur, I'm surprised. But, oh, your way of acting today is not how you behave with him. Are you being more honest with a stranger than your own boy?"


"how?!" pemuda itu kehabisan kata – kata, tapi terlihat cerah, "how you know 'bout my faces, and the fact that's they're made up?"


"feminin dan manja depan Veestel, tapi sok baik depan orang. Sayangnya berubah jadi cowok biasa dengan gestur sok mendominasi di depan si cowok blesteran," Rae mengedik acuh tak acuh, "Weird rivalry, tho, Sean. Mungkin memang gak pernah ketemu temen lain yang secerdas kamu ya? But is having many alter ego make you feel like winning? Or you simply manipulate him to feel a little bit above him?"


Sean tertawa keras, terlihat puas, kaget dan lega, semua campur aduk jadi satu. Rae menonton ekspresi si pemuda dengan wajah datar. Kepalanya mencerna dengan baik, ia benar – benar tahu apa yang terjadi.

"finally, God, finally!"


Lama kelamaan, Rae tersenyum juga. Senyum tulus. Senyum yang menggambarkan betapa perasaannya ikut senang melihat tingkah Sean yang begitu Bahagia. Tak perlu waktu lama untuk faham bahwa Rae pun suka dengan apa yang terjadi dengan Sean,

"Rommie is my equal, in another perspective, and I'm straight, so," Sean menggenggam tangan Rae, cepat tapi lembut, "it's been years I'm looking for a female equal, you know,"

"then you should impress me, not stealing my bestfriend away." Rae geli dicampur kesal.


Sean menegakkan badan, mulai mengerti mengapa sahabat dari sahabat barunya ada di depan pintu mobilnya, lalu mulai salah tingkah,

"maaf tentang Veestie, but she just never give a damn, you know. I need her," Sean menepuk bahu Rae dengan tangannya yang kosong, memasang wajah memelas dan senyum miris, "I'm lonely, if you understand."


Tentu saja Rae mengerti, tapi bukan berarti ia benar – benar ingin memaafkan Sean atas apa yang terjadi dengan sahabatnya, "harusnya Romeo mu itu cukup!"

"Rommie need a girl, Rae, and Veestie is just cute. I know they can get along, and they just gonna make the cutest couple. That's my plan." Sean berusaha tersenyum lebar, tapi terlihat tidak yakin.


"Kenapa kamu gak ketemuin aja mereka sekarang, bukanya bawa – bawa Veestel kesana – kemari, dimonopoli segala?!" Rae menggelegak, semakin emosi,

"well, we make a good friendship. And trust me, she's happy being my friend,"

"I know," Rae menepis tangan Sean, memutar matanya, kesal, "and that's why I hate it. Veestel selalu suka ngurusin orang, selalu mikirin perasaan orang. Sekarang kamu udah sepenting itu buat ngalihin dia dari aku, dan dia udah seenjoy itu temenan sama kamu, jaminanku apa a sociopath like you gak akan mainin dia?"


Sean terdiam sejenak, lalu mengangkat bahu,

"gak ada yang pasti, tapi Seth handled gara – gara Ara. I know how much Ara means to Veestie, and Veestie to Ara as well. Kalau aku nyakitin Veestie, sama aja lepas sumbu dari granat, kan?"

"kamu, si genius yang bisa meranin banyak muka, gak bisa handle adekmu sendiri?" Rae belum pernah dengar hal semenggelikan itu.


"Yang aku tahu, Ara bisa. Dan Seth punya sesuatu yang bikin Ara nempel. Trust me, Rae, I love it just the way it is." Sean mengeraskan rahangnya, "kita gak selalu punya opsi siapa yang bisa kita cinta, but he got his equal. So as a big brother, I want him to treasure her."

"damn," Rae berdecak, "jadi aku harus jadi gadis baik hati dan nyerahin sahabatku ke kamu?"


Pemuda itu menatap langit, seperti menahan diri. Sayangnya Rae benar – benar sudah tidak tahan dan terlihat begitu kesal, sehingga lekas – lekas Sean pun Kembali menatap gadis itu dalam, "wait for me,"


"hah?" Rae siap meledak.

"it's too sudden for us. But I'll come back and return Veestie to where she belongs along with you. I promise."


Kemudian, Sean menarik Rae daripintu mobilnya, dan masuk kedalamnya. Mesin menyala, mobil mahal itu melaju. Tidakperlu dijelaskan lama – lama Rae pun tahu Sean benar seorang laki – laki yangbaik. Sayangnya, alih – alih berhasil marah dan membebaskan Veestel, ia malahdiberikan garansi bahwa ia tidak akan mendapatkan sahabatnya Kembali

Our Dearest PinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang