Setelah makan malam, bell rumah Veestel berdering nyaring, memanggil siapa saja untuk membukakan pintu. Ayah Veestel dan Ara sudah lama pulang, mungkin hanya berjarak lima menit dari kepergian Seth, dan tepat setelahnya, Veestel memutuskan untuk mengacuhkan kesal yang ia punya, lalu menghubungin Rae.
Veestel, terus terang, sangat bingung, dan Rae entah mengapa selalu punya jawaban. Rae, sebaliknya, tidak pernah bingung, tapi selalu terbelit masalah atas ketidak pekaan dan sifat masa bodohnya, lalu, Veestellah yang akan mengomel sembari mengeluarkannya dari masalah tersebut, seberapapun sulit. Kini, kenyataannya, Veestel sangat membutuhkan Rae, dan dia terlalu yakin tanpa teman, malam ini akan menjadi malam yang menyiksa dan Panjang.
Ara yang tak pernah jauh – jauh dari sofa ruang tamu untuk membaca buku – buku tebal adalah orang pertama yang sampai ke pintu dan membukakannya. Dengan gestur ramah dan senyum manis, tamu yang ditunggu – tunggu diundangnya masuk, lengkap dengan tawaran teh panas dan biskuit yang tadi sore dipanggangnya.
Dari kejauhan, dari kamarnya yang berada tepat di sebelah ruang tamu, Veestel tahu sobatnya sudah tiba, dan dia ingin bicara berdua di tempat yang tertutup. Buru – buru gadis itu berlari keluar, menarik Rae yang tidak pernah peka agar dia tidak menghabiskan malam ini dengan berbicara random Bersama Ara dan makan kue, meninggalkan Veestel yang butuh bantuan bete nan teracuh.
Lucunya, Ketika ia tergopoh – gopoh keluar kamar dengan kaus pink kebesaran selutut, yang ia temui bukan hanya Rae, tapi juga Sean yang terlihat masih memakai baju yang ia kenakan Ketika kuliah hari ini.
Ada dorongan aneh untuk berlari ke Sean dan menjambak rambut klimisnya, atau menarik cangkir teh di tangan si cowok kaya, kemudian menyiramkannya ke wajah tampan tak bercelanya. Sayangnya, sebelum itu terjadi, Veestel berhasil mengendalikan dirinya. Marah yang lunjak – lunjak itu dihembusnya kasar bersamaan dengan desah kesal. Tangannya dilipat di dada setelah menyugar rambutnya yang krem, coklat, dan merah muda.
"kenapa kamu di sini?"
Sean, baiknya tahu diri untuk tidak pura – pura bodoh, melukis cengiran yang paling Veestel kutuk, "veestie, I owe you an apology."
"ha!"
Sean dan minta maaf, adalah perpaduan paling palsu yang pernah ada di hidup Veestel,
"gak butuh, pergi aja,"
"i know you won't believe my sorry, nor wanna face me for some weeks. Or months. Or maybe, uh, years. But somehow Seth said, you'd like to hear it even once."
Ara, yang sedari tadi asyik menjamu Rae -yang tentu saja tidak peduli dengan drama Veestel dan Sean selama ia disumpal biskuit terenak yang pernah ia makan, dan Veestel sama – sama terkejut. Bedanya, Ara masih berwajah ramah dan bermata penuh binar seperti biasa, dan Veestel semakin masam, semakin terlihat bingung dan kesal,
"kenapa pula Seth harus ikut – ikutan di sini?! Urusanku bukan sama Seth -dari dulu, aku pikir urusan kita gak ada sangkut pautnya sama bother complex plus insecuritymu itu!"
Pemuda itu terenyak, seperti dikejut. Wajahnya yang tak tercela memasang ekspresi kalut, antara sesal dan getir. Veestel, adalah gadis kasih sayang. Entah bagaimana, dia tidak perna bisa menolak, tidak pernah bisa tega. Sayangnya, lama – lama diapun Lelah dengan dipermainkan, dimanfaatkan, dibohongi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Dearest Pink
RomanceVeestel bahkan tidak bisa mengingat masa - masa di hidupnya yang tenang dan berjalan seperti anak - anak normal lainnya. Secepat ia sadar bahwa ia adalah manusia yang berfikir dan berdaulat atas dirinya sendiri, secepat itulah masalah - masalah gak...