[10] Baku Tembak

151 3 0
                                    


"Baiklah,di tempat terakhir ini ada 15 penjaga termasuk Antony.Mereka sudah mengetahui keberadaan kita.Jadi kita harus berhati-hati."

"Siap komandan!"

Guntur, Topan dan Wira bergerak ke markas Antony.

"Komandan, bagaimana?" Topan bersuara.

"Ikuti rencana awal kita."

"Siap komandan!"

Guntur menyerang sisi depan, Topan menyerang sisi kiri,Wira menyerang sisi kanan secara bersamaan.

Semua penjaga disitu tampak kualahan.Ternyata kemampuan menembak mereka tak sehebat tim mayor Guntur.

Suara tembak dari para penjaga membuat rekan-rekannya keluar.

Angga tersenyum melihat rekannya.Angga segera melepaskan ikatan yang mengikatnya.Dengan begitu mudah ikatan itu terlepas.

Angga berlari menuju sebuah kandang disampingnya.Terlihat seorang gadis remaja tengah menangis takut.Gadis itu tak lain adalah adiknya Mira.

Gadis itu tampak tak mau keluar dari tempat itu.Dia merasa takut terhadap Angga.

"Ikut dengan Om,om nanti bawa kamu ketemu kakak kamu." bujuk Angga lembut.

"Benarkah?"

Angga mengangguk.

Gadis itu perlahan keluar dari situ dan mengikuti Angga.

Angga berlari mengambil baju lorengnya dan senjatanya yang tergeletak tak jauh dari tempat itu.

"Sialan.Peluruku habis." Umpat Wira.

Dengan cepat Angga menembak seorang penjaga yang akan menjadikan Wira targetnya.

Angga berlari diikuti gadis itu untuk membantu teman-temannya.

"Ayo cepat pergi dari sini!"

"Siap!"

Guntur, Topan, Wira, Angga dan seorang gadis berusia 12 tahun berlari dari tempat itu.

Sisa 6 orang yang mengejar mereka dari belakang termasuk Antony dan Kenzo--tangan kanan Antony.

6 orang yang tersisa dari baku tembak tadi terus mengejar disertai tembakan yang terus terarah kepada tentara.

Dor! Dor!

Dua peluru mengenai punggung komandan dan kaki kanannya.

Namun komandan tak memperdulikan itu.Ia tetap berlari walau dengan rasa nyeri.Ia juga membalas tembakan para teroris itu hinga mengenai satu orang.

"Sialan!" Umpat Guntur yang menyadari keadaannya yang tak memungkinkan.

"Ada apa Komandan?" tanya Wira kepada sang komandan.

"Kalian pergi saja dahulu."

"Siap Komandan!" Angga dan Topan serentak.

"Wira kamu juga pergi."

"Saya tahu tak seharusnya seorang prajurit seperti ini.Tapi kondisinya sudah tak memungkinkan." jelas Guntur.

Sekali lagi sebuah peluru melesat mengenai lengan dari Guntur.

Darah terus mengalir dari beberapa luka tembak yang mengenai tubuhnya.Mungkin jika dibiarkan, Guntur akan kehabisan darah.

"Saya tidak akan meninggalkan anda, Komandan." Ucap Wira membujuk sang komandan

"Saya sudah sekarat,Wira.Lebih baik kamu cepat pergi dari sini.Ini perintah Komandan!"

"Siap, Komandan!" Jawab Wira tegas.Wira tak bisa membantah ucapan Guntur karena seorang prajurit sudah disumpah untuk patuh terhadap perintah atasan.

Wira berlari meninggalkan Guntur yang sudah dalam posisi siap menembak walaupun dengan berbagai luka tembak ditubuhnya.

"Hei!cepat kejar mereka!" Suara Antony dari arah belakang.

Guntur yang melihat itu berusaha menembaki mereka dengan sisa tenaga yang ia punya.

Para teroris tak tinggal diam,mereka membalas tembakan Guntur bertubi-tubi.

Sialnya peluru Guntur habis.Antony berlari menuju Guntur dan merampas senjata Guntur.

"Sialan! Ternyata kau masih hidup." ujar Antony mendengus.

Guntur tak dapat melawan, tubuhnya kini berlumuran darah segar.Ia hanya bisa terduduk dengan tatapan tak kenal takut.

Antony berbalik menghadap ke belakang untuk berbicara kepada anak buahnya.

"Bawa benda itu" titahnya.

Seorang laki-laki dengan rambut gondrong yang diikat menyerahkan sebuah benda.

Benda berupa deligen berisi minyak tanah diterima oleh Antony.Antony menyeringai senang, kemudian ia menuangkan semua cairan yang berada di deligen itu ke tubuh Guntur.

Antony kemudian mengambil pemantik api dan melemparnya ke arah Guntur.Ia menyulut tubuh Guntur dengan api tersebut.

Seketika api menyala ditubuh sang komandan.Teriakan Guntur tak terelakkan.

"Ini akibat kalian mengangguku."

***

Sudah sejak tadi para warga telah diterbangkan ke tempat yang aman.Kini Angga,dan Topan menunggu kehadiran Wira dan komandan.

"Wira, komandan dimana?" Tanya sertu Angga khawatir.

Hanya bungkam yang dapat Wira berikan.
Kehilangan seorang prajurit dimedan perang adalah kesedihan mendalam bagi ibu Pertiwi.

Tetapi setidaknya misi mereka berhasil.Misi untuk menyelamatkan semua sandera, karena pada dasarnya memang itu misi utama mereka.

IBU PERTIWI MEMANGGIL (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang