Sepulang sekolah, aluna menepati janji untuk datang ke rooftop sesuai waktu yang di tentukan reta. Sebelumnya, aluna masih menyelesaikan beberapa skripsiannya karena sebentar lagi aluna akan melakukan sidang skripsi.Setelah menyelesaikan tugasnya, aluna langsung meraih ponselnya yang berada di atas meja. Semua keadaan sepi, ara dan teman lainnya sudah pulang terlebih dahulu. Tidak ada pesan apapun dari arjuna, bahkan pria itu tidak menelpon sama sekali.
Tak lama ponselnya bergetar, ternyata...
"Hallo" ucap aluna.
"Gue udah di rooftop, gue tunggu sampai jam 4, kalo nggak..." terdengar suara reta dari seberang sana.
"Kalo nggak?"
"Gue akan bikin arjuna celaka." Ancam reta.
*Tut*
"Heh, mau lo ap-"
"Sialan reta anjing!"
Aluna segera membersihkan barang ke dalam totebag putihnya, luna menarik napas untuk menenangkan diri jika tidak akan terjadi apa-apa. Ia langsung pergi meninggalkan kelasnya, berlari menuju rooftop dan harus melewati dua kali anak tangga karena lift lantai 4 dan 5 sedang di perbaiki.
Baru saja menginjak anak tangga lantai 5, ponselnya bergetar di saat waktu sudah mendekati jam empat. Ada dua pesan yang terlihat di layar notifikasi ponsenya.
Notifikasi !
Pesan belum di baca : Arjuna
"Aluna, dimana?"
"Kamu masih di kampus kah? Aku jemput ya, aku mau ajak kamu ke suatu tempat mau?"Tidak ada waktu untuk membalas pesan juna, kali ini dirinya benar-benar minta maaf terhadap segalanya, sekaligus arjuna. Gadis itu pun masih belum paham dengan akal bodoh apa lagi yang akan di lakukan reta, atau dia akan membuka semua aib aluna dari masa lalu?
Luna mematikan ponselnya dan di letakkan dalam tasnya, semua terasa akan lebih ringan baginya tanpa melihat ponsel. Aluna langsung berlari dengan nafas sedikit sesak, dia tidak ingin jika reta benar akan menyelakai arjuna.
"Mana sih tuh cupu?" Tanya reta gerah pada kedua temannya.
"Bentar lagi jam empat, lihat aja akan gue la-"
"Gue dateng" ucap aluna lantang dari pintu rooftop.
Semua menoleh ke arah aluna yang berdiri tegap mendekati reta the geng. Bahkan aluna tidak membawa teman-temannya, dia benar datang sendirian hanya membawa nyali seadanya. Sebelumnya aluna mengurai rambutnya, kemudian menguncirnya agar terlihat rapi dan tidak risih.
"Eh dateng juga... nyalinya gede ya bun" ucap reta nyinyir bersama temannya.
"Gak usah banyak basa-basi, mau lo apa ret?"
"Eh santai dong beb, tenang..."
Aluna mendengus sebal, "cepet."
"Hai anak keluarga mafia..." nyinyir reta sekali lagi.
Aluna mendengar ucapan itu sudah tidak tahan langsung menampar keras pipi reta.
"Jangan sekali-sekalinya lo hina keluarga gue ya ret! Apa lagi lo bawa ancaman arjuna ke gue, sampai kapan pun gue nggak akan tinggal diam. Gue tau lo benci sama gue, tapi lebih anehnya lagi, lo nggak pernah ngasih tau apapun tentang kebencian itu. Lo benci gue kenapa sih ret?!" Ucap aluna lantang sembari meneteskan air mata.
"Lo mau tau alasan gue benci sama lo? Lo beneran mau menerima alasan itu?!" Balas reta lantang juga.
"Apapun alasannya gue akan terima, dari pada gue harus nerima kebencian yang nggak jelas dari lo"
"Oke, gue kasih tau"
Reta melirik pada kedua temannya memberi kode untuk waspada jika aluna mulai emosi.
"Gue mau tanya deh sama lo, selama ini ada alasan jelas nggak setiap bokap lo pergi?!"
"Bokap gue kerja keluar kota, dan gue tau pasti itu" jawab luna menghadap reta.
"Wow... bokap lo udah jadi actor kayaknya" ucap reta bertepuk tangan.
"Apaan sih maksud lo ret?! Gue ke sini cuma mau nyelesaiin masalah bukan ngebelit!"
"Hey! Bokap lo pernah bunuh bokap gue puas lo?! sekarang nyokap gue sakit semenjak stress kehilangan bokap gue, dan itu semua gara-gara keluarga lo!"
"BOKAP GUE BUKAN MAFIA APALAGI PEMBUNUH!"
"Terus kalo bukan pembunuh apa? Keluarga gue hancur lun gara-gara bokap lo bawa anak buah buat ngehancurin kehidupan gue, masih belum paham lo hah?! Harus gue kasih bukti apa lagi? Ini fotonya!" Reta menunjukkan foto di dalam cctv rumahnya dan terlihat ada papa aluna di dalam mobil menunggu body guardnya selesai misi.
Aluna hancur melihat perlakuan papanya di luar sana, hancur benar-benar hancur. Gadis itu hanya mampu melihat foto bukti secara diam seribu bahasa, tidak ada lagi yang perlu di bantah, bahkan reta memberikan beberapa video jelas dalam cctv. Aluna tidak menyangka jika semua telah rusak baginya, yang berawal di tinggalkan mama tercinta dan kali ini dia di bebani lagi oleh rahasia papanya.
"Udah paham?" Ucap reta.
Aluna pun mengangguk, "hancur."
Air matanya menetes di kedua pipinya hingga jatuh meretas. Aluna menjatuhkan dirinya menatap dinding seperti sudah tidak ada lagi yang harus di harapkan, kali ini dia sudah di musnahkan oleh keadaan, tidak ada kebahagiaan yang tulus menghampirinya, sudah mati rasa, semua rahasia terbongkar. Ternyata benar, mati tidak hanya sekedar raga, namun sudah tiada lagi jiwa yang di paksa untuk bangkit. Keluarga aluna sudah hancur, kabarnya papa aluna sudah tertangkap polisi atas tragedi itu.
"Mama..." ucap aluna merintih.
"Lun, gue tau ini bukan salah lo. Ini semua salah bokap lo, tapi sama aja gue belum ikhlas" ucap reta.
Aluna mengangguk lagi ,"iya ret, gue tau lo nggak akan bisa memaafkan kesalahan bokap gue, dan lo nggak bisa mengikhlaskan segalanya, lo berhak kok benci sama gue. Bunuh gue aja sekalian ret, gue udah nggak cocok di dunia, pliss bunuh gue!"
"Lun, goblok ya lo! Gue bunuh lo sama aja gue ngebunuh gue sendiri bangsat, sama aja jeruk makan jeruk."
"... gue udah capek ret, gue mau istirahat"
Reta melihat keadaan aluna tidak tega, tapi reta sudah benar-benar tidak ingin melihat wajah aluna, dia meninggalkan aluna demi memenangkan egoisnya.
"Sorry lun, yuk gais cabut."
Tersisa aluna yang masih duduk meratap senja di atas rooftop. Dia tidak peduli siapapun yang sedang mencarinya, aluna butuh istirahat, dia butuh kesendirian, otak bodohnya masih menyelimuti dirinya.
Semesta, jika jiwa dan raga selalu bersama, lalu atas pasal apa jika jiwa dan ragaku terpisah. Ragaku saat ini seperti boneka yang hanya di mainkan dengan jiwa yang sudah musnah.
24 Juni 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
ARLUNA | Huang Renjun ✔
Novela JuvenilSebagai kisah di kala rasa yang pernah terluka kini kembali pulih secara perlahan. Sejak itu, terasa aroma sakura bertebaran mengelilingi mereka menatap rembulan. "Aku pernah merasakan patah, hingga saatnya aku mencoba istirahat dan menata segala...