Tidak ingin percaya jika aku benar-benar berada di dunia yang berbeda dengan tempatku sebenarnya tinggal, aku memutuskan untuk mengunjungi indekos yang sudah aku tempati selama hampir dua tahun terakhir.
Nyaliku tetap saja kecil ketika telah berada di depan pagar indekos. Bagaimana jika asumsiku soal parallel universe salah dan Ibu Kos malah menagih uang kos dengan suaranya yang melengking hingga membuat gendang telingaku sakit? Karena kebetulan, Ibu Kos itu sedang duduk di teras dan berbincang bersama seorang cewek. Aku tidak mengenal siapa dia, mungkin penghuni baru.
"Nyari siapa ya, Mbak?"
Aku terperanjat kala mendengar suara dari belakangku. Aku menengok ke arah suara itu dan mendapati Sarah, anak kos yang menempati kamar di sebelah kamarku. Sarah ini anak Teknik Elektro.
Kebiasaannya bergadang sampai larut malam—bisa juga sampai subuh—demi menyelesaikan laporan praktikum yang harus ditulis dengan tangan. Sama sepertiku, dia penghuni lama di kosan ini. Kami masuk bersama-sama sejak menjadi mahasiswa baru. Karena itulah kami cukup dekat.
"Sarah," mataku berbinar melihatnya. Sinar lampu yang remang mungkin membuatnya tidak bisa mengenaliku.
"Siapa, ya?"
"Jangan bercanda, ini aku, Adel."
"Adel?"
Aku menganggukkan kepalaku.
"Oh, Adel!" seruannya membuatku senang, "Yang dulu pernah ngekos di sini 'kan?"
"Hah?"
"Kenapa? Kamu mau pindah di sini lagi? Tapi kayaknya nggak ada kamar kosong deh."
Otakku masih mencoba mengolah perkataan Sarah. Kapan aku keluar dari kosan ini? Indekos ini termasuk paling murah di antara indekos lainnya yang dekat dengan kampus. Dengan berjalan kaki, aku hanya perlu menghabiskan waktu kurang dari lima menit untuk tiba di gedung kuliah. Jadi, mana mungkin aku pindah, kecuali menemukan indekos yang lebih murah atau... telah memiliki apartemen.
Tapi, sejak kapan aku pindah?
"Kenapa, Sarah?"
Ibu Kos tahu-tahu sudah ada di dekat kami. Aku malah jadi gugup sekarang, aku belum memiliki uang untuk membayar uang kos.
"Ibu masih ingat sama Adel? Waktu semester satu dia sempat ngekos di sini, Bu." Jelas Sarah singkat.
Sarah menjawab pertanyaanku tadi. Berarti aku hanya ngekos selama semester satu, setelah itu pindah.
Ibu Kos menepuk tangannya sekali, "Oh, ingat dong." Lengkingan suaranya mengusik gendang telingaku. "Yang uang kosnya biasanya nunggak, ya?" lanjut beliau dengan halus.
Aku tersinggung, tapi Ibu Melly—nama Ibu Kos—tidaklah salah. Itu fakta! Sepertinya ingatan beliau sangat kuat jika menyangkut uang.
"Ada urusan apa ya, Adel? Mau pindah kos?" suara Ibu Melly melembut.
"Emang masih ada kamar kosong, Bu?" Sarah yang bertanya.
"Untuk sekarang nggak ada. Tapi si Tania barusan ngomong kalo mau ngekos cuma sampai bulan ini, jadi nanti bakalan ada kamar kosong."
Oh, jadi cewek yang berbincang sama Ibu Melly tadi namanya Tania.
Ibu Melly masih melanjutkan omongannya, "Kalo Adel mau, bisa pindah bulan depan."
"Kalo jadi pindah, saya balik ke sini lagi deh, Bu." Balasku seadanya. Hanya alasan saja karena aku tidak tahu harus membalas seperti apa.
"Oh, ya sudah. Tapi harus cepat, Del. Soalnya, dari kemarin banyak yang nyari kos juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelina
Novela JuvenilAdelina lelah dengan kehidupannya yang melelahkan. Apalagi, setelah mengetahui kalau sahabatnya selingkuh dengan pacarnya. Adel yang lelah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Di tengah kebingungannya memikirkan cara yang tepat untuk mengakhiri hid...