24. Petrichor

45 10 0
                                    

Hari mulai pagi, namun berbeda dengan pagi sebelumnya, hari ini hawa yang begitu dingin menyelimuti tubuh, membuat siapapun tidak ingin meninggalkan kasurnya. 

Dibukanya tirai yang menjuntai panjang, dia menunjukkan langit kelabu dan sedikit percikan hujan. Tak hanya itu, jalanan sekitar pun banyak tergenang air karena hujan semalam cukup lebat. Mungkin sebagian orang tidak suka dengan suasana lembab ini, berbeda dengan seorang gadis yang kini tengah termenung di jendela kamarnya. Dia menghirup udara dalam-dalam, ahh dia sangat menyukai bau hujan. Dia sebenarnya tidak bisa mendefinisikan seperti apa bau hujan, tapi dia dapat mencium aroma menyenangkan saat hujan.

Setelah siap dengan keperluan yang akan di pakai di kelas nanti, Gyuri mulai keluar dari kamarnya. Tujuan utama adalah kamar adiknya, dia harus memastikan adiknya itu ada dan baik-baik saja. 

Syukurlah dia ada dan baik-baik saja.

Tujuan selanjutnya kamar sang ibu, namun begitu ia buka pintu kamarnya hawa dingin dari penyejuk ruangan menyambutnya. Sepertinya ibu Suhyun lupa mematikannya saat pergi.

Kata Chenle ibu Suhyun pergi dari saat Gyuri pergi untuk membership training dan sampai sekarang dia belum pernah kembali ke rumah. Ayah pun sangat sulit untuk di hubungi, setiap di telpon pasti jawabannya, "Nanti ayah telpon balik, ayah lagi sibuk." sebenarnya ada apa?

Pergi selama itu tanpa ada kabar, anak mana yang tidak menghawatirkan hal itu?

Rasa khawatir yang menyelimuti Gyuri membuatnya tak menyadari ia sudah sampai di halte bus dan ada seseorang dari jauh terus memperhatikannya. Bahkan saat ia sudah berdiri di bawah atap halte pun ia tidak sadar akan kehadiran seseorang di sana. Sampai satu mobil hitam dengan kecepatan penuh melintas dan menabrak genangan air yang berada di dekat halte tersebut.

Crat!

Gyuri terkejut dan spontan menutup matanya, namun aneh, mengapa ia tidak merasa bajunya basah? Ia kemudian membuka mata dan melihat payung bening melindunginya.

"Lain kali jika di tempat umum, perhatikan keadaan sekitar." ujar Doyoung dengan ekspresi datarnya.

"Maaf." lirih Gyuri.

Doyoung menghela nafasnya, menutup kembali payung yang telah menyelamatkan pagi seorang gadis.

"Sesuatu terjadi?" tanya Doyoung dan yang di tanya hanya dapat menggelengkan kepalanya. "Jadi kamu serius tentang tidak ingin melanjutkan hal itu?"

"Aku hanya tidak ingin seseorang yang di dekatku ikut terluka." Gyuri menunduk kemudian memainkan kerikil yang berada di bawah kakinya. "Sebenarnya aku sangat takut meninggalkan adikku sendirian di rumah, tapi dia bukan anak kecil yang bisa aku bawa kemana saja."

"Apa hanya ada ibumu dan Chenle di rumah?"

Gyuri kembali menggeleng, "Ibu pergi sejak hari itu, dia tidak pulang dan tidak bisa dihubungi."

Tepat saat Gyuri mengakhiri kalimatnya, bus sampai. Dia langsung masuk tanpa ingin tahu jawaban Doyoung setelah kalimatnya itu. Entah, tapi perasaannya saat ini sangat mendung, persis dengan langit pagi itu. Biasanya ia akan sangat senang dengan suasana mendung dan lembab, namun keadaan rumah mengubah segalanya menjadi mencekam.

Dalam perjalanan dapat terlihat dari jendela bus hujan mulai turun, begitu deras sampai pejalan kaki berhamburan untuk meneduh. Dan saat itu pula Gyuri sadar ia tidak membawa payung, sial. Tas sebagai pelindung kepala merupakan ide terakhir yang ada dalam kepala Gyuri setelah berpikir untuk menerobos hujan.

Bus berhenti di tempat tujuannya, ia mulai bangkit dari duduknya, menyiapkan tas untuk melindungi kepala. Tentang bukunya yang basah, ia bisa menggunakan hairdryer untuk mengeringkannya.

IN SAINS | KIM DOYOUNG ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang