08. Surreptitious

59 13 0
                                    


Meninggalkan Gyuri dengan semua kesalah pahamannya, Doyoung dengan telaten memasak dua bungkus mie instan untuk sarapannya pagi ini. Sangat tidak sehat memang, tapi akan lebih tidak sehat jika mereka tidak makan sama sekali.

Bersamaan dengan air yang sedang dalam proses mendidih, Doyoung terus memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada Gyuri. Ia ingin bertanya tentang hal itu sejak awal, tapi Gyuri sangat takut dengan apa yang terjadi padanya, untuk itu ia harus sedikit bersabar.

"Air nya sudah mendidih, apa yang kamu tunggu?"

Suara Gyuri menyadarkan lamunan Doyoung, ia buru-buru memasukkan mie kering tersebut ke dalam air yang mendidih.

"Dari mana kamu mendapatkan itu?" tanya Doyoung yang baru saja sadar Gyuri menggunakan tongkat jalan.

"Ah ini-" kalimat Gyuri terjeda, "Ini milik Ayah." sambungnya sambil terus memandang tongkat itu.

"Oh." Doyoung kembali melanjutkan kegiatannya, tanpa menyadari air muka Gyuri yang telah berubah.

5 menit berlalu, Doyoung telah selesai dengan dua porsi mie instan yang di buatnya. Ia segera membawa mangkok panas itu menuju ruang depan, di mana Gyuri sudah menunggunya di sana.

"Wah harum banget~" Gyuri menghirup udara yang telah bercampur dengan aroma ramen yang di bawa Doyoung.

"Tara~" Doyoung menaruh dua mangkok itu di atas meja.

"Selamat makan!" pekiknya girang sembari mengacungkan kedua sumpit.

Keduanya duduk berhadapan di meja yang tidak terlalu tinggi itu. Mungkin bagi Gyuri itu nyaman-nyaman saja, tapi tidak dengan Doyoung, tubuh tingginya tidak mendukung untuk itu, alhasil ia duduk di bawah.

Sepertinya Doyoung sangat lapar, ia menyantap ramen dengan lahap, membuat area sekitar bibirnya di penuhi oleh bumbu ramen. Gyuri terkekeh melihat si jenius itu makan dengan berantakan.

Gyuri mengambil tisu yang kebetulan sekali ada di kantong belanja milik Doyoung, "Kamu kaya adikku, berantakan." ia membersihkan bumbu ramen yang berada di bibir Doyoung.

Doyoung seketika membeku saat Gyuri membersihkan bibirnya, bahkan ia merasa wajahnya memanas.

"Selesai." Gyuri membuang tisu itu.

"M-makasih." Doyoung terdengar gugup, lucu.

Sambil terus mengunyah, untuk menghilangkan rasa canggung, Doyoung mengedarkan pandangannya, melihat setiap sudut ruangan. Terdapat beberapa bingkai foto yang terbingkai menempel di dinding, dan Gyuri ada di sana tentunya.

Ia melihat satu foto yang berisi tiga orang, kemudian beralih pada foto di sebelahnya yang hanya berisi dua orang.

"Kenapa Ayahmu tidak ada dalam foto itu?" Doyoung menunjuk foto di belakang Gyuri.

Gyuri tersenyum tanpa arti, "Dia sudah meninggal."

"Ah- maafkan aku." ia terkejut sekaligus tidak enak dengan pertanyaan yang dia ajukan.

"Gapapa ko." Gyuri masih dengan senyumnya.

"Kamu bilang aku seperti adikmu, tapi mana adikmu? Dia tidak ikut foto bersama?" Doyoung kembali bertanya.

"Ibuku menikah lagi, Ayah sambungku memiliki seorang putra yang usianya di bawahku, jadi aku memanggilnya adik." jelas Gyuri.

"Ahh~" Doyoung mengangguk lucu saat pertanyaannya terjawab dengan jelas.

'Manusia tsunder yang pernah aku temui, kemarin dia sangat dingin dan ketus, kemudian berubah menjadi sosok yang penuh perhatian. Dan hari ini ia dipenuhi oleh rasa penasaran.' Gyuri berbicara dalam batinnya sembari terus memperhatikan Doyoung yang sedang mengunyah. Tidak lupa dengan senyumnya.

IN SAINS | KIM DOYOUNG ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang