.vii

176 21 1
                                    


Setelah pertemuan sanggrada dan gabriel, sanggrada meminta semua anggota keluarga untuk berkumpul di ruang keluarga.

"Bundaaa~"

Gabriel tersenyum lalu memeluk menantu keduanya itu dengan cukup erat, begitu juga dengan hardana yang datang lebih dulu daripada yusangga dan minjiro.

"Kurasa bunda menjadi lebih muda."

Minjiro berbisik kepada sanggrada yang ada disebelah, namun sanggrada nampak menahan tawa dan tetap fokus membaca buku yang ada ditangannya.

"Pfft jangan memancingku untuk tertawa."

Kelakuan sikembar tiga itu tertangkap mata gabriel membuat ibu beranak 4 itu menatap tajam kearah putranya yang duduk berjejeran di sofa bagian belakang.

"Ini semua karna minjiro."

"Setidaknya bukan cuma aku yang kena wleee."

"Bunda ini memang masih muda ya bukan cuma karna tubuh baru bunda yang masih remaja."

Protesan sang bunda membuat tawa daepectiva semakin menjadi-jadi. Apalagi sanggrada yang sudah terduduk dilantai.

"Aduh bun...gimana ya bun, bunda kan udah hidup beratus-ratus tahun nih ya, anak udah 4 cucu juga udah banyak."

Gabriel berdiri lalu memukul pelan kepala ketiga putranya membuat si sulung mengaduh karna mendapat pukulan paling keras dari sang bunda.

"Kalian ini...padahal sudah hampir 11 tahun bunda tinggal sebagai roh gentayangan masih saja membuat darah tinggi."

Sanggrada menggaruk kepalanya heran.

"Bunda kan vampir demon, bisa darah tinggi?"

Pletak!

Sanggrada kembali memasuki kamarnya setelah rapat terakhir selesai, dia bisa melihat keempat anaknya duduk dengan nyaman diatas karpet berbulu.

"Kalian tidak tidur?"

Sanggrada melepas jubahnya dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih sederhana sebelum mendudukkan dirinya disisi ranjang.

"Paman minjiro bilang besok kita libur latihan karna paman ingin menemui seseorang."

Sanggrada mengangguk lalu mengusap kepala Junius yang bersandar pada ranjang.

"Sudah lebih baik?"

"Aku sudah lebih baik dad, nenek memberiku kalung ini. Daddy mengerti maksudnya?"

Sanggrada melirik kearah kalung yang digunakan sang putra, kalung dengan berlian biru itu menempel apik pada leher sang putra. Bundanya sudah siaga sejak ia tiba.

"Nenek memberi itu untuk melindungimu, setidaknya mencegahmu lepas kendali lagi."

Junius mendongak dan menatap wajah sang ayah, menemukan segores luka yang cukup panjang di area pipi sanggrada.

"Itu karna ulahku dad?"

Sanggrada menyentuh pipinya, masih cukup perih karna itu luka baru.

"Iya, ini ulahmu anak nakal. Lain kali kendalikan dirimu."

Remaja itu mengangguk lalu kembali fokus bermain bersama ketiga saudaranya. Malam semakin larut dan anak-anaknya sudah tertidur diatas ranjangnya dan wooyanagra.

"Hahh...harus pindah tempat tidur lagi.."

. serendipity - sanwoo//woosanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang