.xix

164 13 1
                                    

"Ada yang kau pikirkan?"

"Kehancuran."

"Semua akan terjadi sesuai waktunya jenggala.”

"Perasaanku merasa sesuatu yang besar akan terjadi...karna bundamu."

"Kau bercanda."

serigala berbulu hitam itu memilih menyandarkan tubuhnya dan menatap kearah | padang rumput didepannya.

"Bagaimana jika bundamu lah yang akan menghancurkan kita semua?"

"Aku tidak tau...rasanya terlalu berat untuk memikirkan ini sendiri."

"Bagaimanapun dia hanya roh yang hidup dengan wujud baru."

"Kurasa cukup jenggala."

Sanggrada beranjak dari balkon menuju keruang tahta untuk mengambil beberapa berkas dan bertemu yusangga yang seperti baru sampai di kastilnya beberapa menit yang lalu.

"Ada urusan penting sampai kau datang sendiri?"

Yusangga menahan pergelangan tangan sang adik sebelum sanggrada kembali berjalan lebih jauh.

"Ini menyangkut soal bunda."

Sanggrada nampak terdiam sebelum berjalan berdampingan dengan yusangga menuju ruang kerjanya. Keduanya duduk berhadapan.

"Jelaskan."

"Aku mendapat sebuah informasi tentang tubuh baru yang bunda gunakan. Dia adalah lion salah satu pemegang ilmu hitam yang dibunuh warga demi kebaikan. Jika seperti ini didekat bunda juga akan sangat berbahaya."

Mata sanggrada melirik kearah foto yang di bingkai apik diatas meja. Foto yang diambil ketika penobatan yusangga beberapa tahun silam.

"Jika satu persatu gugur seperti ini...siapa yang akan bertahan?"

Sanggrada mengambil foto itu dan mengusapnya pelan. Kenangan masa kecilnya juga tidak seperti werewolf lain. Dia hanya dikekang dibalik dinding kastil selama berpuluh puluh tahun.

"Rindu keluargamu?"

"Astaga ayah mertua."

Arlan tertawa lalu mendudukkan dirinya diatas sofa empuk yang berada diruangan itu.

"Kau pasti rindu mereka semua kan? Yang saling melindungi. Tapi bagaimana jadinya jika kalian saling membunuh?"

Sanggrada menaikan kedua alisnya karna bingung.

"Apa maksudnya?"

"Ada saatnya kalian akan saling membunuh. Apalagi liam, jika ilmu hitam didalam tubuh barunya aktif kembali, secara otomatis dia bisa menyerang siapapun."

Sanggrada menyandarkan tubuhnya pada kursi dan menghela nafas kasar.

"Bagaimana aku bisa menyerang orang yang melahirkan ku ayah mertua..."

Arlan hanya menggeleng pelan lalu menepuk bahu menantunya itu pelan.

"Hanya ada dua pilihan, bunuh liam...atau kalian semua yang akan terbunuh."

Sanggrada mengusap wajahnya dengan kasar, frustasi memikirkan masalah yang kembali datang.

"Jika rohnya berpindah raga lagi...apa kekuatan itu tidak jadi aktif ya?"

"Aku harus membicarakan ini dengan kakek."

. serendipity - sanwoo//woosanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang