{8}

1K 308 32
                                    

DONT FORGET TO LIKE AND COMMENT

HAPPY READING

*
*
*
*
*


Hari demi hari, Arka menjadi lebih sibuk. Bukan hanya Arka, tapi Mahesa, Aksara, dan juga Dhimas pun sama. Ke-empatnya fokus untuk merampungkan segala praktik yang harus diselesaikan. Mau itu berkelompok atau individu.

Walapun begitu, Arka masihlah sama. Ia masih sering menulis diary, datang ketika dibutuhkan, dan memberi saran ketika sahabatnya ada masalah.

Hingga tak terasa, pukul 3 sore nanti adalah pengumuman SNMPTN. Ke-empatnya sepakat untuk membuka hasil pengumuman di rumah masing-masing. Demi mencegah rasa iri dan sakit hati jika ternyata ada yang tidak lolos.

Awalnya Arka berniat untuk membuka hasil SNMPTN nya di rumah sang kakek, tapi hari ini adalah jadwal laki-laki tua itu untuk terapi di salah satu rumah sakit.

Biasalah, kalau sudah berumur pasti sering ada keluhah. Rematik, asam urat, atau yang lain.

Di depannya sudah ada laptop. Sengaja ia putarkan musik di spotify agar rasa gugupnya berkurang.

Arka memang sudah pasrah. Entah lolos atau tidak ia pasrah. Tapi ia tak bisa mengelak kalau hati kecilnya masih mengharapkan akan sebuah berita baik hari ini.

Jam menujukan pukul 14.50 yang artinya 10 menit pengumuman akan dibuka.

Arka semakin gelisah. Tiba-tiba ia merasa mulas, tenggorokan kering, kepala pening, kaki kesemutan. Sungguh, Arka benar-benar gugup sekarang.

Jantungnya berdebar kencang ketika pengumuman akhirnya dibuka. Ia masuk dalam link utama, memasukan nomor pendaftaran dan juga tanggal lahirnya.

Sebelum meng-klik hasil seleksi, Arka berdoa dan menghembuskan napasnya terlebih dahulu. Dengan tangan yang berkeringat, Arka menekan pilihan hasil seleksi dengan mouse.

Klik.

Tubuh Arka serasa lemas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tubuh Arka serasa lemas. Air matanya tiba-tiba menetes. Rasanya sesakit ini ternyata.

Kepalanya tertunduk dan kini bahunya bergetar. Arkasena tengah menangis sekarang.

"Hiks... ayah ibu... maaf... Arka gagal..."

Ia menangis dan terisak keras. Di satu sisi Arka merasa kcewa dengan dirinya sendiri  dan di sisi lain ia merasa miris karena kini ia menangis sendirian. Tak ada seseorangpun yang mendampingi untuk sekedar mengusap bahunya.

Hatinya sesak. Sesak sekali.

Kling

Diliriknya ponsel yang menyala menampilkan sebuah pesan dari salah satu sahabatnya.

Diliriknya ponsel yang menyala menampilkan sebuah pesan dari salah satu sahabatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dirinya tersenyum lemah. Ia ikut senang dengan keberhasilan Aksara, tapi kali ini ia belum siap untuk mengucapkan selamat pada sang sahabat.

Arka mematikan ponselnya dan kembali merenung. Ia butuh waktu untuk kembali menyusun semangatnya yang baru saja hancur lebur.

Satu jam ia habiskan untuk menangis bahkan dadanya sampai sakit. Hingga akhirnya satu keputusan bulat ia ambil.

"Aku harus ikut SBM. Harus!"

~~Arkasena~~

Arka menyeruput mie instannya dengan hikmat. Di depannya ada Dhimas yang juga tengah mengunyah potongan daging ayam pedas.

Tadi sekitar jam 7 malam, tiba-tiba remaja bernama lengkap Dhimas Arya Lesmana itu datang ke rumah Arka dan meminta untuk ikut makan malam bersama.

Dan melihat wajah Arka yang tak seperti biasanya membuat Dhimas paham, bahwa sahabatnya itu mendapatkan merah.

Setelah makanan yang tersaji habis, keduanya duduk di sofa dengan menggenggam ponsel masing-masing. Mereka akan mendaftar SBMPTN malam ini.

Langkah demi langkah mereka lakukan. Dan kini hanya menunggu kursi ujian lalu melakukan pembayaran. Mungkin karena hari ini banyak peserta yang gagal SNMPTN mendaftar SBMPTN maka proses mendapatkan kursi sangat lama. Dan akhirnya Arka dan Dhimas memilih untuk saling bercerita.

"Terus sekarang lo mau dimana?" Tanya Dhimas.

"UI psikologi. Kalau kamu?"

"UGM hubungan internasional." Balas Dhimas sambil menegak cola.

Keduanya terdiam. Arka yang menunduk dan menggigiti kukunya sementara Dhimas tengah memakan chiki dan cola.

"Kalau gagal lagi, lo mau gimana? UM?" Tanya Dhimas lagi.

Arka mendongak dan menggelengkan kepalanya. Ia meraih segelas cola di hadapannya dan meminumnya sekali tenggak.

"SBMPTN adalah jalan terakhir aku masuk perguruan tinggi negeri. Kalau belum rezekinya aku mau kerja aja."

Dhimas mengangkat tangannya ke depan Arka. Arka yang tau maksud Dhimas pun akhirnya menyatukan tangannya juga untuk melakukan tos bersama Dhimas.

Dapat Arka pastikan kalau jawabannya sama dengan langkah Dhimas selanjutnya. Dalam hati, Arka bersyukur. Ia punya teman seperjuangan sekarang.

"Eh, lo udah hubungin Mahesa belum?"

"Belum, Mahesa tidak aktif tadi."

Dhimas tak bertanya lebih lanjut. Ia mencoba membiarkan Arka larut dalam dunianya. Dalam hati ia menunggu. Menunggu sosok Arkasena ini menunjukan warna aslinya. Menunggu apakah sosok Arkasena yang menjadi obat bagi semua orang ini mau membagi lukanya.

"Arka."

Ketika netranya bersibobrok dengan netra kelam milik seorang Arkasena, Dhimas tau kalau dalam diri sahabatnya ini menyimpan sesuatu yang tak diketahui orang-orang. Termasuk dia dan yang lain.

"Butuh pelukan?"

Ditanya seperti itu malah membuat Arka semakin ingin menangis. Namun dengan cepat ia mengelak semua perasaan itu. Ia berdiri dan tersenyum pada Dhimas.

"Aku mau tidur, capek."

Setelahnya Arka masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Dhimas yang hanya bisa menghela napas kasar. Lalu ia bangkit dan meraih kunci motornya untuk bergegas pulang.

"Sebenernya lo butuh kita apa ngga, Arkasena?"

TBC

Abaikan tahunnya ya

DAMAGRANTI || PJSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang