37. On The Road

4.3K 741 131
                                    

"Kamu berharap pada manusia? Hahaha, maka bersiaplah untuk kecewa."


Langit Alaska7.

________________________


Lisa terkantuk-kantuk di tempatnya duduk. Sebelah tangannya masih setia menggenggam tangan Rosé yang terasa dingin itu. Karena baru saja di pindahkan dari ICU setelah kondisnya kembali membaik, Lisa memilih untuk menunggui sang kakak meski dirinya sendiri tengah sakit.
Ia terserang demam tinggi kemarin. Saat ini saja dia masih mengenakan infusan di tangan kirinya karena belum sembuh sepenuhnya.

Meskipun orangtuanya melarang dan menyuruh istirahat, Lisa tetap kekeuh ingin berada di sisi Kakaknya dan menungguinya.

"Shh~" Ia tak menyadari jika kini gadis yang terbaring di hadapannya mulai membuka matanya secara perlahan.

Waktu menunjukan pukul 8 pagi, dan Lisa sangat mengantuk. Sepertinya semalam gadis itu tak bisa tidur nyenyak.

Rosé sempurna membuka matanya meski terlihat sayu. Ia menggerakkan kepalanya sedikit, menoleh ke arah samping dimana ada adiknya yang ternyata ada disana.

Senyuman kecil pun terbit di balik masker oksigen yang menghalangi sebagian wajahnya.

"Hoam~" Lisa menguap sekali lagi, matanya terpejam dan kepalanya masih menunduk.

Rosé tak berniat membangunkannya, ia hanya membalas genggaman adiknya sedikit. Namun hal itu ternyata membuat Lisa seketika terjaga.

Mata bulat itu terbuka sempurna dan mulai menatapnya.

Rosé hanya bisa tersenyum. Entah kenapa juga matanya tiba-tiba berkaca-kaca.

Lisa mengalihkan wajahnya sebentar, tangan kirinya ia gunakan untuk mengusap pipinya yang basah.
Ia menangis tanpa sadar.

"K-kau akhirnya bangun." Kemudian gadis berponi itu tersenyum. Terlihat bergetar bibirnya.

Rosé belum mengeluarkan suara, namun ia mengeratkan genggaman tangan mereka. Di detik berikutnya air matanya ikut turun.

"K-kenapa menangis? Apa yang kau rasakan, Rosie." Lisa khawatir.

Rosé menggeleng, ia kembali menatap Lisa dengan mata merahnya. Ia diam saat adiknya itu mulai mengusap pipinya.

"Haruskah aku panggilkan Dokter?"

"Andwae."

Lisa diam saat kakaknya menahan lengannya. "Aku hanya butuh dirimu."

Pelan, namun ia bisa dengan jelas mendengarnya. Hal itu membuat Lisa menggigit bibirnya diam-diam.

"Huh, tanganmu kenapa?"

Rosé kemudian menyadari salah satu tangan adiknya di pasang infus.

Lisa terkekeh sembari mengangkat tangan kirinya sebentar.

"Aku iseng saja."

Rosé menatap tak mengerti.

"Kau ingat? Dulu aku juga pernah seperti ini."

Lisa tersenyum tipis setelah mengatakannya. Ia juga menyadari jika tatapan kakaknya kembali muram. Sepertinya gadis blonde itu mulai mengingatnya.

"Aku selalu ingin merasakan apa yang kau rasakan."

"Lisa-ya.. "

"Gwaenchana. Aku hanya tak ingin kau merasa sakit sendirian."

Rosé memejamkan mata. Sesak sekali rasanya. Seperti Dejavu, ingatan seperti ini terulang. Dulu dia sangat jahat pada Lisa, meski masih kecil ternyata adiknya sangat manis. Sampai sekarang adiknya tak berubah, yang berubah hanya dirinya karena selalu merasa semua tidak adil untuknya.

T(Win)S. [COMPLETED]✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang