Abang

20.7K 2.2K 291
                                    

Terkadang orang asing lebih bisa memahami kita daripada orang terdekat...

***

Seorang gadis tengah duduk di taman samping rumahnya sambil menyilangkan kakinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seorang gadis tengah duduk di taman samping rumahnya sambil menyilangkan kakinya. Ia menyandarkan tubuhnya sambil menatap langit siang yang masih tertutup oleh awan mendung.

"Chelsea," panggil seorang laki-laki yang ternyata adalah abang keduanya.

Gadis yang bernama Chelsea itu langsung menengok ke arah sumber suara yang memanggil namanya. Ia bisa melihat abang keduanya yang nampak ragu-ragu untuk menghampirinya.

"Hmm" dehem Chelsea.

Kakak kedua Chelsea bernama Elvan Arka Bagaskara, atau biasa dipanggil El. Ia orang sama seperti Barra tapi bedanya ia sedikit pemalu dan bersifat childish. Walau hanya ditunjukkan pada kedua orang tuanya saja.

Ia sangat tidak suka ada orang asing menyentuhnya karna ia selalu mementingkan kebersihannya. Jika ia pergi kemana-kemana ia selalu memakai sarung tangan hitam karna itu menurutnya lebih efektif untuk menghindari kontak fisik tangannya.

"A-aba,,,,"

"Bisa yang lebih jelas bang? Gue gak ngerti jika lo ngomong kayak orang gagap."

El lagi gugup saat melihat adeknya yang telah berubah, coba aja kalo bukan Barra yang memintanya pulang pasti ia gak bakal melihat perubahan adeknya.

"Abang minta maaf," ucap El cepat.

Chelsea mengangkat sebelah alisnya, ia masih tak yakin kalo orang disampingnya itu abangnya.

"Kau mabok atau gimana? Tumben minta maaf? Emang kau salah apa?" tanya Chelsea datar.

El menghembuskan nafas pelan dan duduk disamping Chelsea yang menatap ke arah depan tanpa menatapnya sedikitpun.

El memegang tangan Chelsea. "Maafin abang yang tak bisa melindungimu, maafin abang yang tak bisa menjalankan tugas seorang abang, dan maafkan abang yang dulu selalu tidak menganggap mu. Aku mau kita bersama seperti dulu." ujarnya.

Chelsea tertawa pelan mendengarkan ucapan abangnya. Ia sudah terbiasa sendiri, jadi buat apa harus marah ketika tidak ada orang yang mau bersamanya.

"Sayangnya aku juga lebih nyaman sendiri tanpa kalian. Aku udah sendiri dari bertahun-tahun dan bukan cuman sehari dua hari. Jadi kau gak usah meminta maaf karna gak menjagaku lah, ataupun karna tak melakukan kewajiban seperti abang pada umumnya. Aku lebih dari cukup untuk melindungi diriku sendiri tanpa harus adanya kalian. Jadi, kalian mau ngapain aja itu terserah."

El semakin menegang mendengarkan ucapan adeknya. Apa selama ini ia keterlaluan memperlakukan adeknya itu? Ada rasa bersalah yang menyelimuti hatinya saat melihat adeknya hanya menatap kosong ke arah pohon-pohanan.

Ia adalah seorang yang mengambil jurusan ilmu psikolog dan ia mampu melihat jelas betapa kosongnya tatapan itu.

"Ada saatnya semuanya akan berubah disaat pengorbanannya selama ini di sia-siakan. Sama sepertiku yang sudah berusaha bertahun-tahun menghadapi sikap kalian dan ujungnya aku menyerah karna tak dilihat dan dihargai lagi. Bahkan waktu aku sakit pun kalian hanya acuh dan bilang kalo aku hanya berpura-pura. Kau tau gak rasanya gimana waktu itu? Sakit bang, sakit banget. Bahkan lebih sakit daripada penyakit yang aku derita selama ini. Terkadang aku pernah memejamkan mataku membayangkan ketika tuhan memanggilku untuk pulang kepadanya, pasti akan lebih enak daripada harus terus berpura-pura untuk baik-baik saja didepan kalian walau nyatanya batin ini tersiksa."

Damn, Soul Transmigration! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang