Ketika saya dan sudari-saudara seharian dibebani oleh berbagai tugas kuliah yang datang tak kenal henti dan masih harus menanggung berbagai tanggungjawab organisasi kampus serta memikirkan uang bulanan yang mulai menipis, seseorang menanyai saudari-saudara,"Apa Kabar?". Secara reflek anda menjawab,"Saya baik-baik saja." Benarkah demikian?
Salah satu mutiara yang saya dapatkan dari tempat saya menempuh pendidikan menengah atas di SMA Seminari Santo Petrus Canisius Mertoyudan, Magelang ialah kebiasaan refleksi setiap hari. Kami di sana diwajibkan untuk menulis refleksi dalam suatu buku yang akan dibaca pamong atau pendamping asrama kami setiap hari. Tujuannya untuk dapat melihat perkembangan setiap siswa setiap harinya dari sisi dalam atau psikologisnya.
Refleksi bagaimana yang dimaksud? Pamong saya waktu Pastor Paulus Prabowo, SJ mengatakan bahwa bukan hanya sekedar jurnal harian tetap ada suatu teknik yang tetap. Refleksi dimulai dengan mengenali perasaan dari suatu pengalaman yang paling berkesan hari itu. Pengalaman itu kami jelaskan dalam tulisan di buku tersebut. Bagaimana persitiwa itu terjadi.
Kemudian kami diminta untuk mencari alasan dibalik perasaan itu. Dari perasaan dan alasan itu apa maknanya bagi kami pribadi para siswa yang disebut seminaris. Apa dampaknya dalam hidup.
Misalnya dalam satu hari saya merasakan jenuh karena harus mengerjakan tugas sekolah dan tugas asrama yang banyak seperti membersihkan taman dan kamar mandi/ WC. Mengapa bisa begitu? Perasaan jenuh itu timbul karena tugas itu seperti tak pernah selesai dan setiap hari harus saya hadapi seperti membuat makalah sekaligus membersihkan kamar/ WC. Nah, ketika jenuh apa yang harus saya lakukan?
Mungkin saya harus beristirahat dari rutinitas itu dengan berolahraga bersama kawan-kawan saya atau sekedar nongkrong di waktu senggang. Namun itu sebaiknya tidak membuat saya lupa akan tanggungjawab itu. Istirahat hanya sekadar melepaskan keteganggan supaya bisa bekerja lagi.
Biasanya pengalaman itu dilanjutkan dengan pemaknaan tentang Tuhan, tetapi tidak selalu. Selama empat tahun saya melakukannya, ada suatu pemahaman bahwa perasaan dapat memberi sinyal kepada diri akan suatu permasalahan dan bisa menjadi cara yang tepat untuk menyelasaikan karena saya dapat mengidentifikasi perasaan diri. Andaikata perasaan itu bersifat positif dapat menjadi saya untuk menemukan kebahagiaan dalam peristiwa sederhana.
Relfeksi itu saya tulis beserta seminaris yang lain setiap akhir hari menjelang tidur. Biasanya sekitar jam 11-an. Kalau ada saatnya kami tidur begadang – walaupun haram hukumnya, kami tetap wajib menulis sebelum tidur.
Di semester dua saya belajar tentang emosi secara psikologis. Diajarkan dalam bidang itu bahwa emosi ekspresi emosional membantu individu untuk mengkomunikasikan kebutuhan diri kepada orang lain dan memahami kebutuhan orang lain dan kemungkinan tindakan.
Terdapat beberapa teori menjelaskan tentang emosi ini. Salah satunya ialah teori James-Lange. Emosi ialah label terhadap reaksi terhadap suatu peristiwa. Misalnya ketika melihat anjing mengonggong, individu akan lari. Setelah itu baru muncul perasaan takut. Emosi menyiratkan fungsi yang koheren karena melibatkan kognisi, perasaan itu sendiri, dan tindakan. Emosi atau perasaan dapat memberikan tanda.
Terdapat berbagai bentuk emosi atau perasaan: jijik, marah, sedih, jengkel, jatuh cinta, suka, takut, dan sebagainya. Kalau menurut teori psikologis emosi tersebut dibagi dalam enam emosi dasar: bahagia, sedih, takut, jijik, marah, dan terkejut.
Dengan saya dan saudari-saudara mengenali dan menyadari emosi diri sendiri yang dimulai dari perasaan – sebab perasaan muncul paling terakhir menurut James Lange, saya dan saudari-saudara mampu menjadi kritis untuk memilih suatu tindakan selanjutnya baik negative atau positif supaya tidak gegabah.
Ketika saya dan saudara-saudari merasa stres kemudian mengenali perasaan dan dapat menjelaskan pengalaman itu secara menyeluruh maka setidaknya saya dan saudari-saudara tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya dan tidak menjadi lebih parah.
Atau ketika saya dan saudari-saudara merasakan bahagia ketika bersama gadis atau pria yang dirasa menarik dan perasaan itu bertahan lama disertai dorongan untuk terus ingin bertemu, mungkin menjadi tanda-tanda jatuh cinta. Lalu saya dan saudari-saudara dapat mengambil keputusan dengan lebih bijak. Bagus kan untuk mental health?
Peristiwa dalam buku relfeksi itu dapat say abaca sewaktu-waktu dan menjadi kenangan berharga. Saya dapat belajar dari pengalaman yang saya lewati itu ketika membaca-baca lagi tulisan-tulisan tersebut. Prinsipnya sama seperti ketika saudari-saudara belajar dari sejarah. Namun itu sejarah milik saudari-saudara sendiri. Mengenali perasaan dan emosi diri besar manfaatnya.
Jadi, apa kabarmu hari ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
IJINKAN SAYA NDAKIK-NDAKIK
Non-FictionKumpulan wacana ndakik-ndakik ini saya tulis selain karena memang refleksi saya tas pengamatan zaman akhir-akhir ini juga sebagai ajang mengikuti tantangan 30 hari konsisten menulis. Semoga bisa menjadi jejalan ide yang mungkin sulit dilaksanakan ba...