Feast, Padi Milik Rakyat. Lagu bagi Siapa?

17 1 0
                                    


Pembangunan/ Padi milik rakyat

Oleh Feast


Padi milik rakyat
Lauk di atas piringku setengah porsi rakyat

Padi milik rakyat
Padi milik rakyat
Darahku mengering perlahan hingga jadi mayat

Padi milik rakyat
Padi milik rakyat
Siapa berani merampas lumbung padi milik rakyat?

Badan jadi mayat
Badan jadi mayat
Siapa hidup mewah hingga lupa badan jadi mayat?

Pajak dari rakyat
Pajak dari rakyat
Jok kiri mobil pemberian ayahmu mungkin milik rakyat

Pajak dari rakyat
Pajak dari rakyat
Setengah harga alamat rumahmu mungkin milik rakyat

Pajak dari rakyat
Pajak dari rakyat
Siapa berani memakai uang pajak dari rakyat?

Atas nama rakyat
Atas nama rakyat
Siapa berani kerap berbohong atas nama rakyat?

Padi milik rakyat
Padi milik rakyat
Siapa berani merampas lumbung padi milik rakyat?

Badan jadi mayat
Badan jadi mayat
Siapa hidup mewah hingga lupa badan jadi mayat?

Lagu tentang kritik sosial memang selalu terdengar gahar. Seperti itulah yang terjadi ketika Feast mengangkat tema-tema sosial di lagu-lagunya. Lagu Peradaban yang liriknya ndakik-ndakiksampai ke langit itu diakui oleh sang vokalis, Baskara Putra sebagai lagu yang paling keras dari segala lagu metal yang pernah didengar yang geramnya sampai kebas. Maksudnya apa? Saya tidak tahu.

Dari musik, gak geram-geram amat. Masih geram musiknya band-band punk daerah. Dari lirik, juga gak geram-geram amat. Membayangkan Mas Baskara megang cangkul dan berlumuran lumpur setiap hari kok ya tidak sinkron dengan kemarahannya soal rakyat. Ya, namanya seni siapapun boleh menafsirkan.

Jadi, pada tulisan kali ini saya hanya ingin menjelajahi pikiran saya didasarkan pada Lagu milik Band Feast ini yang berjudul Pembangunan/ Padi milik rakyat. Lagu ini telah ditonton 1,2 juta kali di Youtube dan diupload tahun 21 September 2018.

Sepertinya, kalau tidak salah, lagu itu bercerita tentang rakyat yang selalu jadi korban pembangunan semena-mena. Rakyat sudah susah-susah bekerja, tetapi seakan-akan yang menikmati sebagian besar ya orang-orang yang punya kuasa. Ini adalah kenyataan yang seperti tahi. Namun, ada beberapa pernyataan dan pertanyaan yang menggelitik pikiran saya.

Saya rasa, sulit untuk menafsirkan lagunya Mas Baskara ini. Saya yakin dia alpha di antara anggota Feast yang lain. Anyway, bahasanya sastra sekali, multitafsir, metaforis, dan seringkali mengandung dualisme makna. Terlihat memang, siapapun yang mengarang lagu ini pembaca ulung. Ya minimal tahu tokoh sastrawan revolusioner seperti Pak Pramoedya. Mas Baskara pasti ialah seorang intelektual. Well, kalau mau berpikir lebih jauh, seorang yang pendidikannya tinggi berbanding lurus dengan kemakmuran dan modal yang mencukupi.

Dari genre yang dipilih dan iklim penikmat sendiri, Feast tergolong musik rock. Musik yang sekarang-sekarang ini sungguh segmented. Lebih-lebih iklim pecinta band ini dan vokalisnya terkesan edgy dan eksklusif. Musik lain kurang gahar bro. Nazareth, Led Zeppelin, Black Sabbath, Nirvana, System of a Down, dan Linkin Park? Masih gahar Feast lah, apalagi dibanding Didi Kempot dan mas-mas ganteng yang ngedance sambil nyanyi di Korea sana.

Lagipula, Feast ini kan dirintis di kota besar. Pendengarnya ya pasti didominasi anak-anak muda kota yang open minded dan mengaku punya keresahan sosial.

Nah, melihat unsur eksternal dari lagu "Pembangunan/Padi Milik Rakyat" ini. Ke manakah akan di bawa? Pengalaman saya berbagi cerita dan hidup beberapa waktu dengan petani sepertinya tidak ada yang bahasa ndakik-ndakikseperti itu. Para sarjana pertanian saja sedikit yang jadi petani. Jangankan soal bahasa, yang mendengarkan lagu rock juga sedikit. Biasanya khazanah permusikan mereka ya Didi Kempot, Abah Lala, atau lagu-lagu daerah campursari dan tembang-tembang Jawa Tradisional.

Lha terus, lagu ini mewakili siapa? Kalau dari liriknya kan menyuarakan keresahan rakyat. Rakyat yang mana? Atau jangan-jangan sebenarnya, lagu ini tidak mewakili siapapun. "Pembangunan/ Padi Milik Rakyat" cukup terhenti pada kesadaran bahwa ada lho rakyat yang sengsara dan haknya dirampas oleh kesewenang-wenangan kuasa.

Jadinya mirip seperti objetifikasi dan romantisme keadaan sosial yang sekedar keren-kerenan anak-anak muda kota sana. Jangan-jangan pula, ini cerminan intelektual muda sekarang yang cerdas berteori ndakik-ndakikdan kritis akan sosialnya, tetapi megang cangkul dan berlumuran lumpur bersama rakyat, ya nanti dulu.

Apakah artinya Feast dan Baskara Putra salah? Nggak juga. Hak dia sebagai seniman dong.

Pertanyaannya kemudian, untuk apa ilmu kita? Apa artinya menjadi idealis di masa muda, toh nanti jadi budak korporat juga? Apakah Feast elite global? Mengapa Baskara harus meminta maaf atas statement-nya dan tidak bersikap songong ala rock star saja? Hash mboh, kakehan takon...

IJINKAN SAYA NDAKIK-NDAKIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang