Lagi-lagi UI menjadi trending topic di Twitter beberapa waktu sebelum artikel ini ditulis. Nama anda wahai sangat berat oh Universitas Indonesia. Tindakan-tindakan saudari-saudara Mahasiswa Universitas Indonesia akan menjadi spotlight para mahasiswa seluruh Indonesia dan tentu perpolitikan tanah air.
Dosen-dosen UI kan sering berkontribusi di media-media nasional. Saya sendiri jadi bertanya-tanya memangnya kalau UI mengkritik pemerintah keliru? Memangnya bagaimana UI harus bersikap?
Saya berandai-andai. Para mahasiswa dari kampus favorit yang diwakili oleh BEM UI ini tentu pikirannya telah terlatih untuk mengamati kenyataan, tahu yang ideal, dan akhirnya mampu menilai suatu kenyataan. Tiga poin itulah yang disebut kritik. Mereka tentu berpikir cara apa yang dapat digunakan untuk menyampaikan pandangan terhadapa situasi perpolitikan di negeri mereka tercinta, Indonesia.
Demo bisa jadi opsi, tetapi nanti menimbulkan kerumunan. Dalam hal ini tentu mereka setuju dengan pemerintah untuk meminalisasi kerumuman supaya tidak memicu risiko penularan Covid-19 yang semakin menjadi-jadi. Akhirnya sampai kepada opsi untuk memindah media.
Oh, ternyata ada teknologi yang namanya media sosial. Dipilihlah opsi itu dan dibuatlah konten berupa meme. Apa isinya? Terunggahlah meme berupa gambar Pak Presiden Jokowi Dodo dengan mahkota yang melampang raja dan latar belakang cap gincu dari bibir yang merah serta tertulis,
Jokowi: The King of Lip Service". Ngeri-ngeri sedap.
Dilansir dari megapolitan.kompas.com dalam artikel berjudul UI Anggap BEM UI "Langgar Peraturan" karena Bikin Meme "Jokowi: King of Lip Service" (28/6), BEM UI mengatakan bahwa dasar tercetusnya pernyataan itu ialah penilaian terhadap Presiden Jokowi yang selalu yang seringkali berbalik dengan realitas.
Ia menyebut pernyataan Presiden Jokowi soal rindu di demo, keinginan untuk merevisi UU ITE agar memenuhi rasa keadilan, dan janji penguatan KPK selalu berbanding terbalik. Kalau dialaih bahasa menjadi bahasa Jawa, pernyataan itu berbunyi,"Jokowi mung lamis wae."
Meme itu dapat dilihat di akun @BEMUI_Official. Sebagai Badan Eksekutif Mahasiswa pernyataan itu mewakili seluruh mahasiswa Universitas Indonesia.
BEM UI yang diketuai oleh Leon Alvinda Putra dipanggil oleh Rektorat UI. Katanya pendapat yang tertuang dalam meme itu dinilai melanggar aturan. Mas Leon membela diri dong. Aturan yang mana? Secara hukum tidak menyalahi terutama soal meghina simbol negara.
Yang disasar meme itu kan Pak Jokowi sebagai Presiden. Setahu saya juga dalam UUD 1945 dan UU No 24 tahun 2009 ditegaskan bahwa simbol negara ialah bendera Merah Putih, bahasa Indonesia, burung Garuda dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika dan lagu kebangsaan "Indonesia Raya". Jadi Mas Leon tidak melanggar hukum.
Kalau pun nanti ada salah satu dosen UI yang balik mengkritik pendapat dari Mas Leon itu – yang kebetulan serang Jokowers menurut pengakuannya, Pak Ade Armando yang mendapat kelemahan dari pernyataannya, ya sah-sah saja. Universitas sembagai lembaga akademik malah berkewajiban menggodhog itu sesuai salah satu bunyi tri dharma universitas yaitu penelitian dan pengembangan. Topik tersebut perlu dikembangkan.
Walaupun sebagai dosen ia juga melakukan salah satu logical fallacy, yaitu ad hominem dengan pernyataan pengurus BEM masuk UI nyogok di Twitternya, @adearmando1. Lucu sekali. Dosen Ilmu Komunikasi lho beliau. ngomong-ngomong, memangnya bisa masuk UI, nyogok? Hmm, saya jadi overthinking.
Pemanggilan oleh rektorat itu kira-kira tujuannya apa ya? Dilansir dalam laman yang sama, menurut Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia, pemanggilan itu sebagai bagian dari pembinaan kepada 10 mahasiswa yang terlibat.
Pembinaan yang bagaimana ya? Bukan karena Pak Rektor, Prof. Ari Kuncoro juga merangkap jabatan wakil komisaris BRI kan? Ya, bisa saja kebetulan itu diasumsikan bahwa Prof Ari sedikit agak tersinggung akan jabatannya sebagai bagian dari pemerintah. Namun pemanggilan itu tetap perlu dilakukan karena mahasiswa UI kan tanggungjawabnya pula.
Bisa saja, pemanggilan yang dilakukan tanggal 27 Juni itu cukup meminta penjelasan dan pertanggungjawaban karena sudah membuat kegaduhan. Namanya juga kampus terkenal. Universitas Indonesia, bukan Universitas Depok. Masuknya saja sulit lho.
Mahasiswa kan dilatih untuk kritis terhadap situasi yang ia amati. Bisa jadi ia setuju dan mendukung kenyataan yang ada sehingga menurut rasionalitasnya atau bisa jadi menolak karena menemukan kelemahannya sehingga perlu diubah. Walaupun mahasiswa tidak harus kekiri-kirian. Walaupun Universitas Indonesia tidak harus pro penguasa. Kalau demikian apa fungsi pendidikan?
KAMU SEDANG MEMBACA
IJINKAN SAYA NDAKIK-NDAKIK
Non-FictionKumpulan wacana ndakik-ndakik ini saya tulis selain karena memang refleksi saya tas pengamatan zaman akhir-akhir ini juga sebagai ajang mengikuti tantangan 30 hari konsisten menulis. Semoga bisa menjadi jejalan ide yang mungkin sulit dilaksanakan ba...