Demam Tinggi

10 2 0
                                    

"Reta, aku masuk mau ambil buku fisika,"

Rafgan yang baru saja masuk kedalam kamarnya terkejut dengan apa yang ia lihat. Reta yang sudah tersungkur disamping tempat tidur dengan wajah pucat dan berkeringat membuatnya terlihat begitu lemah.

"Reta," ucap Rafgan sembari berlari menghampiri Reta.

Rafgan segera mengangkat tubuh Reta dan membaringkannya diatas tempat tidur. Ia memeriksa suhu tubuh Reta yang temperatur suhu tubuhnya begitu tinggi dengan keringat dingin yang terus mengucur.

"Aku akan panggilkan mama, tunggu sebentar."

*

Beberapa menit kemudian, kedua orang tua Rafgan datang dengan membawa beberapa obat dan kompresan penurun panas.

"Sayang, ini kenapa suhu tubuhnya begitu tinggi, dokternya belum datang?"

"Sabar ma, dokternya pakai mobil bukan karpet terbang."

"Kenapa dokternya lama banget," batin Rafgan.

*
*

"Dia hanya demam, hanya butuh istirahat dan minum obat saja, jika dalam 3 hari suhu tubuhnya belum normal, segera bawa kerumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut."

"Baik, terimakasih dokter,"

*
*

Malam semakin larut, kini hanya ada Reta, Rafgan, dan mama Rafgan dikamar ini.

Lagi-lagi suhu udara tiba-tiba saja berubah menjadi begitu dingin secara berlahan. Seperti biasa, pendingin ruangan berada ditingkat yang terendah dan angin diluar juga tidak berhembus kencang.

"Kurangi suhu pendingin ruangannya Raf,"

"Ini sudah paling kecil ma,"

"Jika seperti ini ia bisa tambah demam,"

Hanya dalam hitungan detik suhu udara didalam kamar tersebut berubah menjadi hangat.

Rafgan yang menyadari perubahan suhu yang drastis itu, ia segera memejamkan matanya untuk mengetahui apakah ada sesuatu dikamar tersebut.

Namun ia tidak menemukan apapun disana, hanya beberapa dari mereka yang berada diluar rumah.

"Sepertinya pendingin ruangan itu rusak, besok bawa ke tukang servis saja Raf,"

"Iya ma,"

"Oya, bisa kamu temani adik mu malam ini kan? Mama ada rapat besok dan harus menyelesaikan petisi,"

"Iya ma, mama jangan terlalu memaksakan diri jika lelah segeralah tidur ya ma,"

"Iya sayang, kalau ada apa-apa panggil mama atau papa ya,"

"Iya ma,"

Mama Rafgan memandang Reta yang masih tertidur karena efek obat yang membuatnya menjadi mengantuk. Dengan berat hati mama Rafgan pergi meninggalkan mereka berdua untuk mengerjakan pekerjaan kantor yang belum selesai.

Kini, hanya ada Reta dan Rafgan. Rafgan menaiki tempat tidur dan ikut berbaring disamping Reta. Ia memandangi wajah pucat Reta yang begitu terlihat sangat lemas.

Rafgan yang mulai mengantuk pun menyusul Reta ke dunia mimpi. Ia pun memperbaiki selimut yang dikenakan Reta, terlihat Reta tidur dengan begitu pulasnya.

Ini baru hari kedua Reta berada disini, orang tuanya juga telah kembali ke kampung halaman mereka. Jika diperhatikan, kondisinya baik-baik saja.

Rafgan berpikir, apakah ada hubungannya dengan ketakutan Reta tadi sore. Akan tetapi ia tidak mengetahui apa sebenarnya yang membuat Reta ketakutan seperti itu.

SIAPA ARWAH PRIA INI?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang