9. Edit Video

15 3 0
                                    

Selamat hari minggu readers!!

Makasih udah setia sama "CHOOSE"

Dukung Tama dengan klik tanda bintang di bawah yaa

Happy reading

----------

Sebagai seorang anak, tentunya Rian senang jika ayahnya pulang ke rumah. Namun setiap melihat wajah sang ayah, di otaknya selalu terputar kejadian masa lalu dimana terjadi pertengkaran yang hebat di keluarganya.

Pada hari itu, Ali datang tengah malam yang dengan tiba-tibanya langsung memecahkan celengan milik Cahya dan mengambil semua uang di dalamnya.

Cahya yang tak terima uang tabungannya diambil begitu saja langsung menghampiri ayahnya. Saat itu Cahya masih duduk di bangku kelas 2 SMP, dimana dirinya masih remaja dan emosinya masih sangat labil.

"Ayah kenapa pecahin celengan Cahya?" tanya Cahya.

"Ayah lagi butuh uang, nanti ayah ganti." jawab Ali yang terlihat tergesa-gesa.

"Kenapa sih ayah selalu ngambil uang Cahya seenaknya? Dan ayah selalu janji kalau ayah bakal kembaliin uang itu, tapi kenyataannya ayah gak pernah tuh balikin uang Cahya!"

Seketika itu juga Ali terdiam. Ia memandang Cahya dengan kilatan amarah yang sangat terpancar jelas di wajahnya.

"Kamu sudah berani melawan ayah?" tanya Ali penuh penekanan.

"Memang itu kenyataannya, Yah," jawab Cahya dengan air yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

"Kamu sadar selama ini kamu mendapatkan semua uang itu dari mana?" desis Ali.

Cahya sedikit menundukkan wajahnya. Badannya gemetar ketakutan.

"Ayah yang memberikan semua uang itu, Cahya!" bentak Ali. "dan ayah berhak mengambilnya kapanpun ayah mau!"

"Tap—"

Plakk!

Citra terbangun dari tidurnya karena suara pertengkaran yang terjadi di kamar Cahya. Citra mendapati kedua anak laki-lakinya – Rian dan Zio sedang mengintip di balik pintu. Terlihat jelas kalau Rian dan Zio sangat takut saat itu.

"Ada apa ini, Cahya?" tanya Citra melihat pecahan tanah liat berserakan di lantai.

Cahya tidak menjawab, ia hanya tertunduk dengan tangan memegang pipi kirinya yang sudah memerah.

Citra memandang Ali dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kamu tampar Cahya?"

Ali gelagapan. Ia sendiri tidak menyangka bahwa ia tidak bisa menahan emosinya sampai-sampai tangan kanannya dengan mudahnya menampar pipi kiri Cahya, anak perempuannya.

"Kamu boleh tampar saya, tapi jangan anak-anak kita!" geram Citra.

Kali ini mata Citra mengarah ke uang yang digenggam erat oleh suaminya. "Dan sekarang apa? Kamu ambil uang tabungan Cahya?"

"Iya karena ini uang saya, dan saya lebih membutuhkannya daripada Cahya."

Citra menggelengkan kepalanya pelan. "Gak ada harga dirinya kamu, Li!"

Tangan Ali mengepal sampai uratnya terlihat begitu jelas. "Kamu bilang apa tadi? Berani kamu melawan suami kamu sendiri?"

"Kamu judi lagi? Iya kan?" tanya Citra seolah-olah tak takut dengan bentakkan Ali barusan.

CHOOSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang